Part 6 : Lelaki Bergamis Putih

21 6 0
                                    

Usai pembahasan akad, Keluarga Kiyai Haikal pun pamit kembali ke kediamannya.

"Ciee, yang sudah selesai dikhitbah, bentar lagi akan dihalalin," goda Rizki.

Balqis menatap tajam pada Rizki. "Goda lagi, kulempar pake bantal," gerutunya.

Bukannya berhenti, Rizki malah semakin menggoda adiknya.

"Abang dengar, akadnya akan dilangsungkan minggu depan. Emangnya kamu sudah siap nikah? Masak sudah bisa belum?" goda Rizki lagi.

Balqis lagi malas menanggapi godaan abangnya. Dia terlalu capek untuk sekedar diajak berbicara.

"Adikku sayang, sudah siap belum untuk nikah minggu depan?" Rizki tak henti-hentinya menggoda Balqis.

"Iki, jangan ganggu Iis napa. Dia sangat lelah biarin dia istirahat," kata Narti yang baru saja masuk ke kamar Balqis.

"Biarin, Kak Nat. Aku pasrah. Diapain pun aku pasrah, disuruh nikah besok juga aku turutin saja," katanya ngasal sambil melepas jilbabnya karena gerah.

Mendengar pernikahannya akan dilangsungkan minggu depan membuatnya pasrah. Balqis hanya lelah dan butuh istirahat, ia lagi malas berpikir bagaimana kehidupannya setelah ini. Biarlah semua berjalan seperti semestinya.

***

Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Suara lantunan Azan itu kembali menggema. Balqis mendengarnya dengan saksama sambil menutup kedua matanya. Ia ingin menghayati suara itu, lebih lama. Tak sadar air mata Balqis menetes karena tersentuh. Begitu merdu suara azan itu sampai-sampai ia menangis.

Azan itu pun berhenti. Balqis berdiri, dia ingin sekali melihat wajah lelaki itu. Siapa dia? Siapa pemilik suara itu? Begitu penasaran Balqis dengan pemilik suara azan itu.

Balqis berjalan keluar dari tempat perempuan. Anehnya, masjid ini begitu sepi. Balqis memperhatikan seluruh isi masjid, tempat ini begitu familiar. Sekelebat bayangan dengan gamis putih panjang berdiri tak jauh dari tempat imam.

Balqis mencoba melangkahkan kakinya pelan, tapi rasanya seperti berat. Tak lama tubuhnya seperti diguncang dan ia pun terbangun tanpa bisa melihat wajah lelaki bergamis putih itu.

"Balqis bangun, Nak. Kamu tidak salat Subuh?."

Ternyata yang mengguncang tubuhnya adalah ibunya.

Balqis berdehem. "Ehmm, iya, Ma."

Anehnya ia merasakan wajahnya basah, mungkin bekas menangis. Setelah Balqis merasa sudah benar-benar sadar, ia pun bangun dan menjalankan salat Subuh yang kadang-kadang dilalaikannya juga.

Hari ini Balqis sedikit terlambat karena ketiduran. Sehabis menjalankan salat Subuh, Balqis kembali tidur karena masih mengantuk, tapi ia malah ketiduran sampai jam setengah sembilan. Orang tuanya juga lupa membangunkannya karena mereka buru-buru ke pasar pagi tadi. Saat bangun ia langsung menghubungi ketua tingkat PAI kelas B bahwa kelasnya akan dimulai jam 09.15 bukan jam 09.00.

Sesampainya Balqis di kampus, ia langsung mengisi presensi dosen dan masuk ke kelas.

"Assalamu'alaikum, Anak-anak," salam Balqis pada anak-anak didiknya.

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang