Kebenarannya

10 2 0
                                        

            Seminggu kemudian, di suatu pagi yang dibasahi hujan. Kuna masih setengah tertidur, ketika John dan kakek tua yang membawa Kuna ke ruangan John masuk ke ruangan Kuna.


"Selamat pagi. Apakah tidurmu nyenyak?"

"Budayakan mengetuk pintu sebelum masuk, Pak Tua. Eh, ada dua ternyata."

Melihat kehadiran dua orang tua itu, Kuna langsung bangun dan duduk bersandar di tempat tidurnya.

"Sangat ramah. Seramah Gordon Ramsay ketika melihat salmon yang mentah."

"Nyonya, tolong berperilakulah yang sopan di hadapan Tuan Besar."

"Pertama, aku tidak memercayai orang yang kau panggil Tuan Besar itu. Kedua, siapa kau untuk mengaturku? Memang kau ibuku?"

"Setidaknya aku mau mengaturmu."

Hati Kuna seakan tertusuk seribu jarum. Di hadapan kakek Kepala Pelayan, mukanya tertunduk sedih. John yang melihat itu segera menegur kepala pelayan, dan menenangkan Kuna.

"Jangan berkata seperti itu, Kepala Pelayan. Kuna, maafkan dia. Dia tidak bermaksud seperti itu."

"Kalau begitu, apa maksudnya? Buat apa kalian membawaku ke sini untuk membohongi dan mencaci makiku? Tempat yang dulu kupanggil rumah lebih baik daripada tempat ini, walau tidak ada kasih sayang."

John dan Kepala Pelayan hanya bisa terdiam.

"Hey Kuna, percayalah, kamu hanya paranoid. Kami tidak bermaksud buruk. Maafkan kami jika kami terlihat jahat atau tidak peduli kepadamu. Kami berjanji akan berubah."

"Simpanlah kata – katamu, pak tua. Keluarlah."

"Apa katamu?"

Kepala Pelayan sekali lagi menaikkan suaranya, seakan mengancam Kuna. Kuna yang hatinya terpecah bagai piring beling yang jatuh ke lantai tidak bisa menahan perasaannya lagi. Dia sudah tidak tahan.

"PERGILAH! ORANG – ORANG DI RUMAH INI SEMUANYA SAMA SAJA!"

"DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!"

Di tengah panasnya momen, Kepala Pelayan kehilangan dirinya sendiri. Kepala Pelayan melayangkan tangannya ke wajah Kuna, bermaksud untuk menamparnya. Namun, John menghentikannya di waktu yang tepat.

"KEPALA PELAYAN! APA MAKSUDMU?"

Kepala Pelayan terkejut ketika tangannya ditahan oleh John. Proses pikirnya kembali berjalan, dan ia mulai berpikir secara rasional kembali.


"Keluar sekarang. Tunggu aku di mobil. Ketika aku datang, pastikan mobil itu siap jalan."

"B-baik, tuanku."

Kepala Pelayan dengan terburu – buru meninggalkan ruangan, meninggalkan Kuna dan John di ruangan yang sama.

"Kami ke sini hanya untuk memberi kabar bahwa kita akan pergi untuk sementara. Kami hanya ingin pamit terlebih dahulu."

Kuna sudah tidak menanggapi John. Matanya terlihat sayup. Seperti akan meledak kapan saja. John menyadari hal ini, dan meninggalkan ruangan dengan Kuna yang masih menangis. Hari itu, Kuna tidak keluar kamar sama sekali. Saat itu, hujan masih deras.

Kuna bangun keesokan harinya, dengan hari yang mendung dan jalanan yang banjir.

'Hujan lagi,' pikirnya.

Kuna bahkan tidak berusaha untuk bangun dan mengangkat dirinya. Ia hanya tertidur di ranjangnya, sampai siang hari.

"Permisi, Nyonya."

Piak AntuWhere stories live. Discover now