3

220 46 6
                                    

3

Sakitmu berbanding lurus dengan bahagiamu dulu

Tiga minggu yang lalu senyum Vegya selalu terkembang, semakin ke sini senyumnya memudar. Setelah dia dan Arach resmi menikah, mereka tak langsung hidup bersama. Vegya masih harus tinggal di Jogja, menyelesaikan masa kerjanya di sana sebelum dimutasi ke Denpasar. Vegya baru merasakan, jauh dari suami itu siksaan, apalagi dengan komunikasi yang teramat sedikit karena kesibukan Arach dan kesibukannya menyelesaikan tanggungan pekerjaan sebelum pindah kantor.

Melamun adalah pekerjaan baru Vegya di Sabtu ini, sambil menikmati hujan di balik jendela kamar. Tak ada kabar dari Arach sejak kemarin. Pesannya tak ada yang di balas, telepon tak diangkat. Apa dia sesibuk itu sampai lupa dengan istrinya di sini yang sedang galau?

Sebuah pelukan hangat menyelimutinya, tanpa menoleh Vegya tahu siapa yang tengah memeluknya. Aroma dan auranya yang hangat tak akan pernah dia lupakan. Maminya tersayanglah yang memeluknya, walaupun maminya sudah berumur, tapi beliau masih tetap terlihat muda dan tak pernah terlihat murung.

"Ngelamun terus."

"Kangen, Mi," rajuk Vegya.

"Samperin, dong. Gantian kamu yang bikin surprise, dia pasti seneng. Sekalian kalian bulan madu, kan belum bulan madu," saran Mami.

"Mami memang is the best, deh!" ucapnya lalu mencium kedua pipi Mami dengan gemas.

Vegya berkemas secepat kilat, satu koper pink kecil dirasa cukup untuk tiga hari. Vegya tak mau ambil cuti dalam jangka waktu lama karena tinggal beberapa hari saja dia kerja di sini. Vegya mau menikmati hari-hari terakhir kerjanya di kantornya sebelum berpisah dengan teman-teman baiknya.

Untung saja masih ada tiket penerbangan menuju Denpasar di weekend ini. Walaupun Vegya harus membayar mahal untuk itu, tapi tak jadi masalah kalau demi bertemu suami tercinta. Senyum merekah di bibirnya saat menunggu di boarding room, membuat Vegya menggerakkan kakinya berkali-kali karena tak sabar menunggu.

Penerbangan tersebut ternyata cukup singkat, tahu-tahu dia sudah di bandara Ngurah Rai. Sebenarnya dia bingung setelah ini mau ke tempat Arach lewat mana, sementara dia tak tahu Bali sama sekali. Vegya ke Bali hanya saat darmawisata sekolah dan saat jadi mahasiswa, itu pun bersama teman-teman. Saat ini Vegya hanya berbekal alamat apartemen Arach dan kenekatan.

Vegya pun bimbang, antara ingin menelepon Arach untuk menjemputnya atau tetap mau mengejutkan Arach.

"Awww." Vegya mengaduh, sedang bingung begini malah ditabrak orang sampai tersungkur. Tentu saja Vegya jengkel, ia pun menggerutu kesal.

"Sorry, Miss, Anda tidak apa-apa?"

"Menurutmu?" bentak Vegya seraya mencoba bangun dari posisinya yang tersungkur di depan kopernya sendiri.

Pria yang menabraknya membantunya bangun, tangannya yang besar dan berotot memegangi lengan Vegya. Vegya langsung mendongak dan rahangnya seketika turun melihat pria yang menabraknya. Rasa kesalnya berubah jadi rasa terpesona, Vegya menelan ludahnya sambil tetap melihat pria tampan berbalut kemeja slim fit biru muda yang tengah memegangi lengannya. Pandangan Vegya beralih ke lengannya yang masih dipegang, kemudian dia menggeleng dan menarik lengannya dari tangan orang itu. Sadar bahwa tak seharusnya dia terpesona pada pria lain.

"Ada yang sakit?"

Vegya menggeleng cepat dan mendadak gagu, umpatannya tertelan begitu saja.

"Oke, sekali lagi, sorry," ucap pria yang punya perawakan seperti orang Timur Tengah.

Kali ini Vegya mengangguk kaku lagi dan pria itu langsung berlalu pergi.

"Eh, tunggu, tunggu!" serunya sembari menggeret koper pinknya dan mengejar pria tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang