Bab 3. PEDANG NAGA JAWA
Srawana 1221 adalah momen ketika kemunculan sebuah ajian yang sangat misterius, ajian itu mulai muncul pertama kali di Jawa Sansekerta yang tidak lama kemudian, muncul butho ke setiap kota di bumitala disertai gempa yang hebat.
Seorang Batara Dewa muncul dan mereka membagi-bagikan kesakitannya untuk menstabilkan bumitala yang kacau, dalam legenda, dongeng dan cerita-cerita, Batara Dewa seperti itu mereka sering disebut juga Dewa kanuragan atau Dewa Tertinggi dalam ilmu laduni.
Sang Batara Dewa memberikan ilmu digdaya sakti pada orang yang ditentukan, sedangkan orang tersebut di gadang-gadang sebagai pesilat dan Wara yang akan memimpin bumitala, seperti Caraka dia seorang Wara yang memiliki kesaktian sakti mandraguna, yang telah berhasil menguasai empat ajian tertinggi.
Memikirkan setelah kematiannya yang tidak memiliki kesaktian apapun sekarang, Wasesa mencengkram kepalanya pusing. "P*rsetan! Aku harus melatih kesaktian ku lebih dulu. Untuk urusan yang lain, pikirkan nanti sampai aku bisa menguasai Waringin Sungsang ilmu ajian tertinggi!"
Karena kekacauan yang disebabkan kemunculan butho secara tiba-tiba dan jelmaan setan, pertarungan di sana juga meningkat untuk kepentingan mereka masing-masing. Banyak para penjarah, perampok makanan, perampokan uang di mana-mana dan di situasi ini sama persis ketika Wasesa menjadi seorang berandalan di kampung kecil.
Seperti di masa lalu, sekarang sebelum Wasesa bergabung di Padepokan Tapak Suci, dia dihadang sekitar tiga orang di gang yang sempit.
"Hei! Ceking! Serahkan semua uang dan makanan yang kamu miliki!"
"Cepat sekarang apa telingamu tuli ha?!!"
Wasesa mendesah nafas di balik pakaiannya yang menutupi kepalanya. Jika ini dia di masa lalu di kehidupan awal-awal keduanya, saat itu Asoka Wasesa akan kesulitan menghadapi tiga orang dan kalaupun Wasesa ingin menang dia perlu memakai kayu sebagai senjatanya, dia akan membalas pukulan mereka mati-matian meskipun dia sendiri bonyok dan hampir membuatnya berada di situasi kritis dan nyaris mati.
BUAK!
Wasesa dengan tiba-tiba memukul wajah orang yang paling dekat di arahnya menggunakan tangan kosong.
"Hugh.. uh! Sialllll!!" sebelum mampu memahami apa yang menimpanya, Wasesa segera mengambil belakang kepala orang itu dan dia juga menendang wajah sampah brengsek itu menggunakan lutut kakinya.
Brak! Brak! Bruk! Dengan suara benturan keras, darah juga terciprat di mana-mana, sedangkan orang yang melihat aksi itu akan merasa ngeri dan menggigil.
Orang yang dipukuli Wasesa mimisan sebelum beberapa detik kemudian, dia memuntahkan darah anyir dari mulutnya. Sedangkan dua orang tersisa mematung terkejut, kedua kakinya gemetaran hebat.
"Apa-apaan bocah sinting itu? Kenapa tendangannya secepat itu?!" Orang itu segera menyenggol rekannya. "Hei b*ngsad! Bukankah seharusnya dia tidak bisa berkelahi?!"
"Berisik! Kita serbu saja dia bersama-
Sebelum orang itu bisa meludahkan semua kata-kata omong kosongnya, siku Wasesa sudah lebih dulu membungkam mulutnya dengan cara yang brutal.
Bruk! Brak! Wasesa juga tidak ketinggalan untuk menendang wajah orang yang sudah setengah remuk. Brak!
Seseorang yang masih tersadar, tergagap sambil memegangi tendangan Wasesa yang telah mengenai perutnya. "Kau sialan bocah ceking seperti mu bisa mengalahkan kami bertiga dengan mudah?!!" Buk! Wasesa kembali menendang wajah idiot itu, dia mengambil sandal kayu orang lain dan menyumpal di mulutnya.
Wasesa berjongkok dan dia tertawa menyeringai. "Ck tiga kecoak seperti kalian, di masa lalu, kalian hampir membuat ku sekarat karena mau merampok uang ku?"