Bab : 09

160 17 5
                                    

Seperti yang Yuna katakan sebelumnya, ia menggantung beberapa gaun rancangan merek-merek terkenal di kamar Kia. Membantu gadis itu mencobanya satu persatu.

Kia memiliki kulit putih. Ia cocok mengenakan pakaian dengan warna-warna pastel maupun gelap. Setelah baru saja melepas sebuah gaun berwarna salem, ia memakai gaun biru tua sepaha. Berbeda dengan gaun sebelumnya yang dipenuhi manik-manik kristal, gaun berbahan satin ini bernuansa polos. Satu-satunya magnet daya tariknya hanya berada pada potongan lehernya yang rendah. Sehingga ujung belahan payudara Kia terlihat.

"Aku suka yang ini."

Suara Heeseung tiba-tiba terdengar. Membuat Kia melompat kaget. Ia menoleh, melihat Heeseung sedang berdiri di ambang pintu. Menatapnya dengan senyuman.

"Sejak kapan kau berdiri di sana?" telisik Kia.

Heeseung mengendik bahu. Langkahnya melebar menghampiri Kia yang membatu di depan cermin, sementara tangan kirinya terangkat. Bergerak memberi isyarat agar Yuna meninggalkan mereka berdua.

"Kenapa? Kau malu padaku tetapi tidak dengan Yeonjun?"

Pertanyaan Heeseung membuat Kia bingung.

"Apa maksudmu?"

Heeseung memengangi kedua bahu Kia, mendorongnya pelan agar duduk di depan cermin rias.

"Apa yang kau lakukan dengannya?"

Ah, Kia paham sekarang. Ini tentang ucapan konyol Yeonjun siang tadi. Kia mendesah lelah. Ia tidak mengerti kenapa ia harus menjelaskan hal ini kepada Heeseung sedangkan mereka bukanlah sepasang kekasih —lebih tepatnya Kia belum menerima tawaran Heeseung mengenai hal itu.

"Si kembar bertengkar. Jadi kami harus berlomba menenangkan mereka," jawab Kia setengah malas.

Kekehan Heeseung terdengar. Sementara di dalam cermin terlihat ia sedang mendekatkan wajahnya ke telinga Kia.

"Oh."

Suara itu mengalun tepat di depan telinga Kia. Membuat Kia memejam erat sambil meremas kedua tangan. Sesak menyergapnya sekejap mata, memikirkan apakah kejadian sebelumnya akan terulang lagi?

Syukurnya tidak.

Alih-alih mengecup daun telinga Kia seperti tempo hari, Heeseung justru mengambil sebuah kalung berlian di dalam kotak perhiasan dan memakaikannya di leher Kia.

"Sudah kuduga kau cocok memakainya."

Kia menatap kedua obsidian kelam Heeseung lewat pantulan cermin. Tangan kirinya terulur, memegang berlian sebesar biji almon yang bertengger di lehernya.

"Hee, ini berlebihan. Katakan padaku kau akan membawaku kemana."

"Kenapa kau berpikir begitu? Wanita dan berlian adalah dua keindahan yang ditakdirkan bersama. Kalung ini tampak indah karena kau yang memakainya. Dia tidak berlebihan untuk kau kenakan."

Oh, Tuhan. Syukurlah Kia diciptakan atas kuasa-Mu. Karena jika tidak, sekarang ia pasti sudah menjadi abu. Lihat saja bagaimana wajahnya merona karena terbakar rasa malu. Jujur saja, ia tidak pernah merasa seistimewa bagaimana Heeseung memperlakukan dirinya. Bahkan Jake pun belum pernah memujinya dengan kata-kata semanis ini.

Kia menunduk, bibirnya mengatup rapat. Berusaha keras menahan senyuman yang memaksa mengambil alih ekspresi wajahnya. Dan sekali lagi hatinya meleleh karena perbuatan manis Heeseung. Pria itu tak hanya memakaikan sebuah perhiasan mahal di lehernya, tetapi juga berlutut di hadapannya dan kemudian memakaikan sepatu hak tinggi berwarna safir di kakinya.

"Kau belum menjawabku," ucap Kia.

"Apa?"

"Kau akan membawaku kemana?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BLACK ACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang