Gerangan Kian Berjumpa

47 13 0
                                    

Terkirimnya surat dari sang dara, membuat si tuan merasa kebingungan. Ia belum mempunyai waktu untuk bisa membalasnya. Seolah jatah liburnya kini belum tersedia di depan mata, diri sedikit menyesali.

Sebagai idol, beragam tanggungjawab harus dia hadapi. Tidak melupakan konsekuensi ketika diri tak sengaja melanggarnya. Namun, surat-menyurat itu telah ia lakukan ketika masa sekolah dasar.

Ya, bisa dibilang berkirim surat itu adalah kebetulan yang tak disengaja. Sebutlah sang dara yang mengambil atensinya ia sebagai [Full Name]. Dahulunya si gadis tinggal di Jepang, itupun berkat pekerjaan orangtuanya yang mengharuskan ia belajar di negara tersebut.

Meskipun begitu, mereka cukup bersyukur bahwa adanya sekolah khusus yang memungkinkan si gadis tidak merasa kesulitan untuk bercakap Bahasa Jepang. Adanya pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tersebut.

Akan tetapi, biaya yang dipergunakan tuk memasukan si anak bukanlah hal yang mudah. Perbedaan mata uang serta nominalnya, menjadikan mereka kesulitan. Tidak tahu mengapa, ada saja bantuan yang lekas menghampiri.

Mereka, keluarga si gadis itu, mendapatkan bantuan biaya dari salah satu pihak orang tua yang mendaftarkan anaknya ke sekolah yang berbeda. Iya, berbeda. Cukup banyak ucapan syukur terbit pada wajah berseri kedua orang tuanya. Ia melukis senyum kecil juga.

"Terima kasih banyak!"

Sang Ayah si gadis cilik itu, mengucapkan kata terima kasih dalam Bahasa Jepang yang tentunya tak bisa dimengerti dirinya. "Ayah, Ayah," ujarnya lembut. Ia memanggil sang Ayah dengan celana milik Ayahnya ditarik-tarik.

"Mereka ... siapa?" Ia kesulitan berbicara.

"Kami kenalan Ayahmu, [Name]-chan."

Beberapa kali ia mengedipkan matanya, ia tetap tidak mengerti apa maksudnya. "Ah, mereka kenalan Ayah, Nak. Bagaimana kalau sekarang [Name] bermain dengan anak laki-laki mereka?" tawar si Ayah, mengalihkan pembicaraan.

[Name], si gadis kecil itu lebih akrab disapa demikian. Raut mukanya terlihat bingung, Ayahnya mengatakan ia bisa bermain dengan anak laki-laki dari kenalan Ayahnya. Tetapi, yang mana?

Netranya melihat sekitar, ia seperti telah menemukannya. Dia berada di balik orang dewasa ituーmereka yang disebutkan sang Ayah itu adalah kenalannya.

"Halo?" Dia menggunakan Bahasa Ibunya. Membuat si anak laki-laki itu menyahut bingung.

"Maksudnya?" Yang tentu saja tak bisa dipahami masing-masing. Entah mengapa, percakapan ini mendatangkan tawa antar orang tua mereka. Saat itu.

"[Father's Name]-san, mereka akan bisa memahami bahasa masing-masing di kemudian hari. Kasihan sekali aku melihat anakku dan anakmu kebingungan seperti itu," candanya, tidak benar-benar bercanda.

"Ahaha, apakah bisa anakku mampu melakukannya?"

"Tentu saja, mereka akan segera bisa. Perkembangan anak kecil itu tidak dapat ditebak," jelasnya, seolah mengetahui bagaimana jika di kemudian hari, anaknya dan anak dari kenalannya itu saling mengerti dan menggunakan bahasa mereka masing-masing.

Ketika kembali ke masa kini, sulit sekali rasanya untuk bertemu orang yang telah hadir dalam hidup. Sebab, karir yang di miliki pun berhubungan dengan keluarganya yang berjalan di bidang Hiburan.

Hanya dengan secarik surat yang harus segera ia balas itu, tak memungkinkan ia menyibukan diri dengan urusan pribadi sebelum berhasil menyelesaikan latihan unit saat ini. Dia tidak merenung, kok. Sungguh.

Teman-teman satu unitnya memang sedikit penasaran, ketika seorang Produser tiba-tiba memasuki ruang latihan mereka dan mengantarkan kepada mereka sebuah surat. Terlebih surat tersebut ditujukan sebagai surat pribadi, kepada sosoknya. Hidaka Hokuto.

CITY! Hidaka Hokuto.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang