"Fit, bangun!" Nova menggoyangkan tubuh Fitri berkali-kali.
"Euh, apa sih lu, ganggu gua yang lagi tidur." Fitri tampak kesal karena dibangunkan paksa oleh Nova. Mata Fitri masih terpejam.
"Bangun lu, ada kabar buruk buat kita," ujar Nova yang terus berusaha agar Fitri membuka matanya.
Fitri membuka matanya, dia menatap heran kearah Nova yang masih duduk dihadapannya.
"Berita apa?" tanyanya sambil tetap dengan posisi tidur.
"Barusan si Dini nelepon gua, katanya si Risma diketemukan tewas tidak jauh dari tempat kita minum semalam."
Fitri langsung terduduk, dia menatap lekat mata Nova.
"Serius!"
"Iya, barusan si Dini yang telepon."
Fitri menyandarkan tubuhnya di tembok kamar, pikiranya kembali teringat kejadian semalam dia ribut dengan Risma.
"Gua kagak percaya."
"Telepon aja si Dini!"
Fitri langsung berdiri, dia baru ingat kalau sekarang sedang berada di rumah Nova. Dia harus segera pulang.
"Mau kemana, lu?"
"Gua cabut dulu."
Fitri langsung nyelonong keluar kamar, dia harus segera pulang. Dia merasa harus segera tiba di rumah sebelum semuanya terlambat.
Ketika keluar dari kamar, Fitri berpapasan dengan ibunya Nova. Fitri melemparkan senyum ramah, tetapi dibalas dengan sikap jutek sang ibu.
"Saya pamit pulang dulu, bu," ujar Fitri sopan. Tetapi sang ibu hanya diam.
Fitri menoleh kearah Nova, dan Nova hanya memintanya segera pergi. Tetapi baru sampai muka pintu, sebuah ucapan berupa sindiran keras keluar dari mulut ibunya.
"Datang tak undang, pulang tak diantar."
Fitri menahan langkahnya, dia menoleh kepada ibunya Nova, tetapi Nova segera mendorongnya hingga mereka berada di luar.
"Busyet, nyokap lu jutek amat sama gua."
"Sudahlah jangan di dengerin, sana pulang!"
"Iya, ini juga gua mau pulang. Tapi gua pesen dulu ojek online."
Nova diam, dia melihat Fitri sedang sibuk pesan ojek online melalui aplikasi.
"Fit, apa lu ngerasain apa yang gua rasain?"
"Apa? Lu jatuh cinta sama gua?" goda Fitri.
"Gua serius?"
Fitri menatap tajam kearah Nova. Dia memegang pundak Nova.
"Kita hadapi ini semua sama-sama."
"Tapi gua takut orang tua gua nggak terima."
"Kita tidak pernah ngelakuin hal bodoh itu, tapi aku merasa kita akan terseret karena sebelum si Risma mati, dia ribut dulu sama gua."
"Tapi habis itu kita pergi."
Fitri melihat Nova panik, dia mencoba menenangkan.
"Semua orang tahu kalau Risma ribut sama gua, jadi masalahnya pasti sama gua. Lu dan juga si Dini nggak bakalan terseret masalah ini."
"Lu salah, Fit. Justru kita juga akan terseret proses penyelidikan ini. Karena kita keluar bareng sama lu."
Fitri tersenyum, dia menepuk-nepuk bahu Nova.
"Semua akan baik-baik saja."
Nova tidak bisa meneruskan ucapannya, karena ojeg pesanan Fitri sudah tiba.
"Gua balik dulu, ya."
Nova diam saja, dia melihat Fitri naik ojek online itu dan pergi meninggalkannya.
***
Fitri merebahkan tubuhnya di tempat tidur kamarnya, matanya menatap langit-langit kamar. Pikirannya sedang terganggu dengan berita kematian Risma.
Fitri punya firasat kalau dia akan jadi objek penyelidikan posisi tentang kasus kematian Risma. Semua orang tahu kalau dia sempat berantem dengan Risma di club malam itu. Bahkan Fitri hampir membunuh Risma kalau tidak dicegah oleh dua sahabatnya. Dia ingin secepatnya sampai rumah karena takut ada polisi yang datang ketika dia tidak ada di rumah. Dia tidak ingin orang tuanya menghadapi para polisi itu dan menerima berita bukan langsung dari mulutnya. Fitri memang sangat membenci orang tuanya yang super sibuk, tetapi dia tidak ingin melibatkan orang tuanya dalam setiap urusannya.
