MENGENAL

207 29 4
                                    

Matahari begitu terik dengan langit cerah tanpa awan. Meski terselingi oleh angin namun sinarnya seakan mampu menembus kulit. Musim kemarau tidak pernah jadi favorit Sasuke. Dia lebih suka musim dingin meski kepingan salju yang turun terasa menusuk hingga ke tulang.

Rasanya lelah setelah hampir setengah hari menata apartemennya. Diam-diam ia bersyukur karena ada Naruto dan Sakura yang banyak membantu dalam urusan berberes maupun menyediakan kebutuhannya.

Kakashi benar-benar memanjakannya. Pria itu menyediakan fasilitas tempat tinggal yang cukup nyaman untuknya meski Sasuke bilang dia tidak akan tinggal untuk waktu yang lama. Namun Kakashi tetap Kakashi, alih-alih menyetujui, dia malah menyuruh Sasuke untuk mengambil lebih banyak cuti.

Menilik sekitar, apartemen Sasuke tidak begitu luas namun juga tak dapat dikatakan kecil. Itu pas untuknya. Ranjang yang cukup besar untuk berguling-guling di atasnya. Dapur juga kamar mandi yang bersih. Lengkap dengan ruang tamu dengan sofa panjang berwarna abu.

Justru ini lebih dari cukup, pikir Sasuke.

Kipas angin berdesing kencang tapi sengatan hawa panas musim kemarau tidak berkurang sedikit pun. Naruto terus berceloteh tanpa henti, sesekali menggerutu dengan tangan yang tak berhenti mengipas wajahnya. Baju yang dikenakannya tampak basah oleh keringat. Sasuke pun tak jauh berbeda.

Sayup-sayup terdengar suara pisau dari arah dapur. Sepertinya Sakura sedang membuat sesuatu. Berbeda dari Naruto, gadis itu tak banyak mengeluh kini. Meski terkadang dia juga menegur Naruto.

Memori Sasuke berputar pada kenangan beberapa tahun lalu. Sejak dulu Sakura dan Naruto terlihat akrab meskipun Sakura lebih sering bersikap kasar pada pria berambut kuning jabrik tersebut. Namun interaksi keduanya jauh lebih baik saat ini, hanya saja Sakura memang tidak bisa berhenti mengomeli Naruto sepanjang hari.

Gadis itu. Haruno Sakura memang cerewet.

Tak

"Kakashi sensei tidak bisa datang, tapi dia menyuruhku membelikan ini untuk kita makan." Sakura kembali dengan nampan plastik. Sepiring besar penuh dengan potongan buah semangka, tiga gelas berisi air putih, juga beberapa potong onigiri.

"Kakashi sensei yang terbaik!" Naruto segera bangun dari posisinya. Tangannya merambat dan meraih sepotong semangka sebelum memakannya dengan beringas.

"Segar sekali dattebayyo!"

"Makan pelan-pelan, baka! Kau bisa tersedak bijinya." Baru sedetik peringatan itu dikeluarkan, Naruto terbatuk hebat dan membuat dua orang di sampingnya terlonjak kaget.

"Kubilang apa?"

Ditengah kepanikan itu Sakura berusaha membantu Naruto dengan memukul punggungnya. Sementara Naruto terlihat semakin kesakitan dan terbatuk-batuk keras hingga biji semangka —yang membuatnya nyaris sekarat— keluar dari mulutnya. Meletus dan menggelinding di lantai apartemen.

Naruto menatap Sakura dengan horor. Punggungnya terasa kebas dan perih. Tangannya menggapai segelas air dan meneguknya hingga tandas.

"Aku pikir aku akan mati konyol tadi." Tidak seorang pun menanggapi ucapan bodoh Naruto. Mata biru itu memicing pada Sasuke yang hanya terdiam saja memandang segalanya.

"Dan kau Sasuke, kau sama saja. Kenapa kau tidak membantuku tadi?"

"Untuk apa?" Jawaban singkat dari Sasuke hanya semakin memperburuk suasana hatinya.

Sasuke tak dapat mengalihkan pandangannya dari Sakura yang mengomeli Naruto untuk kesekian kalinya. Gadis itu, meski dengan mulut cerewetnya namun dia tetap peduli akan segalanya. Selalu ikut campur dalam segala hal. Tak segan mengulur tangan untuk sebuah bantuan.

Tak dipungkiri lagi jika Sakura memiliki banyak orang disisinya. Kebaikan, kepedulian, serta kerja kerasnya telah membangun image untuk dirinya sendiri.

Seorang gadis tangguh yang baik. Begitulah Sasuke mengenalnya.

Gadis yang cerdas dan cekatan, sedikit keras kepala dan sering merepotkan diri sendiri untuk orang lain.

"Sasuke-kun?" Suara itu kembali menyadarkannya. Ia menatap uluran tangan kecil itu. "Aku membuat onigiri karena kudengar Sasuke-kun suka ini," ungkap Sakura.

Sejenak Sasuke memandang onigiri yang berada ditangan Sakura sebelum meraihnya dengan tangan kanannya yang tersisa.

"Sejak kapan kau belajar memasak?" Tanya Naruto.

"Aku minta Hinata mengajariku tadi pagi," jawab Sakura.

"Kapan?"

"Kau banyak sekali bertanya! Makan saja, shannaro!"

Sementara itu, disisi lain Sasuke lebih memilih mencoba onigiri yang telah didapatkannya. Makanan itu masih terasa sedikit hangat ditangannya. Dia mulai memakan onigiri itu tanpa mempedulikan perdebatan Sakura dengan Naruto.

Enak, pikir Sasuke.

Meski bentuknya tidak begitu rapi dari yang dilihat, setidaknya rasanya masih nikmat di lidah. Pada gigitan kedua, Sasuke mengernyit samar. Sakura seperti menambahkan sesuatu ke dalam onigiri yang dibuatnya. "Aku menambahkan ayam sebagai isian onigirinya. Apakah itu enak?" Tanya Sakura.

Sasuke memandang diam isian ayam dalam onigiri yang dimaksudkan Sakura. Benar, ada beberapa suwir ayam diletakkan di bagian dalam onigiri. Ini semakin mengingatkan Sasuke pada masa lalunya. Di mana ibunya —Uchiha Mikoto— membuat bekal onigirinya dengan berbagai isian. Dan salah satu isian favoritnya adalah ayam.

Sasuke tersenyum tipis.

"Ini enak."

To Be Continue

By the way, happy eid mubarak bagi yang merayakan! Hehe, maap ucapinnya telat beberapa hari T^T

As always, hope U like it. Jangan lupa tekan tanda 'bintangnya' atau kasih komentar ♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang