Beberapa jam kemudian, aku seakan terlupa pada kejadianku dengan Eni tadi karena kesibukanku dengan mas Danu. Kami sibuk berkeliling rumah, kadang mengukur di sana-sini.Eni memang sesekali keluar, nimbrung dengan kegiatan kami. Tapi aku berusaha setengah mati untuk tidak menatapnya lagi.Namun suatu ketika, mas Danu harus berkutat di gudang agak lama mencari sesuatu. Aku yang sedang duduk di ruang tamu harus bertemu muka lagi dengan Eni. Eni masuk ke ruang tamu membawa dua botol air dingin.
Aku menatapnya yang datang dengan senyumnya yang, ah, sungguh menawan."Air dinginnya, kak..." katanya tersenyum, sambil meletakkan dua botol air dingin di atas meja."Makasih, dek..." jawabku, tak lepas menatapnya yang tersenyum.Sejenak matanya mengerling indah kepadaku, senyumnya makin terkembang...Ah, kamu apakan lagi hatiku ini, dek...Eni lalu berlalu, masuk ke sebuah kamar di dekat ruang tamu. Aku mendengarnya bersenandung sebuah tembang campursari. Kalau sudah begini, senandungnya yang samar pun terdengar indah di telingaku. Aku menunduk, menggelengkan kepala kuat-kuat mencoba mengusir pikiran aneh yang ada di otakku.
Gila...Ini sungguh perasaan gila...Mengapa setelah sekian lama saling mengenal...Mengapa harus istri mas Danu...Gila...Sungguh gila...Eni keluar dari kamar itu, matanya lekat menatap ke arahku. Senyum indahnya terkembang mengiringi senandungnya, meninggalkan aku menuju ruang tengah.Sing sabar sing sabar, yo tresnaku...Ing tembe mburi bakal dadi duwekmuKembali aku menggelengkan kepala sambil tertunduk lesu.Senandungnya sukses mempesonaku...Dandanan rumahan khas ibu-ibu yang sedang beberes rumah di hari minggu, kaos ketat berwarna kuning dan hotpants jeans membalut tubuh jangkung Eni yang putih bagai pualam...Duh Gusti.... Sing sabar....
Aku kembali termenung sendirian di ruang tamu. Sayup aku masih mendengar senandung Eni dari dalam sana. Aku sendiri kurang paham apakah bernyanyi seperti itu memang sudah jadi kebiasaannya sehari-hari.Mana ini mas Danu... Lama banget sih... Ngapain sih di gudang lama amat... Aku jadi bete karena aku makin tersiksa sendiri begini, dibiarkan terjebak dalam pesona yang di buat Eni. Kalo ada mas Danu, setidaknya perhatianku bisa teralih.Dari ruang tamu, aku bisa melihat ke ruang tengah, walau tak bisa melihat hingga ke ruang makan yang berdekatan dengan dapur dan gudang. Sekilas aku melihat Eni mondar mandir di sana, membawa handuk dan jubah mandi. Sepertinya dia akan mandi.Benar saja, tak lama kemudian aku sayup mendengar suara senandungnya yang bergema, dan suara guyuran ai dari arah kamar mandi.Aman....
Setidaknya dalam setengah jam ke depan, aku terbebas dari pesona Eni. Anak ini kalo mandi, lama banget. Mungkin karena ia mandi benar-benar teliti. Kulitnya saja demikian putih bersih.Aku baru menghempaskan diriku lega di sandaran sofa ruang tamu, saat mas Danu datang."Wah, ndak ketemu lagi meteran panjangnya..." keluhnya."Ya udah mas, pake meteran yang pendek itu aja bisa, kan..." sahutku."Halah, ndak enak bolak-balik kalo pake meteran pendek... Aku tak beli dulu ke pasar ya..." kata mas Danu lagi, lalu dia melangkah ke ruang tengah dan berteriak kepada istrinya yang masih mandi."Ndaaa.... Ayah ke pasar dulu sebentar...!" teriaknya."Iyaaaa...." balas teriak Eni dari kamar mandi.Ini kok ya laki bini hobi amat teriak-teriak....Mas Danu mengeluarkan motor maticnya. "Tak tinggal bentar ya... Tunggu aja dulu biar kita rampung hari ini juga..." katanya padaku dari atas jok motor."Iyooooo.... Ojo kesuwen..."Mas Danu pun pergi ke pasar, namun masih sempat berteriak padaku."Coba tolong cari di bawah meja kompor, siapa tau meterannya disitu..." teriaknya sambil terus melaju pergi.Uwasem tenan iki cah edan, gerutuku. Walau akhirnya aku nurut melangkah menuju dapur.Meja kompor ada di sebelah meja makan. Di salah satu kursi meja makan aku melihat jubah mandi Eni tersampir. Itu artinya, dia mandi cuma membawa handuk saja...Nah lhoooo...
Kamar mandi itu letaknya dekat dengan dapur. Aku langsung berpikir, bisa dapat rezeki bagus nih, bisa melihat Eni selesai mandi dengan hanya mengenakan handuk saja. Lha ini jubah mandinya ketinggalan di kursi makan.Hehe....Tanduk artificial langsung tumbuh di kepalaku. Aku menunda mencari meteran itu ke dapur, menyimak kapan kiranya Eni selesai mandi.Tak lama kemudian, aku tak mendengar lagi guyuran air dari kamar mandi. Ini saatnya, pikirku. Aku segera melesat ke arah meja kompor, dan berjongkok di bawahnya pura-pura mencari si meteran panjang.Saat mendengar pintu kamar mandi terbuka, aku segera menoleh ke arah sana.Sang bidadari yang baru selesai mandi itu belum menyadari ada aku di dekat situ. Dia melangkah santai dan meletakkan pakaian kotornya di sebuah keranjang. Pada saat dia berbalik itulah dia menyadari ada aku di situ, berjongkok di depan meja kompor, menatap ke arahnya....
Tatapanku..., ah maafkan aku, mas Danu...Tatapanku tegas menunjukkan keterpesonaan pada tubuh istrimu yang putih seputih putihnya itu. Rambutnya yang basah tergerai ke punggungnya.Tubuh putih dan jangkung Eni hanya berbalut handuk, menutupi bongkahan payudaranya hingga sebagian kecil paha-bulat-padat-jenjang yang mempesona.Langkah Eni terhenti melihatku hanya 3 langkah darinya. Kakinya segera merapat, sementara tangannya bersilang di depan dada."Kak...." katanya lirih, tercekat.
Aku perlahan berdiri sambil terus menatap Eni, dan kemudian menghadap ke arahnya Kita kami hanya terpisah 2 langkah.Hampir skakmat.Tak ada lagi tatapannya yang sejak tadi beradu dengan mataku. Senyumnya pun kini lenyap...Berganti dengan wajah bersemu merah yang tertunduk dalam karena malu, dan bibir bergetar tak tahu harus berkata apa.Dagunya hampir menyentuh bongkahan payudaranya saking dalamnya Eni menunduk.Aku segera tersadar dari keterpanaanku. Kasihan Eni terlihat begitu malu. Aku pun bergerak, melangkah mundur dan tanganku menggapai kepada jubah mandinya yang tersampir di kursi makan.Tapi mata kurang ajar ini lupa berpaling, masih menatap tubuh Eni yang menjulang kaku...Aku melangkah maju kembali, mengulurkan jubah mandi itu kepadanya."Sepertinya kamu perlu ini, dek..." kataku lirih."Iyaa... Ketinggalan tadi...." sahut Eni, sama lirihnya. Segera diraihnya si jubah mandi, disampirkan sekenanya menutupi tubuh bagian depannya.Sukses, paha dan dada indah itu kini sebagian besar sudah tertutup.Aku segera bergeser, memberi ruang agar Eni bisa lewat. Eni pun memanfaatkan perbuatanku itu dengan segera melangkah cepat melewatiku menuju kamarnya."Makasih ya, Kak... Permisi..." katanya pelan saat melintasiku.Tubuhku berputar mengikuti langkahnya. Mataku menatapnya saat dia melewatiku.Astaga....
Jubah mandinya tidak menutupi bagian belakang tubuhnya, karena tadi hanya disampirkan sekenanya di bagian depan. Aku bisa melihat punggungnya yang tertutup sebagian oleh gerai rambut, goyangan pinggulnya yang menawan saat melangkah pergi, serta paha putih mulus yang ternyata terbuka lebih banyak di bagian belakang....Tubuh Eni luar biasa indah... Apalagi ini masih menyisakan wangi si sabun mandi...Aduhai... Aku kembali terpana...Si cantik seksi itu masih sempat menoleh sesaat sebelum masuk ke kamarnya. Matanya menatapku malu, dan seutas senyum kembali dia berikan untukku.Duh Gusti... Kuatkan hambamu...
KAMU SEDANG MEMBACA
KERESAHAN HATI SEORANG ISTRI
RomansSebuah kisah tentang keresahan seorang istri disaat rumah tangga dalam kondisi sempurna harus terganggu oleh ungkapan cinta seorang sahabat yang sudah di anggap saudara oleh suaminya. DISCLAIMER ================== CERITA INI HANYA IMAJINASI PENULIS ...