that guy

11 0 0
                                    

Mungkin sebuah kesialan hari ini menghampiri mina. Bus yang biasanya datang meskipun tak di undang itu, hari ini tak menampakkan wujudnya bahkan mina sudah menunggunya 20 menit lamanya, ah ia lupa ia melewatkan jadwal bus dan terpaksa harus menunggu kedatangan bus terakhir. Padahal yang ada dibenak mina saat ini ialah pulang dan beristirahat di rumah dengan secangkir coklat panas ditangan dan Netflix yang menemani dinginnya seoul malam hari.

Ia terpaksa duduk dan menunggu di halte yang hanya ada beberapa orang itu. Ia mengetuk – ngetukkan kakinya pada trotoar karena bosan setengah mati hingga saat yang tak diduganya datang. Sebuah suara memekakkan telinga menyadarkannya, kepalanya mendongak dan mendapati bahwa di depan haltenya terjadi sebuah tabrakan antara mobil dan sepeda motor. Organ tubuhnya yang pertama kali beraksi adalah jantungnya, berdebar kencang hingga ia bisa merasakan gemetar pada tubuhnya, payung yang semula ia genggam erat jatuh tergeletak ke trotoar dan tangannya saling meremas tangan lainnya sebagai usaha untuk menenangkan dirinya, nafasnya ia atur sedemikian rupa agar trauma itu tidak muncul lagi dan dilihat oleh orang lain, dia benci itu. Badannya seolah dipaksa lemas tiba – tiba, bahkan kakiya tak sanggup berdiri dan menghampiri korban seperti orang-orang di sebelahnya. Kejadian itu terputar kembali di otaknya.

Matanya semakin melebar saat seseorang mengeluarkan korban dari dalam mobil dengan keadaan wajahnya yang bersimbah darah. Mina tak sanggup lagi menahannya hingga ia terpaksa menjambak rambutnya sendiri agar tetap dalam kesadaraanya. Namun semua itu sia-sia badannya gemetar hebat dan seketika dunia menjad gelap, sebelum ia benar benar jatuh kedalamnya samar-samar ia mendengar seseorang memanggil namanya.

"mina-ssi kau baik – baik saja? Mina-ssi !!"

<>

Bau khas mint adalah hal paling pertama yang menyapa penghidung mina, kepalanya masih sedikit pusing untuk sekedar membuka matanya, namun matahari pagi yang menembus kaca besar itu memaksanya untuk membuka mata. Matanya ia pejamkan sekejap lalu ia bangkit dari posisi terbaringnya.

"sudah siuman?" sebuah suara menginterupsinya lamunannya. Ia kaget bukan main, matanya terbelalak melihat orang yang baru dikenalnya kemarin itu muncul dari balik pintu.

"mingyu-ssi ?" Tanya Mina heran, beberapa detik kemudian barulah ia tersadar jika ia bukan sedang berada dikamarnya sendiri, bahkan setelah di pikir-pikir kamar ini bahkan telalu besar untuk disebut sebagai kamarnya dan aroma mint dicampur maskulin yang tajam jelas sekali bukan wanginya.

Ia cepat-cepat menyingkirkan selimbut dari tubuhnya dan hendak turun dari kasur itu. Namun mingyu menahannya dan memerintahnya untuk berbaring saja.

"kau belum pulih sepenuhnya sepertinya, istirahatlah dulu tidak usah sungkan" mingyu berucap tidak lupa dengan senyum yang menambah kesan ramahnya.

"dimana ini? bagaimana aku bisa ada disini?" mina saat ini tak tahu harus melakukan apa, ingin beranjak namun kakinya masih lemas, ingin berbaring kembali namun ia masih tahu diri. Malu sekali pikirnya. Kalian juga akan merasa sungkan bukan jika berada di posisi mina saat ini. Mingyu mungkin tidak akan berpikiran aneh tentangnya, namun tetap saja.

"lebih baik kau makan dulu, setelah itu aku jelaskan" Mingyu meletakkan nampan berisi makanan yang ia bawa sejak tadi di sebelah Mina. Mau tidak mau –walau sejujurnya Mina sangat lapar, ia menyantap makanan tersebut dalam diam. Ia merasa tidak enak sampai dibawakan makan ke kamar seperti ini. Sesaat ia teringat mendiang orang tuanya dan hatinya pun menghangat.

Hanya hening yang menyelimuti mereka, Mina bingung untuk memulai percakapan dan Mingyu entah mengapa sangat menikmati pemandangan di depannya ini, sehingga ia tidak sadar bahwa Mina merasa sedikit tidak nyaman karena rasa canggung yang melanda. Keheningan itu diakhiri dengan suara benturan sendok dengan piring yang dibuat oleh Mina. Ia telah selesai makan.

"jadi? Bagaimana aku bisa berakhir di rumahmu?" Tanya mina memecah hening lagi.

