Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya. Di apartemen seorang perempuan duduk menatap keluar jendela memandangi lampu-lampu kota yang gemerlap. Ia merasakan hampa, ada yang kurang dalam hatinya. Seperti ada bongkahan gundah yang tak terdefinisikan.
Jika sudah begini ia kan memilih untuk melakukan panggilan ke nomor paling spesial dalam telepon genggamnya.
"Assalamualaikum, halo Bunda?" ucap Wina.
"Waalaikumsalam bagaimana kabar kamu, Nduk di sana, sehat?" Jawab seorang perempuan paruh baya dari seberang telepon.
"Alhamdulillah Wina sehat, Bunda. Bunda dan Abah sehat juga kan?" Balas Wina.
"Ada apa Nduk, ada yang sedang kamu pikirkan?" Tanya ibu, seperti tahu yang dirasakan putrinya.
"Enggak kok, Bun, Wina baik-baik saja. Daaaan, tidak lagi kepikiran apa-apa."Kata Wina, sedikit berpura-pura menutupi gundahnya.
"Yakin? Nggak pengin cerita nih sama bunda?" Kata bunda, bisa saja meyakinkan Wina untuk cerita.
"Hmmm, Bun, sebenarnya Wina sedikit galau, tapi bunda jangan cerita sama abah dan abang ya, soalnya abah sama abang kan suka khawatir." Jawab Wina jujur.
"Mereka khawatir karena sayang sama kamu, Nduk..," kata bunda, kemudian.
"Khawatir siy khawatir, Bun. Tapi, kalau endingnya Wina dijodohin, suruh nikah sama anak temennya Abah, sekaligus temennya abang..yang itu, gimana?" cerocos Wina, mengingat kejadian tempo dulu, saat kecelakaan sepulang kerja. Dan abahnya menyarankan agar Wina ada yang menjaga, alias dinikahkan.
" Ya sudah, nanti Bunda rahasiakan dari abah. Kalau gitu, kamu galau kenapa, Nduk? Urusan pekerjaan? Asmara?"
" Bukan Bunda. Wina sendiri nggak tahu. Hanya rasanya ada yang kurang. Apa Wina kurang deketin Allah ya, akhir-akhir ini, makanya perasaan Wina nggak jelas begini," tutur Wina.
"Itu, kamu sudah tahu sendiri dan jawab sendiri. Saran Bunda, Wina sholat tahajjud, minta petunjuk sama Allah. Dan kalau perlu Wina pulang saja ke desa. Bersantai ambil cuti barang satu atau dua hari. Dengan begitu, mungkin di desa bisa untuk menenangkan pikiran sekaligus istirahat dari kerajaan kantor yang padat." respon bunda, selalu bisa menentramkan hati Wina.
"Iya Bunda, Wina akan pertimbangkan. Mungkin benar kata Bunda, Wina harus healing sejenak di desa."
Setelah mendengar nasehat ibunya Wina pun bisa tidur, melupakan sejenak gundah yang mengganggunya.
***
Aroma tanah yang tersiram hujan terasa menenangkan. Daun-daun di pepohonan terlihat segar. pohon pohon pinus berjejer kokoh. Sungguh indah dan terlalu sayang untuk dilewatkan.
"Hi, how are you ? I Have been waiting for you so long." Ucap sebuah suara, mengejutkanku yang sedang menikmati alam bebas.
"Who's there?" Saat aku berbalik mencari asal suara, aku mematung sendiri dibuatnya.
"You forget me at all? I am Lee Joon Gi. We ever met here before. I ve been trying my best to find you, and here we are. I found you, my lucky.."
Seorang laki-laki dengan tinggi 180cm, berpenampilan rapi dengan sweater yang dipadukan bersama jas tiba-tiba saja berada di belakangku. Matanya tajam memandang lurus ke dalam mataku, berbinar sekaligus sayu, mengekspresikan perasaannya yang tak bisa kumengerti."Do you know me?"
" ya you are Wina. My lost love."
" it's impossible because i don't recognize you. I will not believe it."
"All right, you must not believe me. But I will prove it to you.. I will come," Mendengar ucapannya, aku sangsi, meragukan pertemuan malam itu, pertemuan di alam batas antara hidup dan mati. Alam di bawah sadar, alam mimpi.
*** To Be continued***
Assalamu'alaikum, Guys..
semoga kalian sehat selalu. Author berterimakasih untuk yang sudah mampir dan baca.. apalagi yang mau kasih Bintang, author-nim...Kamsanamidaa..see u next episode!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From Dreams
FanfictionLee Joon dan Wina bertemu di alam bawah sadar, alam mimpi. Melalui kisah mereka sendiri dalam heningnya malam. Menjadikan ikatan mereka terhubung hingga kehidupan nyata. Dapatkah Wina menerima laki-laki dari mimpinya? Bagaimana Lee Joon meyakinkan W...