Dua hari sebelumnya.
"Apa maksudmu dengan Kia tidak ada di manapun?" Jake mencengkeram kepalanya. Sementara gigi-giginya mengerat —frustrasi.
Sementara itu di hadapannya, Sunghoon duduk menyilang kaki sambil mengetuki meja. Tidak adanya komentar yang keluar dari mulutnya bukan karena ia tidak peduli pada hilangnya Kia. Tetapi isi kepalanya tak jauh beda dari sahabatnya. Ia juga bingung seperti Jake.
"Bagaimana dengan guest house di Jepang?" tanya Jake setelah menghela napas panjang.
Seorang gadis yang memberinya informasi tidak menyenangkan itu menggeleng. "Tidak ada catatan bahwa Nona pergi keluar negeri."
"Kau yakin, Ryujin?" Sunghoon mengklarifikasi.
"Saya yakin. Bahkan Tuan Byun pun sekarang sedang mengutus beberapa orang untuk mencari Nona Kia."
"Kau boleh pergi." Sunghoon memerintah.
Setelah Ryujin menghilang di balik pintu yang berdentum, Jake memukul meja keras-keras. "Sebenarnya kemana perginya dia?"
"Tenangkan pikiranmu, Jake. Kia sudah dewasa. Dia bisa menjaga dirinya sendiri."
"Dia tunanganku. Bagaimana aku bisa tenang?"
"Kau sudah menghubungi teman-temannya?"
"Kau tahu sendiri bagaimana dia. Tidak banyak teman yang dia miliki. Hanya Taeri yang dekat dengannya."
Sunghoon menatap curiga. "Gadis yang sering datang ke apartemenmu itu?"
Jake mengangguk, enggan mengumbar kata-kata. Pikirannya sedang lelah. Sangat lelah. Ia bahkan sudah lupa caranya bersikap santai karena sejak kemarin dahinya terus berkerut. Membuat para karyawan menatap takut.
"Aku tidak suka dia. Wajahnya saja sudah terlihat seperti rubah. Licik."
"Ck!" Jake berdecak. "Daripada mengomentari orang lain kenapa kau tidak bantu aku mencari Kia saja?"
Sunghoon mengendik bahu acuh tak acuh, membuat Jake semakin kesal. Pria berbibir seksi menaikkan dan meluruskan kedua kakinya di atas meja. Kedua tangannya bersendekap sementara obsidian kelamnya tertutup rapat.
"Jika sampai besok tidak ada kabar, maka laporkan hal ini sebagai kasus orang hilang. Unggah informasi pencariannya di media cetak dan sosial media."
Keputusan Jake mutlak adanya.
*****
Kia melewatkan waktu sarapannya lagi. Ini sudah hari ke tiga. Bukan tanpa alasan ia melakukannya. Kia sengaja tidak mengambil jatah sarapannya karena ia merasa terlalu canggung untuk bersitatap dengan Heeseung.
Ya, gadis itu menghindarinya.
Salahkan saja mengapa Heeseung begitu kurang ajar mencium telinga Kia. Ia adalah pria dewasa. Mana mungkin ia tidak mengerti bahwa daun telinga memiliki sensasi rangsangan luar biasa ketika disentuh dengan romantisme?
Baiklah, katakan saja itu bukan romantisme yang sebenarnya mengingat tidak ada hal-hal istimewa yang terjadi setelahnya. Tetapi bagi gadis sepolos Kia, hal itu sudah cukup untuk membuat darahnya berdesir hebat hanya dengan mengingatnya saja.
Mungkinkah Kia jatuh cinta pada Heeseung?
Dengan begitu mudahnya?
"Tidak!" Kia menggeleng cepat-cepat. Melarang keras dirinya sendiri untuk berpikir demikian.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK ACE
Fanfiction[ Lee Heeseung fanfiction ] Lee Heeseung adalah seorang pengusaha kaya yang menawarkan diri untuk menjadi Kartu As bagi Byun Kia. Ia rela mengabulkan segala keinginan gadis itu, termasuk jika harus membunuh Shim Jake -Pria yang telah mengkhianati Ki...