STRONGER - EPILOGUE

210 34 0
                                    

"Besok kita lulus, setelah itu ... kamu mau ngapain?" Pertanyaan Nirwasita memutus keheningan di antara kami.

"Entahlah," balasku singkat. Aku melirik ke arah kanan, memperhatikan salah satu pelayanku yang tengah mengawasi kami.

Ha, pasti disuruh oleh orang tua kami. Dasar para orang tua kepo, ingin tahu saja percintaan anaknya.

"Lho? Kukira kamu mau bekerja jadi penyihir penjaga?" Nirwasita menatapku heran. "Aku sudah terlanjur diterima menjadi penyihir penjaga, lho!" tambahnya dengan panik.

Aku mengernyit heran. "Itu bagus, kenapa malah panik begitu, sih?"

"Ya-- habisnya 'kan--" Ia menghentikan kalimatnya sendiri, mengacak rambutnya dengan kasar.

Anak ini kenapa lagi, sih?

Dengan kening masih mengernyit, aku menatapinya, sampai aku sadar ada rona merah tipis pada pipinya.

Heh, lucu.

"Pfft-- kamu mau bekerja denganku?"

Nirwasita menatapku sebal, masih dengan rona merah manis pada wajahnya. "Iya! Memangnya salah?!" balasnya ngegas.

Tawaku makin melebar. "Kamu bisa manis juga ternyata, Nirwasita," ejekku. "Berbeda denganmu, aku mendapat tawaran agar menjadi penyihir penjaga. Makanya, aku sedang memikirkan apakah akan menerimanya atau tidak." Aku menjelaskan, masih sambil terkekeh pelan.

"Lalu ... bagaimana?" Nirwasita bertanya sambil memajukan bibir, cemberut.

Dih, ngambek.

Aku merotasi bola mata. "Yah, ini memang pekerjaan yang sesuai denganku, sih."

Wajahnya langsung mencerah, ia tersenyum lebar. "Yes!" serunya riang sambil melompat dengan heboh.

Aku kembali terkekeh pelan, mengacak rambutnya. "Kalau begini, kamu makin kelihatan kayak anak kecil, Nirwasita."

Setelah aku mengatakan itu, Nirwasita menatapku dengan penasaran. "Kenapa sih kamu memanggilku begitu?" tanyanya.

"Memangnya kamu mau dipanggil apa?" Aku balas bertanya.

"Hmm ... 'sayang' misalnya." Ia menyengir jail.

"Ogah."

"HEE, (NAME) KAU JAHAT!"

Lihat, dia persis seperti anak kecil.

Alisku bertaut, aku menatapnya sambil berjengit. "Sayang ...?" gumamku.

Oh ayolah, geli rasanya.

"Apa? Apa?" Nirwasita yang awalnya memalingkan wajah dalam rangka ngambek kembali menatap ke arahku dengan wajah cerah.

Aku tersenyum sinis. "Bocah, berhentilah ngambek."

"(NAMEEE)!"

- FIN -

𝗦𝗧𝗥𝗢𝗡𝗚𝗘𝗥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang