2

61 11 2
                                    

Beberapa pepatah berkata, merantau lah maka kau akan tahu kehidupan yang sebenarnya. Mungkin perkataan itu benar adanya. Walau setiap orang merantau tidak untuk bekerja, namun setiap orang memiliki perjuangannya masing-masing. Jangan dibandingkan, semua sudah ada porsinya sendiri-sendiri. Karena kalian adalah tokoh utama di hidup kalian.

Kegiatan Si Kembar setiap harinya tidak jauh dari kata berjualan dan menyiapkan dagangan. Angkringan mereka buka dari sore sampai tengah malam dan terkadang sampai jam 3 pagi jika hari libur. Pembeli mereka yang rata-rata adalah mahasiswa rantauan itu senang sekali menghabiskan waktu malam mereka di angkringan miliknya.

"Sam, ke makam dulu ayok."
Atsumu melihat adiknya masih sibuk mencampur beberapa jenis teh untuk diseduh bersamaan. Sebuah teknik untuk membuat teh tubruk yang enak adalah dengan cara mencampurnya dengan beberapa merk.
"Itu diseduh nanti aja." Ajak Atsumu lagi. Ini adalah hari Kamis, biasanya mereka akan ke makam ibu dan ayah mereka setelah mereka selesai berbelanja untuk keperluan jualan nanti.
"Iya iya." Sang adik itupun menuruti kemauan kakaknya. Mereka berdua lalu bergegas untuk ke makam ibu mereka yang sudah meninggal sejak mereka masih duduk di bangku SMA.

Atsumu dan Osamu hidup sederhana. Tinggal di rumah agak kuno peninggalan ibu mereka. Ayah mereka juga telah tiada jauh saat mereka masih kecil. Dan kini, mereka hanya punya satu sama lain. Yatim piatu dan harus terus berjuang untuk tetap hidup di kota kelahiran mereka itu.
Osamu memang pandai memasak sejak dia masih SMP. Ibu mereka dulu juga sering meminta Osamu untuk membantu menyiapkan makanan. Maka tak heran jika skill memasak Osamu tidak bisa diragukan. Sementara itu, Atsumu yang lahir lebih dulu adalah tipe orang yang pekerja keras dan selalu semangat. Dia tidak mudah menyerah walau agak urakan. Dia adalah matahari di keluarga Miya. Sosok kakak yang baik yang akan selalu melindungi keluarga kecilnya.

Angin siang yang agak panas mengiringi si kembar yang tengah berdoa di depan pusara sang ibunda. Berdoa agar ibunda mereka ditempatkan di surga bersama ayah mereka yang sudah lebih dulu pergi.
Setelahnya, mereka menaburkan bunga tabur yang sudah mereka bawa dari rumah. Mereka menaburnya untuk makam ibu dan ayahnya secara bergantian.
"Mah, sekarang Osamu udah makin pinter nguleg sambel loh. Dia udah ga minta bantuan abang lagi buat nguleg. Udah makin gede tenaganya sekarang nggak lemesan lagi."
"Pah, Abang masih suka naksir sembarang orang."
"Heh, mulutmu Sam! Papa kan ga tau kita pas gede gini. Jangan ngomong sembarangan kamu." Sentak Atsumu.
"Biarin." Balas Osamu sekenanya.
Tapi perkataan Osamu memang benar sih, Atsumu ini tipe irang yang cukup mudah jatuh cinta. Apalagi kalau sama yang ganteng-ganteng dan tinggi.
Osamu hanya terkekeh. Saling mengejek di depan makam kedua orang tua mereka itu adalah hal yang biasa mereka lakukan. Tak jarang juga saat mereka libur jualan, mereka menghabiskan waktu agak lama di makam untuk ngobrol dengan batu nisan orang tuanya.
Meski jadi terlihat kasihan, namun itu adalah cara mereka mengobati rindu pada orang tua mereka.

Setelah selesai ziarah, mereka berdua lalu berjalan beriringan untuk kembali ke rumah mereka. Memang dasarnya Osamu ini suka makan dan jajan, jadilah dia memaksa Atsumu untuk memilih jalan memutar yang mana jalanan itu penuh dengan penjual makanan ringan maupun berat. Street food adalah hal kesukaan Osamu.
Atsumu dengan agak sabar mengikuti adiknya yang sejak tadi sibuk memilih hendak jajan apa saja. Cuaca panas dan angin yang minim serta ramai orang sungguh benar-benar membuat kesabaran Atsumu semakin menipis.
"Buruan!" Bentak Atsumu. Dia sudah sangat berkeringat. Kedua tangannya juga sudah menenteng beberapa kresek yang berisi jajannya Osamu.
"Iya iya. Tinggal ini doang. Mau sekalian nggak?" Tawar Osamu. Dia sedang membeli jus, lumayan untuk penyegaran kan.
"Jus semangka yang manis, satu." Jawab Atsumu.
"Semangka melulu. Darah rendah mampus ntar."
"Aku buang nih serius." Tantang Atsumu sambil mengangkat tinggi-tinggi kresek jajannya Osamu. Dan Osamu pun langsung panik dibuatnya.

Setelah asik jajan, lalu mereka berdua pulang bergegas pulang. Istirahat sebentar lalu menyiapkan dagangan mereka seperti biasanya. Sudah hampir weekend, biasanya angkringan mereka akan semakin ramai. Tak jarang jika sudah weekend, mereka tutup sampai jam 3 pagi.
Meski begitu, Atsumu dan Osamu melakukannya dengan bahagia. Toh dengan begini, mereka jadi makin punya banyak teman dari berbagai kalangan.

TEH MELATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang