Prolog

29 2 1
                                    

Peringatan! Bab ini mengandung topik sensitif tentang kesehatan mental, bunuh diri, dan kekerasan.

***

Aku meninju wajah seorang gadis. Tapi masalahnya, dia bukan sembarang gadis. Dia sahabatku. Pearl Wiliard, yang sejak satu menit lalu, kurasa, telah menjadi mantan sahabatku.

Hidung gadis itu berdarah dan selama beberapa detik aku merasa jahat karena telah memukulnya. Tetapi mengingat apa yang telah dirinya perbuat terhadap saudari kembarku, aku malah jadi ingin meninjunya lagi-- tidak. Aku ingin membunuhnya. Aku akan melakukannya andai saja ini tidak akan menghancurkan reputasi keluargaku dan membuatku ditahan di rumah sakit jiwa, lalu menjadi gelandangan setelahnya.

Josephine, saudari kembarku, melompat dari gedung Asrama akibat perbuatan Pearl yang merenggut kekasihnya, Alex si buruk rupa. Mereka tertangkap tidur bersama di kamar laki-laki sialan itu. Memang konyol agaknya menjadikan seorang bocah ingusan sebagai perantara hidup dan mati, tapi ini tidak sepenuhnya salah Josey.

Alex adalah satu-satunya orang yang Josey punya. Aku? Well, hubungan kami tak akrab sejak dulu. Dia membenciku karena selalu diutamakan oleh orang tuaku, dibanding dirinya. Meski begitu, jujur saja, aku menyayanginya. Aku selalu ingin memperbaiki hubungan kami, tapi dia kerap menolakku dan menuduhku sebagai penjilat. Agak menyakitkan, memang, tapi aku tak bisa menyalahkan dirinya atas rasa sakit hatinya itu. Aku tetap menyayanyinya.

"Joelene! Cukup!" Seorang guru menarikku sejauh beberapa meter dari tempat Pearl tergeletak.

Tak lama, Kepala Sekolah datang bersama dengan seorang pria-- Tapi masalahnya, dia bukan pria biasa. Pria itu adalah Wali Kota di sini, dan pria itu juga merupakan ... Ayah Pearl.

"Apa yang terjadi pada putriku?!" Tanya pria itu, syok.

"Ayah! Lihat ini, dia menghajarku!" Pearl langsung bangkit begitu mendengar suara sang ayahanda, memeluknya erat seraya menangis keras-keras.

Kepala Sekolah memandangku tak berdaya sejak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tahu dia tahu. Dia tak bermaksud melawanku, dan dia hanya menjalankan tugasnya. Aku tahu dia takut dan bahwa dirinya hanya seorang manusia. Dia tak bisa kehilangan pekerjaannya. Aku tahu itu.

"Kenapa?" Wali Kota memelototiku, tatapannya bertanya-tanya meminta penjelasanku.

"Aku tak tahu, Yah ... Dia memukuliku begitu saja! Kurasa itu karena pada dasarnya dia orang yang benar-benar mengerikan. Bahkan dia telah berhasil membuat saudarinya bunuh diri!"

"Dasar anak jalang, kau bohong--"

"Perhatikan dengan siapa kau bicara, dasar anak kurang ajar!" Wali Kota menampar wajahku dengan kasar, sampai-sampai tamparan itu terasa sangat menyengat di pipiku bahkan setelah beberapa saat.

Pria itu mengeluarkan sebuah amplop dari dalam jasnya dan dia memberikannya pada Kepala Sekolah untuk membungkamnya atas pemandangan barusan.

Yeah, aku tahu apa artinya ini.

"Joelene Roberts, ke ruanganku sekarang juga--"

Aku tak mendengarkannya, lanjut menyerbu Pearl, menariknya dari pelukan sang ayah, menghantamnya tanpa ampun sampai anak itu hilang kesadaran.

Sudah cukup, pikirku. Pearl sudah keterlaluan dan aku sudah terlalu diam. Setelah melakukan hal yang mengerikan, membunuh saudariku, merusak nama baikku, kini dia juga menghancurkan hidupku.

Toh sekarang sudah terlanjur hancur, jadi aku juga akan menghancurkan hidupnya, meski sejujurnya dia pantas mendapatkan yang lebih buruk dari ini.

"Sekarang, takkan ada lagi laki-laki yang mau tidur dengan gadis pincang sepertimu." Bisikku sebelum mematahkan satu kakinya dan meninggalkan penderitaan yang akan membayanginya seumur hidup.

Welcome To Bullworth AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang