Chapter Dua

124 16 0
                                    

Dua

Sebut Namaku, Alpha

Warning 18+
(contains explicit and vulgar content)

Ruangan yang panas, udara yang lembap, sepasang tubuh yang berpeluh. Batas kesadaran Beomgyu telah terkikis hingga tandas. Sepasang lengannya kini mengungkung omega manis yang tak berdaya di bawah kuasanya. Telak, serigalanya melolong tanpa henti. Omega itu terlihat panas, kusut, berantakan. Wajahnya memerah seperti tomat, deru napasnya putus-putus, bibirnya yang bengkak setengah terbuka--mengais udara dengan susah payah. Matanya yang cantik kini mengeluarkan bulir-bulir kristal yang membanjiri pipi. Lenguhannya yang nyaring membuat arogansi Beomgyu membumbung tinggi.

"Alpha--ahh... lebih dalam."

Maka Beomgyu kembali menghentak, lebih kuat dan dalam. Membenamkan miliknya pada tempat terhangat yang membuat sang omega menancapkan kuku-kukunya di punggung Beomgyu.

"Seperti ini? Haa... kau suka?"

"Ngh... ya, s-suka."

Ini gila. Beomgyu pasti gila. Omega ini meluluhlantakkan akal sehatnya. Ia sempit, ia panas, ia begitu menggoda. Beomgyu tak sadar sejak kapan sepasang taringnya muncul. Yang dirinya tahu, ia ingin sekali mengecap manis yang pekat dari tubuh sang omega, lagi dan lagi. Feromon yang menguar dan bercampur dengan miliknya terasa begitu memabukkan.

Ugh. Beomgyu begitu pening. Ia berada di ambang batas antara kewarasan dan kegilaan yang menggerogoti kepala. Serigalanya terus menyuruhnya untuk mengambil manis dari sang omega, tapi kepingan akal sehatnya dengan keras melarang. Tidak. Beomgyu tidak boleh sampai kelepasan.

Namun apa daya, Beomgyu tidak tahan. Omega itu kembali melepaskan feromon pekat yang membuat Beomgyu mengerang. Insting binatang kini sudah menguasai sepenuhnya. Saat sang omega terasa semakin menjepit, ia merunduk. Beomgyu kembali menyesap bibirnya yang merekah bagai mawar, kemudian bergerak turun ke area leher yang jenjang setelah puas. Maniknya yang berkilat kini menangkap bercak merah keunguan yang tersebar di mana-mana.

Huh, cantik. Hasil lukisannya begitu apik.

Tubuh omega dalam rengkuhannya bergetar, tanda pelepasannya akan tiba. Beomgyu sudah tak lagi menghitung berapa kali putih mereka keluar. Yang keduanya rasakan hanya lapar, lapar, dan lapar. Serigala mereka terus melolong dan bersahutan minta dipuaskan. Maka saat sang omega mengerang, Beomgyu menancapkan taring-taring tajamnya di leher lelaki itu dengan kuat, tepat di tengkuknya. Lelehan darah mulai mengalir keluar. Terasa begitu manis, tepat seperti yang Beomgyu terka. Ia menyesapnya rakus, serigalanya begitu haus.

Sang omega menjerit kencang saat merasakan perih dan panas yang menyengat di sisi kulitnya. Darahnya terasa mendidih, seolah ia tengah dilebur dalam api yang begitu membakar. Pandangannya semakin mengabur, tenaganya habis setelah pelepasan. Ia menggigil saat merasakan hentakan yang semakin kuat di dalamnya. Tangannya yang gemetar berusaha meraih pipi sang alpha yang menatapnya begitu dalam dengan mata berpijar keemasan. Wajahnya begitu dekat, pucuk hidung mereka bersentuhan. Ia bisa merasakan embusan napas sang alpha yang semakin panas. Ini aneh, tapi rasanya luar biasa.

"Alpha,"

Dan Beomgyu semakin menghentak.

"Sebut namaku, haa... Alpha."

Beomgyu menggeram rendah. Ia akan segera menyusul.

"T-taehyun."

Omega itu mengeja namanya sendiri dengan kepayahan. Kesadarannya semakin menipis. Dan sebelum semuanya menggelap, suara rendah yang menyelinap masuk ke telinga membuat dadanya berdentum dengan keras.

"Taehyun... omegaku."

MASALAH BESAR. Beomgyu mengacak rambutnya frustrasi. Ia mengerang kesal, berkali-kali mengutuk dirinya sendiri dengan sebutan binatang jalang. Secara sembarang ia melempar kerikil-kerikil kecil ke sungai. Saat ini, Beomgyu tengah melarikan diri. Bersembunyi di balik pohon besar sambil merenungi semua hal yang terjadi.

Beomgyu mendapati sisi kasurnya terasa hangat pagi ini. Saat ia membuka mata, pemandangan pertama yang menyambutnya adalah sesosok omega tengah terlelap dalam dekapannya. Itu omega yang sama, yang ia tolong selama dua hari belakangan.

Uh, oke. Beomgyu sendiri merasa begitu samar dengan pertolongan yang ia berikan. Yang ia ingat saat itu adalah membawa si omega asing pulang tanpa berpikir panjang. Ia nekat membawanya ke rumah karena orang tuanya tengah pergi ke ladang dan baru akan pulang dua minggu kemudian.

Selanjutnya ia ingat membantu si omega membersihkan diri di kamar mandi, menggosok rambutnya yang kemerahan bagai delima, membilas kulitnya yang seputih susu, lalu, uh, semuanya terjadi begitu saja. Ia tak ingat apapun lagi selain membawa omega itu ke ranjang dan akhirnya memberi pertolongan pertama padanya yang tengah dilanda gelombang heat.

Beomgyu pikir hanya sebatas itu. Namun, saat ia mendapati guratan abstrak yang tersebar dari tengkuk hingga sisi leher si omega, kepalanya terasa berdenyut dengan sangat kencang. Beomgyu ... tanpa sadar menandainya.

Ia menandai seorang omega. Omega asing dari keturunan manusia.

Argh, serigala sialan!

Itu buruk. Sangat buruk. Kalau ayahnya tahu, bisa-bisa Beomgyu dihajar habis dan diarak keliling desa. Ugh, membayangkannya saja membuat ia merasa ngilu. Beomgyu menyesal kenapa ia tak ikut serta orang tuanya berkebun di ladang yang berkilo-kilo jaraknya dari rumah. Namun, saat ia teringat sesuatu, kedua matanya menjadi terbuka begitu lebar.

Paman.

Ya, paman.

Ayahnya melarang Beomgyu ikut ke ladang karena pamannya akan berkunjung dalam empat hari. Dan itu adalah... hari ini.

Crap.

Beomgyu salah. Ia tak seharusnya berada di tempat ini saat sang paman mungkin tengah mengetuk pintu rumahnya sekarang. Ia harus pulang. Ia tak boleh membiarkan pamannya tahu soal omega yang ia tiduri itu. Beomgyu harus bergegas.

Dan ... terlambat.

Pamannya punya kaki yang panjang. Beomgyu hanya bisa mematung di ambang pintu saat pria itu tengah duduk berseberangan dengan si omega di ruang tamu dalam keadaan yang terasa mencekam. Atmosfer di sekitarnya terasa begitu dingin, seolah mampu membekukan.

Manik setajam elang itu lantas melirik ke arah Beomgyu, bagai mengulitinya hidup-hidup.

"Duduk, Silver."

Ah. Ini buruk. Beomgyu lantas melarikan matanya pada si omega yang menundukkan kepala sambil jemarinya meremat ujung piyama. Ia menarik napas sebelum akhirnya mengambil tempat di sebelah sang omega.

"Paman, aku bisa jelaskan."

.
.
.

[to be continued...]

River Side (Extended Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang