Sebenarnya apa duduk perkara permasalahannya?
Mudah saja.
Sebulan setelah kedatanganku ke Akademi Noitakkha, ada seorang lagi yang berhasil menyabet perhatian para murid karena berhasil masuk Kelas Merkurius. Kelas Merkurius adalah kelas yang berisi murid-murid berbakat, di mana para guru sudah sangat yakin akan merekomendasikan mereka menjadi penyihir pro saat sudah lulus nanti. Karena itu, murid yang berhasil masuk ke kelas ini sudah pastilah diberi sanjungan.
Anak itu, Alen Nevada, berhasil menyabet seluruh popularitas yang Nirwasita miliki kala itu. Wajah rupawan dan kemampuan hebat yang ia miliki sempurna membuat orang-orang mengidolakannya.
Lantas karena Nirwasita bodoh kuadrat, jadilah ia menantang Alen berduel sihir.
Gilanya pula ia memilih pertarungan hidup-mati. Makanya ... pertarungan tidak akan selesai bila belum ada yang mati.
Masih mending kalau ia tetap hidup, tetapi kenyataannya 'kan dia mati.
Namun, lantas sekarang anak ini malah ...
“Kau mau membuktikan apalagi, bodoh? Sudah jelas kemampuan kalian beda jauh!” seruku kesal.
“Ya-- membuktikan kalau aku lebih kuat!” balasnya bersikeras.
Apa-apaan, sih? Sudah macam anak kecil!
“Lantas kenapa?! Memangnya kenapa kalau kau lebih kuat?” sentakku keras. Kutunjuk dia tepat di wajah dengan geram. “Kalau sudah menang kau bakal puas, begitu?!”
“Habisnya, kamu lebih suka dia karena kuat, 'kan?”
“Hah?!”
Nirwasita memajukan bibirnya, ia melirik ke arah lain, seakan menolak keras melihatku. “Kamu ... suka anak baru itu karena dia lebih kuat, 'kan?”
“Kamu membicarakan apa, sih? Sejak kapan aku--” Aku terdiam.
Lho? Sebentar, sebentar, jadi alasan anak ini melakukan semua hal bodoh itu--
“Kamu ... kamu melakukannya karena kamu pikir aku suka dia?” tanyaku susah payah. Rasanya janggal sekali menanyakan ini secara langsung lewat mulutku sendiri.
Masih sambil menghindari tatapanku, Nirwasita mengangguk.
Apa? Kebodohan macam apalagi ini?
“Apa-apaan?!” Pada akhirnya aku menjerit saking kesalnya, “Sejak zaman kapan aku menyukainya?! Yang kusukai itu--”
“Siapa?”
Aku tersentak pelan. Padahal sampai satu detik yang lalu dia masih mengalihkan pandangan dariku, tetapi sekarang ia menatapku lekat-lekat, dan ... gila! Pergelangan tanganku dicengkeram sangat kuat.
“... Kamu.” Kuakui hal itu, lantas mengambil napas banyak-banyak. Tak kusangka mengakui hal ini terasa mudah tetapi juga sulit, setelah melakukannya aku merasa energiku habis begitu saja.
Lantas ia lepaskan cengkeramannya. “Kamu suka aku?” tanyanya dengan wajah bodoh.
“Gak menerima siaran ulang,” tukasku. “Lagi pula ... harusnya aku yang tanya.”
Dia menggaruk tengkuknya lalu bertanya balik, “Yah ... satu-satunya hal yang bisa membuat pria berbuat di luar nalar itu, cuma cinta, 'kan?”
Entah karena apa aku jadi merinding mendengar pengakuannya.
“Jadi-- kamu benaran suka aku? Gak masuk akal!” kataku tetap tak percaya.
“Memangnya kamu yang suka aku itu masuk akal?” balasnya sambil terkekeh.
Jadi ini apa? Kedua orang yang tak masuk akal saling menyukai ternyata malah saling menyukai. Kok rasa-rasanya makin banyak kebodohan yang merasuki hidupku?
“Pfftt--”
“Hahahaha!”
Pada akhirnya kami berdua sama-sama tertawa layaknya orang bodoh.
“Kenapa gak jujur dari awal? Kalau kamu bilang aku gak bakal berani juga bertarung sama Alen,” tanya Nirwasita setengah protes.
“Kupikir ... kamu gak perlu tahu. Toh gak penting,” balasku sambil lalu.
“Buatku penting, tahu!”
Aku menoleh, memberanikan diri menatap netra merahnya. “Pokoknya sekarang kamu udah tahu, 'kan? Jadi, jangan coba-coba berbuat bodoh, Nirwasita!” ancanmku.
Ia mengerutkan kening sambil memajukan bibir. “Kamu juga ... jangan coba-coba suka sama orang lain! 'Kan kamu sudah dijodohkan denganku.”
“Siapa yang minat cari jodoh baru astaga ....” Aku mendengkus pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗦𝗧𝗥𝗢𝗡𝗚𝗘𝗥
FanfictionGadis itu kembali, melintasi ruang dan waktu, susah payah mengganti apa yang seharusnya tak terusik. Semua ia lakukan, demi sang jejaka, Ishaq Nirwasita. ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ Good/Bad Fortune ©Ariel Duyung sekuel dari drabble 𝘀𝘁𝗿𝗼𝗻𝗴𝗲𝗿...