"Ah!"
Fitri turun dari tempat tidurnya yang mewah, dia keluar dari kamarnya yang besar menuju ke dapur. Rumah Fitri sangat besar, dia adalah anak dari keluarga seorang pengusaha sukses. Ayahnya Wijaya Kusuma merupakan pebisnis yang handal. Kegiatan bisnisnya dibantu oleh istrinya. Karena relasi bisnisnya sampai keluarga negeri, orang tua Fitri tidak pernah ada di rumah, sekalinya di rumah paling hanya tidur satu malam, setelah itu pergi lagi.
Fitri membuka kulkas, tenggorokannya kering. Dia bermaksud membasuhnya dengan air dingin.
Tiba-tiba asisten rumah tangganya menghampirinya.
"Non, ada polisi di depan. Katanya ingin bertemu non Fitri."
Jantung Fitri langsung berdegup kencang, tetapi dia segera menguasai diri. Fitri segera ke ruang depan, dia melihat dua orang polisi berdiri sambil memegang sebuah kertas.
"Selamat siang."
"Ya, selamat siang."
"Dengan saudari Fitri Wijaya Kusuma."
"Ya, saya sendiri."
"Kami dari polsek Cikepu membawa surat pemanggilan buat saudari terkait tewasnya saudari Risma Kharini."
Wajah Fitri langsung pucat.
"Saya ditangkap?"
"Bukan, tapi ini hanya surat panggilan saksi untuk memberikan kesaksian terkait tewasnya saudari Risma Kharini."
Fitri mengehela napas panjang, dia pasrah dengan surat pemanggilan itu. Salah satu polisi menyerahkan surat panggilan itu kepada Fitri. Dia membukanya dan ternyata pemanggilannya hari ini tetapi waktunya nanti pukul 14.00.
"Baik, kami harap saudari bisa datang memenuhi panggilan dari kepolisian. Kami permisi."
Fitri tidak memberikan respon apapun ketika dua polisi itu berlalu dari hadapannya. Surat panggilan itu masih dibacanya dan diletakan di meja dekat TV.
Fitri menoleh kearah jam yang menempel di kamarnya, waktu masih menujukkan pukul 12. Berarti masih ada waktu sekitar dua jam untuk bersiap-siap.
Tiba-tiba Fitri ingat kepada sahabatnya, dia segera menelepon Dini. Tetapi nomor Dini tidak aktif. Dia langsung menelepon nomor Nova, lama berdering tetapi tidak diangkat.
"Gila, pada kemana kalian?"
Fitri mulai cemas, dia segera menuju garasi rumahnya dan mengeluarkan satu sepeda motornya. Setelah memakai jaket dan helm, Fitri mengendarai sepeda motornya kearah rumah Nova. Dia berharap Nova baik-baik saja.
Hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai di rumah Nova, terlihat rumah masih tampak sepi. Dengan sedikit ragu, Fitri menghampiri pintu rumah Nova. Belum juga sempat mengetuk, pintu rumah sudah terbuka. Nova keluar dari balik pintu.
"Lu, dipanggil Nov?"
"Ya," jawabnya sedih.
"Kenapa, lu?"
"Nggak apa-apa. Ayo kita pergi saja," ajak Nova.
"Kemana?"
"Ke kantor polisi."
Fitri mengikuti langkah Nova yang terlihat gontai. Nova berdiri di samping motor Fitri. Fitri tahu maksud Nova, dia pun segera memakai helm dan menaiki motornya, Nova langsung membonceng di belakang Fitri.
Motor melaju dengan kecepatan sedang kearah kantor polisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Nafasmu
RomansaPerjuangan seorang broken home yang mengejar cinta pada seorang anak kiai, Diperjalanan cintanya pejuang ini menemukan sebuah titik hidayah, tetapi banyak rintangan untuk menggenggam titik itu