Nyaris.

9 0 0
                                    

Catatan mimpi:
23 Januari 2023.

Aku berada di suatu lapangan tempat orang-orang menonton pacuan kuda.

Anehnya, bentuk lapangan ini lebih mirip lapangan marathon dibanding lapangan pacu. Dindingnya berwarna putih, kusam macam bangunan lama, dan pagar tribunnya terbuat dari besi yang dicat warna abu-abu tua.

Sebenarnya, aku disini bukan untuk menonton pertandingan.

Ada orang(-orang) yang ingin membunuhku.
Dan kebetulan, orang(-orang) itu berada di lapangan ini.

Yang kutau, ada setidaknya 3 orang yang terus bertanya, "Sa, kamu udah makan belum?" atau "Kok belum makan, Sa?" seolah-olah mereka menunggu momen untuk meracuniku.

Pada beberapa kesempatan, aku pun merasa diikuti. Dikepung. Diintip. Yah, intinya diuntit.

Saat aku berlari menuju hall, ketiga orang tersebut tampak celingak-celinguk mencariku. Rasa lega menyeruak memenuhi sekujur tubuhku. Aku ingin menangis sejadi-jadinya!

"Hmph!!!"
"Ssst! Diem!"

Apalagi ini?

"Nanti lo ketauan, diem. Gue ngebantuin lo."
Suara ini??????

"Zsa, gimana?" seseorang mendadak nongol dari sampingku, seolah-olah keluar dari bayangan dinding.

"Coba lo liat, masih ada gak?" suara ini, Zsa, suara yang dimiliki oleh teman sekolahku dulu. Aku kaget luar biasa. Diantara sekian orang yang kubayangi, dia yang menolongku?

"Udah gak ada."
Orang di depanku ini entah siapa. Aku tidak bisa menebak wajahnya yang tertutup masker, dan aku tidak mengenali suaranya.

"Oke. Time out dulu."

***

"Gue laper."

Zsa, dan si Anon, menatapku dengan tatapan aneh.

"Tapi lo tau, kan, konsekuensinya kalo lo makan depan mereka?"

"Ya, tau... bilang aja kali gue mau makan di rumah?"
"Tapi-"

"SA!"
Sial! Sial!

Seseorang menghampiri kami, berjongkok dan menautkan lengannya dengan sok akrab pada lenganku, bibirnya pun menyunggingkan senyum yang tampak palsu di mataku.

"Lo laper ya? Yuk, makan bareng."
Satu dari 3 orang yang ingin membunuhku, mengajakku makan bareng?

"Eh, gue mau makan di rumah aja. Paling cuma jajan disini," buru-buru aku berdiri dari dudukku, mencari celah untuk kabur sembari melepaskan lenganku dengan sedikit paksaan.

Sayangnya, dia, Icha, orang yang mengincarku ini, langsung menempeliku dan menyeletuk, "Yuk, gue temenin makan di rumah. Kita keliling dulu aja!"

Aku menoleh ke belakang, kulihat Zsa dan si Anon sudah menghilang.

Oh, sialan.
Bagaimana jika sebenarnya mereka memang tidak pernah ada, dan aku hanya berhalusinasi saja?

"Oke."

Icha menarikku ke salah satu stall makanan yang menjual burger. Burger bros. I've seen that before.

"Burger kejunya satu." Great. Bahkan pembunuhku sendiri yang memesankan makananku. Aku yakin dalam satu-dua gigitan ke depan aku sudah akan ditransfer ke alam lain.

"Jadi 180 ribu."

Kusodorkan kartu ATM-ku.
Saat aku diminta untuk mengisi pin, notifikasi di layar mesin berbunyi, Saldo tidak cukup.

Hah?
Buru-buru kucek m-bankingku dan kulihat saldo yang tertera disana dengan mata melotot.

Oke, aku tahu harusnya aku bersyukur karena; 1) aku tidak jadi makan burger yang mencurigakan itu, 2) aku bisa langsung kabur.

Tapi, aku lebih merasa malu karena; 1) saldoku tidak cukup, 2) antrian di belakangku sudah panjang, 3) staff burger menungguku dengan wajah yang jelas tidak kelihatan bersahabat.

Rasa malu itu membuatku mual. Mendadak kurasakan satu dua bulir keringat sebesar jagung menuruni keningku.

Sial, aku harus apa?

Karena tidak punya banyak pilihan, kuputuskan hal yang paling rasional yang bisa kulakukan.



















Aku bangun dari tidurku.



— *** —

jujur ampe skrg aku masi mikirin mungkin ini ada sentilannya dr tuhan biar gak gampang lengah sama orang jahat apalagi kl kita tau orgnya emg jahat.... dan kira kira diriku di alam lain gimana yah aku tinggalin pas lg malu bgt duitnya kurang???? HHHHH

Jurnal MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang