005 - Titik Temu

13 2 0
                                    

"Pada detik ini, semesta kembali mempertemukan kita, yang sempat sirna, untuk kembali bersama"

••

So.. we are comeback?

•••

Sekali lagi, kejadian tak terduga yang membuatnya akan terus mengingat hal tersebut terjadi saat tetes air hujan membasahi bumi.

Tangan gadis berkerudung abu-abu itu bergerak lembut diatas luka-luka basah yang pasti perih, seperti apa yang dirasakan oleh nya saat ini.

Mereka sudah duduk pada kursi panjang yang menganggur di depan salah satu minimarket setelah selesai membeli beberapa perlengkapan medis.

Tanpa adanya vokal yang keluar dari belah bibirnya, fokusnya hanya terpaku pada luka-luka diatas tangan. Tanpa minat melihat pemilik luka itu.

"Alle, marahi aku, kenapa kamu diam saja?"

Akhirnya setelah waktu yang terus berlalu tanpa sia-sia, salah seorang dari mereka mengeluarkan kata. Laki-laki dengan rambut coklat berantakan itu mulai mengerang frustasi melihat sahabatnya tidak kunjung mengeluarkan kata sejak 20 menit yang lalu.

"Lihat aku. Bicara, Allegra! Marahi aku, kenapa kamu diam-"

"Siapa?" Singkat, padat, sakit.

"Apa... apanya yang siapa?"

"Siapa yang buat kamu begini, Zelvan?"

Dibandingkan pertanyaan bagaimana dan kenapa, gadis itu lebih memilih kata tanya Siapa. Membuat Zelvan mengadahkan kepala menahan air matanya yang akan jatuh.

Melihat itu membuat Allegra menarik tangan yang sudah selesai dari tugasnya, berpindah pada kepala dan menahannya agar sejajar dengan wajahnya.

"Nangis mu jangan ditahan. Keluarkan selagi hujan masih turun. Agar rapuh mu tidak terlihat oleh ku."

Jelas Allegra tidak ingin melihat rapuhnya laki-laki itu lagi. Bisa-bisa air matanya akan mengalahkan derasnya hujan yang sedang turun. Bohong kalau dia bilang tidak merindukan sahabatnya yang satu ini. Jika setiap hari saja selalu bayangan mereka yang memenuhi kepala.

Tanpa menatap mata lawan bicaranya pun ia sudah mengeluarkan butiran permata dari matanya sedari tadi. Satu persatu turun tanpa diketahui siapa pun kecuali dirinya.

Sepi, sunyi, senyap. Terlalu hampa disini. Dia tidak mendengar lagi suara dari Zelvan yang sudah berjarak 1 meter darinya. Membuat kepalanya terangkat dengan tulus memastikan keadaan manusia itu.

Belum sempurna kepalanya tegap, terasa Zelvan mengikis jarak diantara mereka. Pundak gadis itu terasa berat. Penyebabnya adalah kepala dengan rambut coklat basah yang sudah mendarat dengan nyaman disana.

"Maaf... sisi lemah ku selalu muncul saat bersamamu. Aku manusia brengsek. Aku minta maaf atas hancurnya hidupku."

Hati masing-masing dari mereka terasa nyeri. Pun dengan Allegra yang sudah tak bisa menahan tangisnya yang turun sembunyi-sembunyi.

Gadis itu memukul perut Zelvan pelan, "jangan mengatakan hal bodoh seperti itu! Aku sahabatmu. Kenapa kamu pergi, huh? Kenapa kalian membiarkan aku sendiri disini? Kenapa!"

Gadis itu marah, ia murka, kecewa, patah hati. Tidak ada yang membuatnya sesakit ini sebelumnya. Hatinya sakit. Dadanya sesak. Nafasnya pun mulai tersengal ditengah air mata yang semakin deras.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Never GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang