Haa~ Haa~ tolong, siapa pun, tolong aku
Semak-semak terus berbunyi keras karena gesekan kuat dari seseorang yang sedang berlari. Dia terus memacu kakinya yang sudah lelah selama berjam-jam. Nafas nya tersenggal, lututnya terus mengeluarkan cairan merah sebab dia sudah terjatuh berkali-kali. Hatinya meminta tolong, air matanya tak henti-henti mengalir.
"Di sana! Cepat!" Teriak seseorang dari kejauhan. Larinya cukup cepat walaupun dengan tubuh yang ditutup besi. Sudah bisa di tebak kalau itu adalah prajurit kerajaan Riverham, terlihat dari lambang berwarna merahnya yang mencolok.
Dengan bersenjatakan pedang dan kumpulan bawahan yang setia menemani. Dia mengejar bocah yang masih terus berlari menghindarinya.
Bocah yang dimaksud juga tersentak dengan teriakan itu, dia jadi ikut berlari menjauh dari sumber suara. Namun, sayang. Tak sengaja dia menginjak lubang yang tertutup daun kering yang berguguran.
"AAAAAAA!"
Lubang itu melahapnya tanpa sisa. Teriakannya mengundang prajurit yang tadinya tak menyadari keberadaan bocah itu.
"Sial! Kita kehilangannya." Umpat salah satu prajurit tadi sembari melihat lubang yang melahap bocah tersebut. Sudah bisa ditebak kalau dia adalah pemimpin kelompok itu karena tutur katanya tadi.
Di lain posisi, bocah yang terjun bebas di antara tanah sempit kini terdapat di dasar lubang. Jauh dari dugaannya yang mungkin akan terjebak dalam sempitnya ruang, justru dasar lubang tadi menuntunnya ke dalam Gua. Bukan Gua gelap nan mengerikan, melainkan Gua yang dipenuhi batuan kristal.
"Hah~ ku pikir aku akan mati." Bocah itu menghela nafas lega sembari mengelus dada, menandakan bahwa ia sangat bersyukur telah ditolong sebuah lubang.
"Tapi, di mana ini?" Tanyanya. Pertanyaannya tentu hanya dijawab oleh pantulan suara dari Gua itu sendiri.
"Brrr, dingin. Sebaiknya aku berjalan menelusuri Gua ini daripada berdiam diri. Ini membuatku kedinginan."
Kaki tanpa alas itu melangkah mengikuti datangnya arah angin tanpa ragu. Beruntung tadi ibu sempat berkata 'jika kau tersesat, ikuti saja arah angin' katanya.
"Terima kasih ibu, kau menyelamatkanku. Aku berjanji, akan meluruskan semua kesalahpahaman ini dan kembali pulang!" Serunya menyemangati diri senduri diiringi suara gema dari dinding Gua.
"A— lebih baik aku diam. Cukup mengerikan mendengar suaraku sendiri."
Itu kalimat terakhir yang diucapkannya. Sekarang, sudah cukup lama dia hanya mendengar suara langkah kaki tanpa alasnya itu. Kadang ada suara tetesan air bahkan bunyi krak tiba-tiba sampai dia terjingkrak karenanya.
Hingga—
"Ah, tak bisa. Aku sudah mencapai batasanku." Bocah itu terduduk memasrahkan diri. Tentu saja itu adalah hal yang lumrah bagi manusia. Bayangkan saja, dia sudah berlari jauh dari kampung halamannya. Kini dia harus berjalan berjam-jam tanpa tau pasti bahwa dia menuju ke arah yang benar atau malah semakin dalam ke inti Gua.
Bocah itu memandangi dirinya yang terpantul di sebuah kristal yang terletak 3 meter di depannya. Dia meneliti, masih dengan posisi di lantai, dia menggunakan tangannya untuk berjalan sehingga membuat badan penuh luka itu jadi terseret. Singkatnya kini dia sedang ngesot.
Saat sudah sampai, dia melambaikan tangan. Bergoyang-goyang tak tentu arah, tersenyum memamerkan giginya, lalu menggaruk tekuknya tak gatal.
"AK! ITU AKU. MENYEDIHKAN SEKALI DIRIKU INI!" dia menunjuk refleksi dirinya. "Aaaa benar-benar menyedihkan."
Jika ingin tau seberapa menyedihkannya bocah yang tadi terjatuh ini. Ingat kan saat dia terjatuh berkali-kali? Ya, itu menyebabkan lututnya terluka parah. Darah yang keluar pun kini sudah mengering kembali. Siku dan lengannya juga banyak goresan karena semak yang dia tabrak. Baju putih yang dikenakannya juga kotor saat terjatuh ke lubang tadi, serta wajah tampan yang tertutup tanah. Benar-benar menyedihkan bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙷𝚒𝚛𝚊𝚎𝚝𝚑 ; Book I
FantasyAltas diwarisi marga Raiden oleh Elf yang ditemuinya saat dia sedang kabur dari buruan para prajurit kerajaan. Walaupun diwarisi marga Raiden yang berarti petir, Atlas lebih mahir menggunakan type sihir daripada sumber sihir itu sendiri. Padahal bum...