"tidak, tidak.. ini bukan rumahku, ini rumah temanku. Mmm tapi sebetulnya aku juga tinggal disini" katanya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Mina bingung harus menjawab apa, ia sempat berpikir apakah ia sekarang berada di dalam rumah dengan 2 orang pria lainnya? Atau jangan-jangan Mingyu adalah laki-laki berani yang tinggal dengan teman wanitanya? Tapi Mina rasa itu tidak mungkin. Mingyu tidak terlihat seperti itu. Jika memang benar ada laki-laki lainnya di rumah ini, bukankah ia seharusnya kabur saat itu juga? Mina mulai berpikiran aneh-aneh.

"tenang saja, aku dan temanku tidak seperti yang kau pikirkan kok" ucap MIngyu seolah Mingyu dapat membaca pikiran Mina.

"dan bagaimana aku bisa sampai sini?"

"aku dan Sean melihatmu di halte bus dalam keadaan gemetar hebat, aku berusaha menyadarkanmu tapi tak bisa, akhirnya aku membawamu kesini karena aku tak tahu alamat rumah mu" ah ya, dan sekarang Mina sadar sepertinya hal itu terjadi lagi padanya.

"ekhm.. baiklah terimakasih sudah menolongku mingyu-ssi aku ingin pulang saja " mina beranjak dari kasurnya hendak menaruh piring kotor ke dapur namun seketika tubuhnya membeku saat seseorang menghampiri mereka dan menatapnya tajam.

"siapa yang menyuruhmu membawa wanita ke rumahku?" tanyanya pada mingyu namun dengan mata elangnya yang masih menatap mina. Tak lupa tangannya yang ia masukan ke saku celana bahannya. Membuat mina semakin merinding melihatnya.

"hey tenanglah, aku hanya menolongnya. Lagipula ia akan pulang sebentar lagi" mingyu berdiri dan menepuk pundak temannya itu, ia khawatir melihat mina yang terkejut dan membatu karena temannya.

"Mina-ssi kenalkan ini temanku Jung Jaehyun, ia pemilik rumah ini" mina membalas tatapan tajam Jaehyun lalu membungkuk sedikit.

"saya Mina, maaf bila mengganggu pagi anda. Saya akan pergi setelah mencuci piringnya" ucapnya.

"tidak perlu. Pulang saja" Mina terkejut sesaat, cara bicaranya sungguh dingin tak ada minat, akhirnya ia hanya mengangguk paham dan segera pergi dari kamar. Mingyu mengantarnya sampai pintu depan.

"maafkan kata – kata jaehyun, ia memang sedikit kasar"

"tidak apa-apa lagipula aku yang salah karena mengganggu pagi nya" mina tersenyum sambil membenarkan letak tasnya.

"kalau begitu aku pulang dulu mingyu-ssi terimakasih atas tumpangannya" mina hendak melangkahkan kakinya namun panggilan khas anak kecil yang sejak kemarin menarik perhatiannya membuatnya terhenti.

"kakak!" oh iya Sean! Batinnya berseru, ia baru ingat bahwa ini adalah rumah Sean juga. Mina menoleh kearah suara yang berasal dari dalam rumah. Benar saja itu sean.

"sean!" mina tersenyum senang melihat sean yang berlari kearahnya lalu memeluknya.

"kakak sudah siuman? Sean khawatir, kemarin kakak pingsan" mina mencubit pipi gembul sean gemas. Membuat atensi seseorang teralih karena melihat kegiatan layaknya ibu dan anak itu.

Disana Jaehyun hanya menatap tak minat dengan alis yang bertaut keras, sebenarnya siapa wanita itu? Mengapa anaknya bisa akrab dengannya? Dengan langkah tergesa, Jaehyun menghampiri mereka dan menarik kasar lengan kecil Sean sampai ia hampir terjatuh. Bahkan binar matanya yang semula antusias melihat Mina kini hilang tergantikan kabut air mata. Bibir mungilnya mencebik menahan tangis, Mina tak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya.

"bawa dia ke kamar" perintah Jaehyun pada Mingyu.

"Jae.."

"please" Mingyu menurut. Mina bangkit dan menatap bingung sosok di depannya itu. Pertanyaan – pertanyaan yang semula ingin sekali ia tanyakan seolah tersendat ditenggorokan hanya karena ia melihat tatap dari onyx kelam itu, mengapa ia sangat merasa terintimidasi seperti ini?

"kau bisa pulang" dinginnya.

"t-tapi.."

"perlu ku antar sampai gerbang depan?" sarkas si manusia dingin. Hati mina mencelos, ia baru pertama kali bertemu dengan pria kasar seperti sosok di hadapannya ini. Mulutnya hanya mengatup perlahan dan tanpa perlu menunggu lama lagi ia pergi dari hadapan sang pria. Saat tangannya ingin membuka pintu, suara tangisan khas anak kecil menyapa rungunya membuatnya seketika mematung khawatir akan keadaan Sean.

"pura – pura saja kau tidak mendengarnya" 

Day CareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang