1

112 10 2
                                    

"Udah semua, Sam?"
"Beres."
"Sip. Semoga laris kaya biasa."

Potongan dialog dari saudara kembar bernama Atsumu Miya dan Osamu Miya itu hampir setiap hari terucap. Sudah seperti mantra saja. Hari ini, mereka berjualan seperti biasa.
Menata berbagai makanan pendamping dan makanan berat berupa nasi kucing serta berbagai macam sate-satean di lapak angkringan mereka dengan begitu rapi dan menarik.

Si Kembar tampan ini memiliki usaha dagang berupa angkringan yang kini sudah cukup terkenal, terutama di kalangan mahasiswa.
Selain murah, makanan yang mereka sajikan juga tentu saja enak. Tak lupa, beberapa jenis minuman yang menyegarkan juga mereka hadirkan untuk melengkapi deretan menu mereka.

Tak hanya itu, mereka juga menyajikan keramahan pada para pembelinya. Tak jarang mereka mendengarkan curhatan para mahasiswa yang gabut menghabiskan malam Minggu atau memang ingin mencari penyegaran pikiran sambil makan.
Jadi jangan heran jika "Angkringan Miya" ini ramai setiap malamnya.

Malam ini berlangsung seperti biasa. Ramai lancar seperti jalanan. Beberapa pemuda nampak menikmati makanan dan minuman mereka sembari berbincang asik.
Atsumu baru saja selesai membakar beberapa tusuk sate kulit pesanan pembeli. Setidaknya dia bisa istirahat sejenak sambil meminum air dinginnya.

"Rame, Sam." Ucap Atsumu pada adik kembarnya.
"Iya. Kaya biasanya." Jawab Osamu sambil melihat para pembelinya yang pada lesehan di tikar.

Disela-sela waktu senggang mereka, datanglah dua orang pemuda yang masih mengenakan almamater universitas mereka. Atsumu dan Osamu kenal dengan logo univ yang menempel gagah di dada kiri almamater itu.
Salah satu universitas mahal yang ada di dekat sini. Rata-rata yang masuk kesana adalah anak orang kaya raya dari berbagai daerah.

"Permisi." Ucap salah satu pemuda berambut coklat.
"Owalah, Komori." Jawab Atsumu enteng saat ia tahu siapa yang datang. Komori Motoya, salah satu pelanggan tetap Angkringan Miya.
"Halo, Tsum. Pesen kaya biasa ya."
Saking seringnya Komori datang, Si Kembar sampai hapal apa yang akan dimakan anak itu di warung mereka.
"Siap. Duduk dulu. Mau disini apa lesehan paling ujung sana?"
"Sini aja deh."

Komori lalu mendudukan diri di kursi kayu yang langsung menghadap Atsumu dan Osamu yang sedang sibuk membuatkan pesanannya. Didepan matanya berjejer rapi berbagai macam makanan pendamping dan lauk yang sangat menggoda napsu makan Komori.
"Kamu mau apa?" Tanya Komori pada cowok di sampingnya.
"Jahe? Teh? Teh melati? Lemontea anget? Atau apa? Jangan diem melulu."
Si cowok bermasker itu nampak menelisik sekitarnya. Dia juga memperhatikan makanan yang ada didepannya itu dengan amat serius.
"Tenang aja. Makanan disini bersih, higienis. Nih buktinya aku sering kesini juga sehat-sehat aja. Sesekali biar kamu tahu kalau gak semua yang murah itu gak enak. Buruan mau apa!?" Ucap Komori mulai agak nyolot. Hari ini agak berat baginya. Makanya dia capek dan gampang marah. Sensi!

Si cowok bermasker itu menghela napas. Sepupunya itu kalau sudah ngomel, bisa ngalahin kereta cepetnya. Berisik sampai bisa bikin sakit kepala.
"Teh melati hangat."
"Apa lagi? Udah? Makanannya ambil sendiri itu bungkusan di depanmu isinya nasi sama lauk. Kalau lauknya kurang, juga ambil sendiri itu banyak didepan matamu."
Atsumu yang mendengar Komori berucap sambil sesekali menggigit sate usus itu tak bisa menahan tawanya. Biasanya anak itu tenang, namun entah kenapa malam ini dia jadi sangat sensi.
"Teh melatinya mau manis atau tawar, Mas?" Tanya Atsumu pada Sakusa. Nada bicara yang halus, sopan dan disertai dengan senyuman ramah. Pasalnya si cowok yang dibawa Komori ini belum pernah datang ke angkringannya. Jadi Atsumu harus makin sopan pada pembeli baru.
"Manis." Jawabnya singkat.

Atsumu lalu membuatkan minuman pesanan itu. Sesekali dia mengobrol dengan Komori. Tak lupa, Osamu juga ikut nimbrung. Jadilah Komori curhat sambil makan. Katanya dia capek banget, kuliahnya bikin capek banget hari ini. Makanya dia jadi sensi. Sudah capek, lapar pula. Makin menjadi-jadi sensinya.

TEH MELATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang