Bab 8. Rencana Perjalanan

34 12 6
                                    

Boleh banget vote dan komen, ya.

Biar authornya semangat nulisnya. Happy reading!

.
.
.

Renjana merasa hari-harinya terasa lebih menyenangkan dengan kehadiran Papanya dan Juan. Hanya tiga hari, namun itu terasa luar biasa. Meski sang papa menginap di hotel, setidaknya hari-harinya dihabiskan bersama.

Seperti siang itu, mereka ada sedang menikmati irisan rujak buah buatan Bi Marti di ruang tengah. Papa yang sibuk Work From Home menemaninya yang mengisi berkas-berkas pendaftaran bersama Juan.

Minus Mama.

Ya, Laras bekerja seperti biasa dan membiarkan anak-anaknya menikmati waktu mereka bersama Pradipta. Laras sendiri tidak ingin kehadirannya justru membuat canggung suasana karena hubungannya dan Pradipta.

"Pa, enak kali ya kalau aku serumah sama Papa tiap hari," gumam Renjana yang kini rebahan di sofa samping Pradipta.

"Lah, kamu maunya gimana? Tinggal sama Papa atau ngekos?"

"Kemarin di tawarin sewa rumah bareng Rion sih, tapi kayaknya Ren mau sama Papa aja."

"Nggak mau temenin Rion, nanti dia sendirian dong?"

"Em, iya juga, tapi Ren mau sama Papa."

"Awas nyusahin gue," celetuk Juan yang sejak tadi sibuk mabar game kesayangannya.

Mendengar ocehan sang kakak, Ren hanya mencibir dan melempar Juan dengan bantal sofa. Dia sudah lama membayangkan tinggal bersama Papanya untuk waktu yang lama, apakah sama menyenangkannya dengan tinggal bersama mamanya?

"Tapi, Papa nggak keberatan kan, kalau Ren tinggal sama kalian?"

Mendengar itu seketika Pradipta menghentikan aktivitasnya yang sedang mengecek rancangan gambar proyek. Matanya menatap Ren dengan tatapan seolah menyesal dan sedikit sendu meski kemudian ekspresi itu digantikan oleh sebuah senyuman hangat.

"Kenapa Papa harus keberatan dengan kedatangan anak Papa sendiri?" diulurkannya tangan kanannya ke arah putra bungsunya itu yang langsung disambut oleh Renjana yang mendekat dan memeluknya.

"Kamu itu anak Papa, kesayangan Papa, kenapa Papa harus keberatan?" ucapnya sembari mengelus surai hitam Renjana. "Papa minta maaf tidak punya banyak waktu untuk kamu selama ini. Papa janji, akan menebus semua waktu yang hilang saat kita tinggal bersama nanti."

Renjana memeluk pria yang menjadi sosok pelindungnya itu dengan erat. "Ren kangen Papa."

Ada setitik rasa sesak dalam diri seorang Pradipta, ketika mendengar ucapan anaknya itu. Rasa sakit yang membuatnya ingin mengucap maaf jutaan kali pada Renjana.

"Papa juga, maafin Papa ya. Karena Papa tidak memiliki banyak waktu sama kamu." Anggukan pelan dari Renjana membuat Pradipta tersenyum.

"Terus aja terusss! Cuekin gue, abaikan gueee!" omel Juan yang kini menatap kesal keduanya.

"Sini Juan, mau aku peluk juga?" goda Renjana.

"Ogah!"

Pradipta tersenyum melihat kedua anaknya yang sangat berbeda sikap itu. Juandra mirip sepertinya, canggung saat bercanda meskipun humornya receh dan tidak bisa mengatakan hal-hal manis secara langsung, lebih suka bertindak. Sementara Renjana bisa mengekspresikan perasaannya secara langsung, tapi khusus pada orang-orang yang sudah dianggapnya dekat saja. Renjana cukup sulit dekat dengan orang baru, mirip seperti-nya. Yang terkesan angkuh saat belum saling kenal namun begitu setia dan loyal jika sudah dekat.

Di Bawah Atap Yang RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang