Setelah susah payah membujuk Reno untuk pulang duluan, Ilmi akhirnya bisa bertatap muka dengan Brian. Meskipun enggan, mau tak mau Ilmi harus menghadapi laki-laki ini. menjelaskan jarak di antara mereka dan menyelesaikan masalah yang ada.
Namun, sejak lima belas menit lalu mereka duduk berhadapan, Brian hanya menatapnya dalam diam. Ilmi jadi risih sendiri dan akhirnya memutuskan untuk membuka pembicaraan.
"Kalau kamu nggak mau ngomong apa-apa, aku pergi sekarang."
"Tunggu," Brian menahan Ilmi yang hendak menarik tasnya dan pergi. Perempuan itu duduk lagi dan menatap lelah ke arah Brian. "Ada yang mau aku sampaikan."
"Apa?" tanyanya dengan nada yang terdengar sinis.
"Aku mau melakukan penawaran sama kamu."
Ilmi mendengus. "Penawaran?" Ia hampir saja tertawa sinis. Namun ditahannya. "Penawaran apa lagi?"
Brian menatapnya lekat tepat di manik mata. Pergerakannya seakan laki-laki itu sedang resah.
"Untuk kembali ke Sun World."
Terkejut. Ilmi menatap Brian dengan tatapan tak percaya. Bagaimana bisa laki-laki itu mengajaknya untuk kembali ke Sun World setelah semua yang terjadi belakangan ini dalam hidupnya?
"Tinggalkan Reno," ucapnya pelan. Raut wajahnya berubah cemburu. "Bagaimana pun, Reno nggak akan pernah bisa menyelamatkan perusahaannya. Semua janjinya hanya palsu. Kamu akan menderita kalau bersama dia."
Terdiam. Ilmi meresapi setiap kalimat yang diucapkan Brian padanya. Menimang-nimang apakah dirinya bisa mempercayai perkataan Brian sekarang setelah laki-laki itu mengkhianatinya begitu saja.
"Kamu pikir, aku akan bahagia kalau aku ada di Sun World?"
Pertanyaan itu membuat Brian langsung menutup mulutnya rapat. Ia memang tidak bisa menjajikan apa-apa pada Ilmi. Mungkin ia bisa memberikan harta pada perempuan itu. Namun ia tidak yakin dengan kebahagiaan.
"Jangan pikir aku nggak marah sama kamu," kata Ilmi dengan nada getar. Kedua matanya berair, namun Ilmi menahannya agar tak menjadi tangis. "Aku marah, Brian. Aku sangat marah sampai-sampai aku nggak bisa menunjukkannya sama kamu. Kamu... udah mengecewakan aku."
Ilmi bangkit dari tempat duduknya. Membawa tas kecilnya dan menyampirkannya di lengan kanannya. "Aku nggak nyangka, kepercayaanku dikhianati begitu aja sama kamu."
Setelah itu, perempuan itu berbalik badan dan pergi meninggalkan Brian yang terduduk dengan rasa bersalah di hatinya.
***
Reno berdecak pelan saat melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah tiga jam dan Ilmi tidak juga pulang ke rumah.
Ia tidak bisa tidak menunjukkan rasa cemburunya pada Brian yang menahan Ilmi untuk pulang bersamanya. Apalagi perempuan itu juga lebih memilih untuk bersama laki-laki itu dari pada pulang bersamanya.
Marah. Rasanya ia ingin emanrik paksa Ilmi. Namun, ia tidak memiliki hak. Ia tidak bisa memaksa Ilmi, karena nanti akan berujung pada pertengkaran dengan perempuan itu. Hari ini sudah cukup membahagiakan baginya. Untuk menghancurkan kebahagiaan itu hanya karena robot menyebalkan itu, Reno sama sekali tidak bisa.
Suara sepatu mengetuk lantai membuat Reno langsung bangkit dan segera keluar dari ruang kerjanya. Ia menemukan Ilmi berjalan gontai menuju kamarnya.
"Lo dari mana aja sih!? Ngomong sama dia emangnya perlu tiga jam?"
Ilmi menghentikkan tangannya di udara saat mendengar Reno mengomel. Ia tak jadi memegang kenop pintu kamarnya dan beralih menatap Reno dengan lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Hacker
RomantikYang dia inginkan adalah menjadi hacker. Hacker yang mampu menelusup ke sistem keamanan. Menerobos tanpa ketahuan. Tapi Ilmi harus menerima kenyataan bahwa ia sekarang bekerja sebagai karyawan biasa. Tidak asik, membosankan. Namun, detik-detik membo...