02. Musibah terbesar seseorang

10 1 0
                                    

Mengapa sulit
Untukku bisa miliki hatimu
Bahkan selama ini
Hadir ku tak berharga untukmu
~Rumah singgah~

Sudah hampir setengah Jam Nadha duduk dibawah rindangnya pohon mangga di depan rumah, sambil mencabuti rerumputan disekitarnya, Kaisan yang baru selesai mencuci mobilnya justru menghampiri Nadha yang terlihat seperti sedang ada masalah.

"Kenapa Nadha?" Kaisan tiba-tiba berdiri di hadapannya, Nadha masih sibuk mencabuti rumput tanpa menatap kearah Kaisan, Kaisan pun langsung ikut duduk di seberang Adiknya.

"Masalah Aksa lagi?" Kaisan menebak dan Nadha langsung mengangguk tanpa beralih menatap Kaisan."Kira-kira dia tau apa pura-pura gak tau?" Nadha mulai membuka suara. Kaisan lalu menatap kearah Nadha dengan tatapan sendu. Memang hanya ada beberapa alasan yang bisa membuat Nadha seperti ini, jika bukan karena rindu dengan Ayah, pasti masalah perasaannya dengan Aksa.

"Nadha, tau gak musibah terbesar seseorang?" Nadha terdiam sekejap lalu beralih menatap sang kakak. "Menaruh perasaan di hati yang salah?" Jawab Nadha Asal dan Kaisan langsung menggeleng. "Kamu jatuh cinta dengan seseorang dan dia tidak mencintaimu" kata-kata yang sangat menusuk, namun nyatanya itulah yang dialami Nadha sejak 3 tahun terakhir, berharap kepada orang yang tidak tahu hatinya untuk siapa. "Ibaratkan bunga mawar, semakin kuat kamu menggenggamnya, maka duri-durinya akan semakin dalam menusukmu, bisa kamu pahami?" Nadha mengangguk sangat paham dengan maksud perkataan Kaisan.

"Jadi supaya durinya tidak lagi menusuk, kita hanya perlu melepaskannya?" Sahut Nadha yang langsung mendapat anggukan kepala dari Kaisan. "Namun bukan kah akan meninggalkan luka yang cukup dalam?" Kaisan lalu menatap Nadha dengan senyum khas seorang Kaisan. "Maka serahkan semua kepada waktu, dia lah yang akan menyembuhkan dan menyamarkan bekasnya" Kaisan lalu mengacak rambut Nadha sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipinya.

"Haruskah Nadha melepaskannya?" Dia kembali bertanya kepada Kaisan yang masih setia menyimak semua keluh kesahnya. Kaisan tersenyum lagi, "keputusan ada di tanganmu dek, lakukan apa yang diinginkan hatimu, jika hatimu masih mau menikmati lukanya maka teruskan lah, namun jika hatimu sudah tidak sanggup dengan Rasa sakitnya maka melepaskannya adalah jalan terbaik" Kaisan langsung berdiri setelah itu menyodorkan tangannya untuk membantunya berdiri.

"Senyum dong masa adek kakak yang Cantik ini harus galau terus gara-gara cowok" katanya seraya menyodorkan tangannya untuk membantu Nadha berdiri. Nadha meraih tangan Kaisan dan langsung berdiri, Nadha tersenyum seperti perintah sang kakak, namun sepersekian detik kemudian wajahnya kembali menjadi datar lagi, Kaisan hanya terkekeh melihat Perubahan ekspresi Nadha yang entah kenapa sangat lucu baginya.

Mereka berdua langsung masuk kedalam rumah, mengingat cuaca yang sepertinya akan hujan, Kaisan menyuruh Nadha untuk masuk terlebih dahulu, sedangkan dia akan memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

"Bang Zean balikin Itu punya Dikta!" Dikta yang kesal melihat Zean yang seenaknya saja mengambil Eskrim miliknya, sedangkan Zean hanya menuli, berlari kesana-kemari untuk menghindari Amukan Dikta, Andra yang sedang duduk Santai di sofa sambil menonton Kartun Upin Ipin hanya bisa geleng-geleng kepala melihat keduanya layaknya tom and jerry di di dunia nyata.

"ku sumpahi budeg beneran" Dikta sangat kesal dengan Zean yang pura-pura Tidak mendengarkannya Zean menjulurkan lidahnya mengejek sang Adik, Dikta kembali mengejar Zean, adegan kejar-kejaran terus saja berlangsung sampai seseorang secara tiba-tiba mebuka pintu. Dan Zean yang tidak melihat Hal itu Zean langsung menabrak pintu yang terbuka secara tiba-tiba.

Buggghhhh....

Suara kepala Zean yang menghantam pintu terdengar sangat Ngilu, Zean kemudian Linglung untung tidak pingsan, dia bisa melihat wajah Nadha yang terlihat seperti berputar-putar di atas kepalanya, Andra dan Dikta hanya bisa tertawa melihat Nasib Zean, "karma itu bang" sahut Dikta yang berhasil mengundang gelak tawa Andra, Zean masih linglung, kepalanya terasa nyeri, sementara Nadha yang tak tahu keberadaan sang kakak dibelakang pintu tak henti-hentinya meminta maaf.

Garis WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang