Huma

0 0 0
                                    


Huma yang luas membentang dan bertebaran seperti lautan, disitulah keadaan tempat tinggalku sejauh mata memandang. Namaku Tono, aku adalah naga muda yang tinggal sendiri di sebuah gubuk. Berbentuk setengah lingkaran, luarnya ditutupi  jerami padi yang dikeringkan, terdapat sebuah pintu masuk sekaligus satu-satunya akses masuk dan keluar. Walaupun luarnya sederhana, ruangan dalam aku desain sebaik-baiknya. Gubuk kecil ini terdapat ruang tamu, kamar, gudang, dan ruang kerja. Semua isi rumah yang ada, aku membuatnya sendiri. Bahan-bahannya diambil dari Hutan Hantu, selatan huma. Banyak orang mengira aku penyendiri, anti sosial, dan sebagiannya. Tidak salah kata mereka, aku penyendiri dan anti sosial, namun ini semua karena pekerjaanku yang menuntut begitu.

Aku bekerja sebagai pengawas perbatasan. Tugasku menjaga agar perbatasan Gondolakarta aman. Situasi yang semakin memanas akhir dekade ini membuat penjagaan perbatasan diperketat. Setiap hari aku memperhatikan layar radar dan sensor-sensor gerak yang kupasang di hutan hantu, lembah harimau, dan tentu saja huma daerah posku sendiri. Ras manusia dan harpi sedang berperang selama lima tahun. Konflik yang mereka bawa menyebabkan banyak penduduk negara Koronisia mengungsi. Tidak hanya ras Manusia dan ras Burung yang mengungsi, namun juga ras minoritas lainnya.

Saat berumur 30 tahun, 5 tahun sebelumnya, aku terkena wajib militer. Gondolakarta mengadakan rekrutmen besar-besaran untuk menghadapi permasalahan perbatasan yang semakin memanas, aku salah satu yang terkena. Sebenarnya tidak wajib kami memenuhi panggilan tersebut, bisa saja kutolak karena daftar tersebut berarti warga negara yang berbadan sehat dan langsung lolos seleksi fisik. Tidak ada siapa-siapa di dalam diriku, aku memutuskan untuk ikut. Sebagai penjaga perbatasan, kami diajarkan untuk waspada, mandiri, dan disiplin. Sekian banyak divisi, penjaga perbatasan kelas pertama menarik perhatianku. Gaji dan tunjangannya paling banyak, pekerjaannya juga mudah dan cocok denganku. Aku berusaha sekuat tenaga masuk divisi tersebut. Nilai memuaskan walaupun tidak terbaik aku dapat. 

Timur hingga Selatan Gondolakarta berbatasan langsung dengan Koronisia, perbatasan berupa padang rumput dan hutan sepanjang 300 km. Walaupun jarak pemukiman di Gondolakarta dan Koronisia berjarak cukup jauh, banyak korban perang yang tetap berani melewati perjalanan panjang tersebut untuk kabur menghindari konflik.

Banyak penerobosan yang kutangani. Banyak dari mereka dideportasi kembali ke negara mereka. Ketika sensor atau radar mendeteksi pergerakkan, sistem otomatis menyampaikan laporan data langsung ke monitor portabel yang tidak pernah lepas dari jangkauanku. Jika sudah ada penerobosan, langsung aku keluar rumah menuju CL-45, kendaraan bermesin seperti lebah raksasa yang bisa terbang ke lokasi dengan senapan Gol-14, buatan Gondolo Pabrik Senjata Negara. Senapan ini wajib dimiliki oleh penjaga perbatasan kelas pertama karena akurasinya yang luar biasa. Berbeda dengan CL-45 yang merupakan kendaraan eksperimental buatan Clonja yang ditugaskan pusat untuk di tes di lapangan, kendaraan ini lebih cepat dari generasi sebelumnya CL-44 namun memiliki masalah pada resistansinya sehingga tidak bisa dipakai terlalu lama atau mesin kepanasan.

Teringat kasus pertama yang kutangani. Sensor Hutan Hantu mendeteksi pergerakan, 20 titik yang tidak jauh satu sama lain. Bergegas aku berangkat menggunakan CL-44. Hamparan padi liar yang terbelah terkena angin menandakan aku telah pergi dengan kecepatan luar biasa. Aku mengangkat kontrol lebahku yang berbentuk tali. Semakin tinggi aku terbang kacamata yang berada di ketopong kuturunkan dan kupakai. 1000 meter di atas Fathi Huma aku mulai melihat Hutan Hantu.

Konon katanya, Huma ini bekas kerajaan naga pertama, lalu luluh lantak dan penduduknya kabur pergi ke tambang di kaki Gunung Gondo dan menjadi cikal bakal berdirinya peradaban Gondo. Fathi sendiri diambil dari kitab Daroon, yang berarti terakhir dan pengucapannya mirip dengan Athi, seorang naga yang menjadi legenda, ia berhasil menyatukan semua suku naga dan ras yang sekitarnya untuk membentuk koalisi. Semasa hidupnya, Athi, semasa hidupnya, Athi, menaklukan daerah-daerah yang menentangnya atau bekerja sama dan membuat perjanjian untuk menggabungkan kekuatan. Anehnya, ia menghilang begitu saja, terakhir terlihat 50 tahun di huma ini, sehingga dinamai Huma Fathi, terakhir kali Fathi terlihat.

Sesampainya di Hutan Hantu, aku mengaktifkan pengelihatan panas pada Gol-14, hijaunya daun di hutan itu berubah menjadi biru gelap berkesan dingin. Sebanyak lima titik bergerak berdekatan, aku incar dan membidik titik yang paling belakang agar tidak membuat takut titik-titik yang lain. Pelatuk aku tarik, Gol-14 dengan penyeimbang yang sempurna menghilangkan gaya ledakan peluru, suara yang dikeluarkan hanya seperti orang bersiul karena ada peredam di pucuk. Kena! Titik itu tertinggal jauh dari kawan-kawannya.

Sekarang aku harus menghentikan titik-titik yang lain. Begitu siklusnya selesai, aku mendekat. Turun ke hutan dan masuk mencari para titik yang tidak bergerak. Aku mengumpulkan sekitar 15 tubuh yang sudah tidak bernyawa, sisanya mengerang kesakitan karena peluru tidak mengenai organ penting atau mereka masih memiliki keyakinan untuk hidup aman di negaraku. Kubawa tubuh-tubuh yang tidak bernyawa dan kubakar mereka satu persatu, lalu kumasukkan toples abunya, orang yang hidup aku bawa dengan kutali mereka di kayu yang ditarik Cl-44, kami bergerak perlahan menuju pos perbatasan di Desa Posigia, Barat tempat tinggalku.

Entah apa yang komando lakukan pada mereka. Aku tidak boleh menentang perintah bahkan mempertanyakan. Setelah menyerahkan semua yang diperlukan aku harus membuat laporan.

"Dua manusia tiga harpi," suara di belakangku bergumam.

"Tidak, itu yang masih hidup saja."

Aku menoleh melihat Yasira, komando pos. Ia menggunakan cap besi panas untuk menandai tangkapanku. Jeritan kesakitan terdengar 5 kali. Salah satu diantara mereka ada yang tingginya setinggi kakiku. Kulihat diangkut mereka menuju stasiun Kron, kereta raksasa yang bisa mengangkut berbagai ukuran mahluk dari berbagai ras.

"Ini bagianmu, 5 dari 20, sedikit lagi kamu mencapai rekor, jarang-jarang pemula ahli seperti dirimu," kata Yasira sambil memberikan 15 Odal, mata uang resmi Gondola.

"Te-terima kasih Yasira, ini hanya keberuntungan," jawabku dengan malu.

Kembali ke Fathi dengan Cl-44. Sesuai standar operasional, aku mengganti oli dan membersihkan kompresor udaranya. Sayap-sayapnya aku bersihkan menggunakan kain lalu kulapisi cairan khusus yang membuat sayapnya tahan tekanan dan panas. Berulang-ulang saja siklus itu. Misi berikutnya aku memecahkan rekor teresebut. Sampai sekarang belum ada yang berhasil memecahkan rekor tersebut. Mereka bahkan sempat menawarkan bantuan, namun aku menolaknya karena belum pernah ada yang lolos dari pengawasanku. Bahkan Yasira bertaruh kepadaku jika aku gagal, aku akan mendapatkan rekan dari koalisi. Itu tidak pernah terjadi. 

"Tidak peduli! yang paling penting tidak ada yang bisa mengalahkan rekorku," aku tertawa sendiri di malam hari.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 22, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GondolakartaWhere stories live. Discover now