Arsyraina || 6

91 46 82
                                        

A Story by HasrianiHamz

❤❤❤❤❤❤❤❤

Aku memilih berjongkok, mencoba menenangkan perasaan agar bisa kembali berpikir jernih. Namun, sebuah tangan lebih dulu menyentuh pundakku, sedikit berjengit menatap presensinya yang kurang jelas di area gelap ini.

"Apa kita bikin di sini?"

Suara lelaki asing itu berhasil membuat jantungku serasa lepas dan tak berdetak beberapa saat. Lalu, seolah tersadar akan tugasnya kembali memompa darah lebih cepat dari biasa. Ternyata posisi lelaki itu kini berada di depanku setelah aku spontan berdiri dan menghadapnya.

Sejenak aku terdiam, berusaha mencerna pertanyaannya yang cukup asing. Kita? Itu maksudnya bukan aku dan kamu, 'kan? Aku mengingat kata itu sering Rasyad ucapkan. Seingatku, itu adalah kata tunjuk sebutan 'kamu' yang sopan dalam bahasanya.

"Emm ... aku tidak lihat jalan pulang," jawabku dengan jujur sambil memegangi dada yang sudah kembali berdetak meski sekarang masih belum normal. Tanpa kuduga, ia tertawa sebelum memintaku untuk mengikutinya.

"Ayo, ikuti ma," ujarnya.

Tidak percaya, tapi sungguh, orang ini terlihat ingin membantuku untuk kembali ke area yang terang. Aku pikir, dia lelaki jahat, ternyata sosoknya tidaklah semenakutkan itu.

Terima kasih, orang baik, batinku sambil terus mengikuti langkahnya dari belakang.

Setibanya di tempat yang sudah mendapat sedikit pencahayaan, aku terkejut sembari diam terpaku di tempat. Laki-laki itu? Laki-laki gondrong yang tadi.

"Aman mi, dii?" Katanya seraya berbalik melihatku.

"Eh iy-iya, makasih," balasku sedikit canggung.

Rasanya tenggorokan kering, aku bersusah payah berusaha menelan ludahku sendiri. Meski ekspresinya masih saja dingin, tetapi dengan apa yang barusan ia lakukan padaku sudah cukup merubah sudut pandangku terhadapnya. Ia hanya menatapku sebentar sebelum berbalik dan kembali melangkah hingga menghilang di tengah kerumunan. Barulah aku berani mengembuskan napas lega setelah menahannya beberapa saat.

Ternyata dia tidak sedingin itu, batinku.

Ah, lagi-lagi, aku menyimpulkan seseorang dari yang hanya aku lihat sekilas. Kenapa akhir-akhir ini aku selalu negative thinking ke orang lain? Padahal sebelumnya Rasyad sudah pernah berpesan untuk tidak menilai seseorang dari luarnya saja. Apalagi jika itu merupakan pertemuan pertama.

Sebentar, aku merasa sedih dan kasihan pada diriku sendiri. Aku bertekad akan berubah menjadi lebih baik lagi nanti, tentu saja dengan bimbingan seseorang yang bijak. Siapa lagi kalau bukan Rasyad?

~'***'~

"Halo, Sera," sapa Rasyad di seberang.

Aku masih dalam perjalanan menuju kamarku yang berada di lantai atas, kaki memijak anak tangga satu per-satu dengan pelan dan santai. Tak ingin terburu-buru, takutnya betisku malah sakit.

"Makanya kalau naik tangga, jangan buru-buru, meletus nanti betisnya Sera itu baru kapok."

Kata Rasyad saat aku berlari menaiki anak tangga waktu itu, aku hanya berusaha mendahuluinya tapi yang ada aku justru merepotkannya.

Aku rindu kehadiran Rasyad di sini. Keluhan terus saja timbul dalam hati sambil terus melangkah, sementara ponsel itu masih kutempelkan di telinga.

"Sera? Halo."

Hukum dalam Rasa [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang