Chapter Satu

139 18 0
                                    

Satu

Kilas Hidup dan Pertemuan Denganmu

Orang bilang, terlahir sebagai alpha artinya anugerah. Kuat, perkasa, punya kuasa. Namun, bagi Beomgyu, itu sama sekali berbeda. Baginya, hidup sebagai alpha tidak pernah menyenangkan. Terlebih saat ia sadar bahwa dirinya adalah seorang beast alpha. Binatang buas. Monster. Makhluk aneh yang harus diasingkan dari peradaban.

Beast alpha, predikat itu melekat dalam diri Beomgyu sejak ia lahir. Meski sebanyak apapun ia membenci dan memberontak dari kenyataan, dirinya tak akan bisa terlepas dari jerat takdir yang mengutuknya.

Dalam dunia yang Beomgyu tinggali, manusia terbagi ke dalam dua kategori. Keturunan murni dan keturunan monster. Keturunan murni artinya seseorang dengan darah yang suci--manusia asli. Mereka adalah golongan manusia yang hidup dalam perputaran normal dunia sebagaimana mestinya. Sementara, keturunan monster adalah mereka yang terlahir dalam wujud binatang buas--bertaring tajam dan berkuku panjang.

Ini bukan berarti para monster selamanya hidup dalam balutan bulu tebal disertai lolongan nyaring yang memekakkan telinga. Mereka bisa berubah menjadi manusia pada umumnya, tapi tetap berbeda dengan para keturunan murni. Keduanya memiliki banyak perbedaan. Entah dari fisik maupun psikis. Dan hal yang paling menonjol adalah jika si monster bisa berubah menjadi serigala dan manusia dalam waktu-waktu tertentu, maka si murni tak punya kuasa untuk melakukan itu. Serigala mereka terkurung dalam jiwa.

Dahulu, berabad-abad lalu, keduanya hidup dalam pijakan yang sama. Menikmati udara yang sama, memandang kerlip bintang yang sama, memetik mimpi yang sama di bawah siraman purnama. Namun, sejak munculnya kaum revolusioner yang menganggap bahwa beast adalah makhluk mengerikan, semuanya mulai berubah.

Yah, cukup masuk akal sebenarnya. Manusia yang dapat berubah menjadi serigala cenderung kehilangan akal sehat dan selalu mengikuti insting buas mereka. Hal itu seringkali memicu konflik yang akan berakhir dengan kematian. Entah dari sisi para manusia atau dari sisi para beast. Banyak manusia murni yang was-was dan hidup dalam ketakutan saat berdekatan dengan para beast yang sering berubah dan tak mampu mengendalikan diri mereka. Jadi sejak dideklarasikannya perang untuk memboikot para monster dari peradaban, dunia menjadi terbelah menjadi dua bagian seperti sekarang.

Selama dua puluh satu tahun, Beomgyu harus hidup dalam bayang-bayang. Ketakutan kaumnya akan pembantaian membuatnya hidup dalam pengasingan. Meski hal itu sudah tak ada lagi sejak berpuluh-puluh tahun lalu, tapi trauma yang mengakar tak akan pernah hilang. Para beast yang masih tersisa dari neraka ganas di masa lampau cenderung akan mengambil tepi dunia yang gelap dan tak tersentuh atau setidaknya jauh dari huru-hara kota. Pun dengan keluarga Beomgyu yang memilih tinggal di kaki gunung bersama klan mereka.

Kalau ada yang bilang, alpha dilahirkan dengan kekayaan melimpah-ruah, maka Beomgyu tak akan segan menampar mulutnya. Ia seorang alpha, tapi jauh dari kata kaya. Ayah dan ibunya hanya sepasang petani sayur dengan sepetak ladang kecil di satu sisi gunung. Mereka mengais kepingan koin dari menjual kubis dan wortel pada manusia murni yang tinggal dalam gemerlap kota di seberang sungai--sebuah aliran yang membentang lebar dengan arus cukup deras. Itu seperti sebuah pembatas yang memisahkan dua dunia yang saling berkebalikan.

