"Coba kamu lihat-lihat dulu, sebaiknya apa dulu yang harus dikerjakan..." kata Mas Danu kepadaku.
Siang itu, dihari Minggu yang cerah, aku sedang berada di rumah Mas Danu, mendiskusikan rencana Mas Danu yang ingin merehab rumahnya. Rencananya, seluruh proses rehab rumah ini akan diserahkan padaku.
Aku dan Mas Danu sudah bersahabat sejak kami semua masih bujang. Usianya hanya dua tahun lebih tua dariku. Namun karena pembawaannya yang kalem dan bersahaja, membuatku sejak awal menghormatinya, segan dan sungkan padanya. Itulah kenapa aku membiasakan diri memanggilnya "mas".
Diskusi kami mengalir lancar, diiringi coretan kami pada kertas sketsa yang aku bawa.
"Hayooo... Ini diminum dulu kopinya... Ada pisang goreng juga, masih panas lho..." suara renyah istri mas Danu memutuskan diskusi kami.
Eni, istri mas Danu datang sambil membawa nampan berisi dua gelas kopi panas dan pisang goreng yang masih mengebul harum. Dia kemudian menyusunnya dengan cekatan di meja yang kami gunakan. Terpaksa aku dan mas Danu menyingkirkan dulu kertas coretan kami.
"Silakan diminum kopinya, kak..." kata Eni kepadaku.
"Makasih, dek... Wah kayaknya pas banget nih kopi lawannya pisang goreng..." sahutku.
Sementara aku menikmati kopiku, Eni mendekati suaminya, bertanya ini itu tentang rencana rehab yang sedang kami bahas.
"Kak, ini bisa gak kalo kamar tidurnya dibuatkan kamar mandi di dalam...?" tanya Eni padaku.
Aku yang mendengar Eni bertanya padaku, seketika menoleh padanya. Detik itu juga hatiku terkesiap, tergagap pada sebuah moment yang tak pernah aku sangka.
Eni bertanya sambil matanya menatap padaku.
Tidak... Tidak....
Matanya bukan menatap... Tapi menghujam hingga ke hatiku.
Aku terpana.
Tepatnya, terpesona.
Aku sudah mengenal Eni sejak 4 tahun yang lalu, setahun sebelum mas Danu mempersuntingnya. Harus aku akui, Eni adalah anak yang sangat cantik, tapi aku selalu menghormatinya, menghargainya seperti adikku sendiri sebagaimana aku menganggap mas Danu sebagai kakakku. Ribuan kali sudah kami berbicara sambil bertatap mata, entah apa yang salah dengan tatapan yang sekali ini.
Aku tergagap, masih terpesona pada perasaan yang aku rasakan saat mata kami bertemu pandang tadi.
"Gimana, dek...?" tanyaku tergagap.
Eni tersenyum dikulum melihat tingkahku. Sepertinya dia menyadari ada yang salah denganku sekali ini. Wajahnya agak menunduk, sementara matanya tetap menatapku lekat.
"Eni tanya, bisa gak kamar tidurnya dibuatkan kamar mandi di dalam..." katanya sambil tersenyum dikulum.
Astaga...
Senyumnya kenapa manis sekali..., keluhku dalam hati. Aku kembali terpesona pada cara Eni berbicara, tersenyum dan menatapku dalam satu waktu.
Untung mas Danu masih konsentrasi pada gambar rancangan yang aku buat, tidak memperhatikan percakapanku dengan istrinya.
"Ooo... Bisa..., bisa... Nanti kita bisa atur lagi ukuran kamarnya dengan ruangan di sebelahnya..." jawabku, berusaha menguasai diri.
Tepatnya mencoba normal, jangan berpikir yang tidak-tidak pada istri sahabatku yang aku anggap seperti kakakku sendiri.
Eni kini tampak menahan tawanya melihat tingkahku. Senyumnya semakin indah bagiku, sementara mata kami tetap terpaut erat dalam tatapan.
Aku semakin tak mengerti, kenapa aku semakin terpesona begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KERESAHAN HATI SEORANG ISTRI
RomanceSebuah kisah tentang keresahan seorang istri disaat rumah tangga dalam kondisi sempurna harus terganggu oleh ungkapan cinta seorang sahabat yang sudah di anggap saudara oleh suaminya. DISCLAIMER ================== CERITA INI HANYA IMAJINASI PENULIS ...