1 - Awal Bertemu Aryagani

9 1 0
                                    

Visha mengamati kaca lebar yang ada di depannya, "Janji ini terakhir aku ketemu sama pria pilihan Mama?" ucap Visha sebal sembari mengamati penampilannya, gadis cantik itu mengenakan dress warna nude yag sangat nyentrik dengan kulit kuning langsatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Visha mengamati kaca lebar yang ada di depannya, "Janji ini terakhir aku ketemu sama pria pilihan Mama?" ucap Visha sebal sembari mengamati penampilannya, gadis cantik itu mengenakan dress warna nude yag sangat nyentrik dengan kulit kuning langsatnya.

Ya, baru kemarin ia ulangtahun ke 23 tahun, tapi Mamanya sudah sibuk membawakan pria pilihannya untuk bertemu dengan Visha. Bu Rema sangat berharap anak tunggalnya itu segera menikah. Bu Rema sudah sangat ingin menimang cucu.

"Iya sayang, ini Mama jamin bibit unggul, Aryagani itu ganteng, penyayang, anaknya juga baik banget."

Visha menghela nafas panjang, Aryagani? Baru mendengar namanya saja Visha sudah tidak mood. Nama yang menurut Visha sangat kuno, 'namanya saja kuno apalagi orangnya' batin Visha dalam hati.

"Kemarin Mama bilangnya juga baik dan bla bla bla, tapi nyatanya apa? baru kenal beberapa hari udah berani pegang-pegang tangan." Sebal Visha.

Visha ingat sekali pria yang bernama Haqi itu. Yang katanya lulusan salah satu pesantren terbaik di jawa, tapi baru jalan satu kali pria itu dengan berani melakukan kontak fisik dengan Visha, bahkan Haqi sempat berniat mencium Visha di pertemuan ke dua mereka, saat Haqi mengajak Visha bertemu di salah satu restoran privat. Jika ingat dengan kejadian itu Visha rasanya ingin mutah.

Ya, visha memang gadis biasa yang masih suka mengenakan baju terbuka, fashion desainer kondang itu belum ada niatan untuk mengenakan hijab dan menutup aurotnya.

"Yang bilang Haqi baik kan papa kamu sayang, bukan Mama kan?"

"Kalau ini pilihan Mama?" Visha berbalik, menatap sang Mama dengan tatapan lelah. Baru juga Visha pulang kerja dan ingin merebahkan diri, tapi Mamanya malah menyuruhnya untuk bersiap dan berdadan rapi kembali karena akan ada tamu datang.

Bu Rema mengangguk semangat. "Dia ganteng banget, cocok sama anak Mama yang cantik ini."

Visha mengangguk. "Kalau nanti ternyata Visha kurang suka sama Aryagani gimana? Mah ngomong-ngomong ini serius namanya Aryagani?"

"Mama yakin pasti kamu suka. Iya, Aryagani, kenapa memangnya?"

"Kuno banget namanya, lagian selera Visha dan Mama kan beda."

"Visha, kamu kalau kuwalat gimana? Itu naman bukan nama sembarangan, yang memberi nama saja—"

"Pokoknya kalau nanti Visha kurang cocok mama berhenti menyibukkan diri mencarikan Visha calon, Visha mau cari sendiri."

"Cari sendiri?" Rema terkekeh mendengar penuturan anak semata wayangnya itu.

"Visha, kamu itu udah jomblo ber abad-abad. Nggak pernah kamu bawa cowo ke rumah. Tindakan Mama seperti ini merupakan antisipasi biar kamu nggak jadi perawan tua." Ucapan Rema sedikit membuat hati Visha sakit. Tapi ada benarnya juga, selama ini Visha tidak pernah membawa pria pilihannya ke Mama atau Papanya. Bahkan selama ini Visha belum pernah pacaran. Walaupun banyak sekali pria yang mengajaknya menjalin hubungan, Visha menolaknya. Visha juga bukan tipe perempuan yang manja, yang butuh perhatian dari laki-laki lain seperti perempuan lain yang inginkan saat berpacaran.

Jujur, rasa takut yang Visha alami ini karena efek perselingkuhan orangtuanya di masa lalu, Papa Visha pernah menyelingkuhi Mama Visha hingga kejadian itu melekat di dalam otak Visha dan menjadi trust issue sendiri di dalam diri Visha. Sampai saat ini Visha belum berani membuka hatinya, Visha belum siap jika suatu saat ia kecewa dengan pilihannya.

"Kalau kamu nggak cocok sama Aryagani, Mama nggak akan paksa kamu sayang. Tapi nanti kamu temui Aryagani dulu ya, kamu harus baik dan respon ramah dia. Jangan judes. Okay?"

Visha mengangguk, menoleh saat mendengar suara mobil masuk ke halaman rumahnya. Kebetulan kamar visha berada lantai 1 yang berhadapan langsung dengan halaman depan.

"Kayaknya Nak Gani udah datang deh," ucap Rema sembari menggandeng tangan Visha, gandingan erat seolah takut kalau Visha kabur dan menggagalkan perjodohan ini.

***

Visha tak henti mengamati pria yang duduk di depannya. Pria dengan wajah tegas manis dan tubuh tinggi tegap itu cukup membuat Visha bernafas lega. Tumben Mamanya membawakan pria yang lumayan enak di pandang. Biasanya muka asal dibawa kerumah.

"Gani." Ucap Gani sembari menganggukkan kepala. Visha tahu kalau Gani sedang memperkenalkan diri.

"Visha." balas Visha.

"Oh ya, kalau gitu, Mama sama Papa kebelakang dulu ya, kalian ngobrol santai dulu aja. Nak Gani, Tante tinggal dulu ya." Rema menggeret tangan suaminya agar mau berdiri. Walaupun Haribawa seperti enggan dan susah untuk meninggalkan anak gadisnya berduaan dengan pria lain.

"Ayo Mas." Lirih Rema.

"Visha harus ada yang jaga. Kalau Aryagani macam-macam gimana?" balas Bawa dengan nada suara pelan, hingga hanya Rema yang mendengar ucapannya.

"Kamu kira Gani secabul pria pilihanmu kemarin apa?" sengit Rema sambil terus menggeret suaminya agar segera berdiri dan membiarkan Visha dan Gani ngobol berdua.

Khemmm

Visha berdeham karena merasa kalau perbincangan kedua orangtuanya mulai ia dengar.

"Kalau Papa mau disini nggak papa Ma, kita ngobrol bareng aja." Ucap Visha.

Bawa mengangguk, menghempaskan tangan istrinya dan duduk di samping Visha kembali.

"Ngobrol bareng saja Tante, biar rame." Ucap Gani dengan wajah ramahnya.

Rema akhirnya duduk di samping Bawa.

Gani mulai menceritakan kesibukannya saat ini. Bahkan Gani mulai akrab dengan Bawa. Tak dapat di pungkiri, Visha mulai tertarik dengan Gani. Dari karakter Gani saat ini sangat mencerminkan kalau Pendidikan pria itu tinggi. Lalu cara bicara dengan Papanya juga Visha suka. Gani bukan tipe pria yang mau unggul dari orang lain. Pria tampan itu mempunyai karakter yang rendah hati.

Dan akhirnya Visha setuju untuk melakukan perkenalan lebih jauh dengan Gani.

***

TravishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang