Karina memasuki rumahnya dengan suasana hati yang tidak karuan. Setelah kejadian Karina yang membuang rokoknya Jeno tadi sepulang sekolah tepatnya, Karina jadi semakin merasa tidak enak. Apa dia terlalu berlebihan? Karena setelah Karina membuang rokok Jeno yang kedua, Jeno pergi meninggalkan dia tanpa sepatah kata pun yang berarti dia marah karena seorang siswi yang bahkan tidak akrab dengannya berani ikut campur urusannya.
Dia merebahkan dirinya di sofa dan menghela nafas. Apa sebaiknya dia meminta maaf? Tapi sebanyak apa pun dia berpikir dia tetap akan melakukan itu jika mendapati Jeno merokok lagi. Sebenarnya dia juga heran dengan perasaannya sendiri kenapa dia begitu peduli pada anak laki-laki yang baru dikenalnya itu.Dilain tempat Jeno merasa perasaannya sangat kacau saat dia sedang terlentang menatap langit-langit kamarnya. Seharusnya tadi itu dia tidak bersikap seperti itu pada Karina.
Seharusnya dia tidak pergi begitu saja sampai-sampai dirinya tidak menoleh saat Karina berkali-kali memanggil namanya.
Tp dia bisa berbuat apa ketika dengan melihat senyum Karina saat itu, dia merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Sebuah rasa yang membuat jantungnya seperti akan melompat keluar. Sebuah rasa yang membuat dia ingin terus memandang perempuan itu. Dia sadar dia sepertinya mulai menyukai Karina tp masalahnya adalah dia tahu dia tidak akan pernah bisa mengajak Karina berpacaran karena dia pasti bukan tipe dari seorang Karina yang hampir sempurna. Pastinya seorang Karina tidak akan mau berpacaran dengan murid yang suka membuat onar di sekolah.
Sepertinya dia hampir gila.
Hari itu dia tidak merasa ingin melakukan apapun. Hanya diam menyendiri membayangkan senyuman dari seorang Karina yang telah berhasil membuatnya jatuh hati.Acara makan malam keluarga Darmawan malam itu seperti biasa berlangsung dengan penuh kehangatan kecuali Karina yang terlihat seringkali melamun saat di meja makan.
"Karin! Kamu kenapa? " Ucap ibunya saat menyadari Karina terlalu banyak menaburkan bubuk cabe pada makanannya. Dia dengan cepat merampas botol cabe itu dari genggaman tangan putrinya itu.
"Ngga apa-apa kok mah, lagi kecapean aja karena udah mulai aktif di ekskul." Karina bohong dan orangtuanya terlihat percaya.
"Oh Ngomong-ngomong kok abang belum pulang mah?" Tanya Karina sambil melihat jam tangannya.
"Abang kamu masih sibuk dikampusnya. Sudah makan saja gausah nungguin abang kamu."
"Karina ga nungguin kok, cuma heran aja." Balas Karina dengan senyuman khasnya.
Tiba-tiba hanphonenya berbunyi menandai adanya telepon masuk. Nomornya asing tapi tetap dia jawab panggilan telepon itu."Halo?"
Halo ini gue Jeno. Disave ya nomornya Karina.
Karina hampir tidak percaya. Ini pasti mimpi. Tapi itu jelas jelas suara Jeno dan dia nyuruh dia untuk simpan nomornya.
Jeno buru-buru menutup sambungan teleponnya dan melempar ponselnya ke sembarang tempat.
"Gua pasti udah gila!" Teriaknya pada bantal yang membungkam wajahnya.
Jujur dia sangat malu. Kenapa juga dia nekat minta nomor ponsel Karina pada temannya yang sekelas dengan siswi itu dengan alasan ada barang dia yang tertinggal di kelas temannya itu dan dia ingin coba menanyakan pada Karina.Karina terus menatap layar ponsel nya itu sejak Jeno meneleponnya berharap dia akan menelepon lagi namun sayang, sampai Karina bersandar di bantal ranjangnya malam itu, Jeno tidak meneleponnya lagi. Dia juga heran kenapa juga dia tungguin seseorang untuk menelepon lagi dirinya ketika seseorang itu cuma menelepon untuk menyuruhnya menyimpan nomor kontaknya.
Dia tiba-tiba tersenyum, berpikir bahwa Jeno sama sekali tidak marah padanya. Dia bahkan menyuruhnya untuk menyimpan nomor ponselnya.
Dan malam itu Karina tertidur dengan seorang Jenovan berlarian didalam pikirannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
sixteen
RomantikDi umur 16 tahun Karina dan Jeno pertama kali bertemu. Di umur 16 tahun keduanya saling jatuh cinta. Di umur 16 tahun mereka masuk kedalam suatu hubungan yang berakhir tragedi. Karakter Jeno & Karina