Beberapa hari sebelumnya...
"Jadi, dia ini pacar lo?"
"Hei! Udah berapa lama lo kenal gue, dan nggak mengenali dia sebagai pacar gue?" Ridwan melotot kesal.
Reno mengangkat kedua alisnya dengan raut wajah tak bersalahnya. "Lo belom pernah kenalin ke gue."
Ridwan mendesah panjang. Berdebat dengan Reno memang tak pernah ada habisnya. "Oke deh. Kenalin, ini Vina, pacar gue. Vin, ini Reno. Teman kecilku yang lupa ingatan sama kamu karena kesehatannya yang jelek banget."
Vina tertawa renyah. Mengulurkan tangannya pada Reno. "Vina."
"Reno." Laki-laki itu menyambutnya. Namun senyum Vina tak dibalasnya. Laki-laki itu masih setia dengan raut wajah super dingin dan menyebalkannya. "Jadi, dia yang akan membantu misi gue?"
Ridwan mengangguk dengan yakin. "Tentu. Gue nggak bisa bantuin lo secara langsung karena sibuk sama kerjaan. Lagi pula gue nggak ahli di bidang itu. Jadi, gue mengusulkan Vina."
"Kayaknya gue pernah liat lo..." Reno menatap Vina dengan kedua mata menyipit. Berusaha mengingat-ingat di mana ia pernah bertemu dengan Vina. "Ah..." Reno tersenyum saat berhasil mengingatnya. "Di sana."
"Tepat sekali, Presdir." Vina tersenyum saat melihat Reno berhasil mengingatnya. "Perusahaan Anda."
Ridwan berdecak malas. Ternyata Reno cukup lamban dalam mengenali orang. Bagaimana bisa laki-laki itu tidak mengetahui bahwa orang yang berada di depannya, bahkan berstatus pacar dengan Ridwan, adalah pegawai kantornya?
"Lebih mudah pakai anak buah sendiri, bukan?" Ridwan mengangkat sebelah alisnya. Membenarkan kacamatanya yang sedikit melorot.
Mau tak mau, Reno berdecak puas dengan bantuan yang diberikan oleh sahabatnya itu. Benar-benar tak pernah terfikirkan olehnya. Dunia ini benar-benar sempit, bukan!?
"Baiklah, Vina. Nggak usah pake bahasa formal sama gue." Reno melipat kedua tangannya di atas meja. Menatap Vina lekat. "Misi pertama, menjadi pengganti Ilmi di kantor lamanya." Kemudian laki-laki itu mengambil sepotong roti dan memakannya dengan lahap.
Vina mengangguk setuju. Kemudian, ia teringat sesuatu. "Ah, Ren, gue mau tanya... lo sama Ilmi beneran jadian?"
Saat itu juga Reno tersedak oleh makanannya. "Hah? Apa?"
***
"Gila! Gila! Gila!" Lagi-lagi Ilmi berseru heboh sangking terkejutnya setelah mendengar keseluruhan cerita dari Vina, minus kenyataan bahwa Reno adalah atasan Vina tentunya.
Perempuan itu masih menatap Vina dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin dunia terasa begitu sempit seperti ini?
"Jadi, Reno ini temen kecil Ridwan?" tanyanya lagi untuk memastikan.
Vina hanya mengangguk. Matanya berbinar. "Iya. Gue juga baru tau belakangan ini kalo ternyata Reno itu temen kecilnya Ridwan. Gue juga nggak nyangka."
Sebuah kebohongan kecil terucap dari bibirnya dengan mulus. Ia tahu, ini bukan saatnya mengatakan bahwa sebenarnya ia telah mengetahui bahwa Reno adalah teman kecil Ridwan sejak lama. Lagi pula Reno sempat tidak mengenalinya lantaran penyakit yang dideritanya beberapa tahun belakang.
"Dunia sempit banget ya," ucapnya masih tak menyangka. "Trus, lo diminta buat jadi partner gue?" tanyanya penasaran.
Vina mengangguk lagi.
"Trus, trus, lo mau begitu aja?" tanyanya lagi. "Lo tau konsekuensi pekerjaan ini, kan? Lo digaji berapa sama dia? Eh... ngomong-ngomong, gue nggak pernah tau dia kerja di mana dan kerja apa...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Hacker
RomanceYang dia inginkan adalah menjadi hacker. Hacker yang mampu menelusup ke sistem keamanan. Menerobos tanpa ketahuan. Tapi Ilmi harus menerima kenyataan bahwa ia sekarang bekerja sebagai karyawan biasa. Tidak asik, membosankan. Namun, detik-detik membo...