Namanya Sungai Hama. Mengalir dari hulu di sebuah pegunungan raksasa hingga menuju hilir yang tak Beomgyu tahu di mana tempatnya. Sungai inilah yang memisahkan kehidupan para beast dengan manusia murni. Keturunan beast seperti Beomgyu menempati sisi utara, di sekitar gunung-gunung berbatu besar dengan pohon-pohon bersulur panjang. Sementara, manusia murni tinggal di sisi selatan, dalam gedung-gedung megah yang tinggi menjulang.

Leluhur mereka yang menciptakan garis batas tak kasat mata agar beast dan para murni tak lagi bersinggungan. Tak ada yang boleh menyeberang, baik para beast maupun para murni, kecuali mereka yang memiliki izin dari para penjaga perbatasan. Mendapatkan izin untuk menyeberang pun tidak mudah, perlu serangkaian pemeriksaan yang harus dilalui dan jelas sangat melelahkan. Juga, satu-satunya akses untuk saling mengunjungi tempat satu sama lain adalah sebuah jembatan kayu yang telah rapuh di sisi sungai dengan arus paling deras.

Namun bagaimanapun, Beomgyu harus puas dengan kehidupan yang dia miliki. Ia punya orang tua yang menyayanginya, tetangga sesama beast yang tak akan mencaci-maki saat ia berubah menjadi serigala, dan seperangkat alat lukis yang dirinya beli secara diam-diam di pusat kota.

Ah, ya. Beomgyu terkadang menjadi anak yang sedikit nakal. Ia senang mengambil surat izin menyeberang milik orang tuanya untuk melakukan hal-hal remeh seperti berkeliling kota atau mampir di kedai-kedai yang menarik perhatian. Namun, ia cukup patuh untuk menjadi anak serigala baik dengan tidak menimbulkan kegaduhan tiap kali dirinya menyeberang. Jadi tak pernah ada masalah saat kakinya menapak di antara kerumunan manusia murni yang berlalu-lalang.

Mungkin selera Beomgyu bisa dikatakan kuno. Di masa yang cukup modern seperti sekarang, melukis jelas bukan hal yang menyenangkan. Namun, Beomgyu tak punya banyak uang untuk ia tukar dengan sebuah kamera yang mampu membidik pemandangan. Mampu untuk membeli satu palet saja ia sudah sangat senang. Jadi dirinya harus merasa cukup untuk itu.

Sore ini, seperti biasa Beomgyu menata kanvas dan peralatan lukisnya di tepi sungai. Ia akan menggambar gedung pencakar langit di seberang. Sejak dulu, spot ini selalu menjadi tempat favoritnya. Ia bisa mencetak segala imajinasinya ke dalam hamparan kertas putih, menuangkan warna-warna yang saling tumpang-tindih, lantas membentuk pola-pola abstrak dengan beberapa polesan. Maniknya baru akan menyorot objek yang ia pilih saat rungunya menangkap sebuah suara asing di sekitarnya. Ia lantas memutar kepala, mencari sumber suara yang terdengar seperti rintihan kesakitan.

Kuas dalam genggaman Beomgyu jatuh ke tanah saat ia menemukan sesosok lelaki tergeletak tak berdaya di bawah pohon yang berada tepat di tepi sungai--hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri. Lelaki itu basah dan berantakan. Pakaiannya terkoyak dan tubuhnya penuh noda lumpur.

Ada rasa gentar yang menyelimuti Beomgyu. Saat ini, di depannya, ada seorang lelaki. Lebih tepatnya, manusia murni yang entah bagaimana bisa terdampar di kawasannya. Mulanya Beomgyu ingin abai, tapi saat netranya tak sengaja bertemu milik orang itu, ada dentuman aneh yang menghantam dadanya. Ia merasa begitu sesak, terlebih saat hidungnya menangkap aroma manis yang menguar dengan begitu kuat. Kepalanya mulai terasa berkunang.

"T, tolong... tolong aku..."

Sesaat berikutnya, Beomgyu tersadar. Ada sesuatu yang salah. Sangat-sangat salah.

Saat ini, di depannya, ada seorang manusia murni yang terdampar. Dan dia adalah seorang omega ... yang sedang heat.

"S, sakit... tolong..."

Oh, sial. Suaranya membuat tangan Beomgyu bergetar.

"Kumohon..."

Brengsek. Beomgyu kehilangan akal sehat.

.
.
.

[to be continued...]

River Side (Extended Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang