Part 11 : Kewajiban ataukah Perasaan

20 5 0
                                    

Seisi rumah Kiyai Haikal sudah pada sibuk hari ini. Bukan seisi rumah, melainkan hanya seorang Balqis yang dari pagi sudah sibuk nyapu sini nyapu sana.

"Mau nyari kerjaan biar bisa dapat nilai A++ di mata mertua." Begitulah jawaban Balqis saat ditanyai Gus Afdhal.

Tahu lah, Balqis punya seribu jawaban atas pertanyaan Gus Afdhal. Rasa-rasanya, mereka bukan seperti pasangan suami-istri melainkan teman yang kadang bercanda dan kadang bertengkar. Akan tetapi, pertengkaran ini selalu berasal dari Balqis.

"Iis, jangan sampai dipukul kucingnya," kata Gus Afdhal yang tengah melihat Balqis main kejar-kejaran dengan kucing jantan.

Balqis berhenti. Nafasnya sudah tak teratur.

"Aku tahu, aku cuma mengusirnya bukan memukulnya. Gini-gini walaupun tidak pintar pelihara kucing dan takut sama kucing, bukan berarti aku membencinya."

Kan, ada saja jawaban gadis ini.

"Ralat, saya maksudnya bukan aku," teriaknya.

Kadang Balqis selalu lupa diri bahwa dia harus berbicara menggunakan kata 'Saya'. Awalnya memang dia merasa canggung berada di dekat Gus Afdhal dan tak nyaman menggunakan sapaan yang akrab. Balqis pikir Gus Afdhal juga sama. Namun, sekarang rasanya seperti ada yang aneh menurutnya.

Bu Nyai dan Pak Kiyai baru saja datang dari pesantren.

"Assalamu'alaikum," salam Pak Kiyai.

"Waalaikumssalam," jawab Balqis dan Gus Afdhal bersamaan.

Gus Afdhal sudah menyalim tangan Bu Nyai.

"Balqis, kenapa sudah pegang sapu pagi-pagi."

"Dia sedang main sapu terbang, Ummi," celetuk Gus Afdhal.

Bu Nyai dan Pak Kiyai terkekeh.

"Bukan, Ummi. Balqis disuruh Gus Afdhal kerja katanya kalau tidak kerja tidak dapat jatah skincarean," ngadu Balqis seraya menyalim tangan kedua mertuanya.

Lagi-lagi Bu Nyai dan Pak Kiyai terkekeh

Gus Afdhal melihat Balqis. Sejak kapan dia bilang seperti begitu.

"Kalau dia tidak kasih jatah, bilang ke Abah biar Abah marahin."

"Sekalian Abah, ceramahin 30 juz."

"Kamu tidak kasian sama saya."

Balqis menggeleng. "Kali ini tidak, Gus."

"Oh iya, nanti Balqis temani Um_"

Pak Kiyai menarik lengan baju Bu Nyai dan membisikan sesuatu. "Biarkan mereka berdua saja yang ke pasar." Bu Nyai mengangguk setuju.

"Temani Afdhal ke pasar, ya."

"Ummi, kalau ke pasarnya itu enaknya jalan sama Ummi dari pada sama Gus Afdhal."

"Kenapa tidak enak jalan sama saya?" tanya Gus Afdhal

"Soalnya kalau jalan sama laki-laki kadang mereka tidak bisa membantu apa-apa, palingan cuma bawain belanjaan saja."

"Gini gini, saya dapar diandalkan," kata Gus Afdhal.

"Nah, coba jalan sama suamimu dan perhatikan dia apakah dia dapat diandakan atau tidak," saran Pak Kiyai.

Akhirnya Balqis menyetujui saran dari Pak Kiyai.

Bu Nyai sudah memberikan deretan daftar belanjaan untuk persiapan sahur malam ini pada Balqis.

"Gus serius mau ke pasar cuma pake kain sarung saja?"

Cinta di Penghujung Ramadhan (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang