18

632 61 4
                                    

***

Tengah malam tepat jam 23.00 Xavier mengetuk kamar Venzo. Pasalnya ini adalah hal darurat. Mau tak mau Xavier mengganggu waktu tidur tuannya.

Venzo yang mendengarnya perlahan-lahan membuka matanya. Sebenarnya pria itu ingin marah, karena tengah malam ada yang berani-beraninya mengganggu waktu istirahatnya.

Pria itu melepaskan pelukannya terhadap istrinya yang tengah tertidur pulas. Terpaksa melepasnya lalu beranjak ke pintu kamar menemui orang yang menganggu waktu istirahatnya.

"Apa ada masalah besar hingga membangunkanku tengah malam." batin Venzo.

Setelah pintu dibuka terlihatlah Xavier yang sudah berdiri dengan diselimuti aura kewibawaannya.

"Maaf tuan, saya hanya memberitahukan bahwa wanita itu sudah ada di ruangan eksekusi. Apakah kita akan menghabisi nyawanya malam ini atau menyiksanya terlebih dahulu," ucap Xavier sedikit menunduk.

Venzo menyunggingkan senyumnya, lalu berkata, "Aku sendiri yang akan menemuinya malam ini. Biarkan dia mengerti siapa yang sedang ia ajak bermain."

"Panggil bodyguard yang lain untuk menjaga istriku, aku akan berangkat malam ini." titah Venzo.

"Baik tuan," balas Xavier.

Venzo kembali ke kamar untuk bersiap menyantap kembali makanannya malam ini. Tak lupa juga ia mengecup Zeleya sebelum pergi untuk makan malam yang sesungguhnya.

"Tidur yang nyenyak, besok aku akan kembali sebelum dirimu terbangun. Maaf tidak bisa berpamitan denganmu," bisik Venzo lalu mengecup dahi Zeleya dengan lembut.

Setelahnya Venzo keluar dari kamar menuju lantai bawah dan langsung bergegas ke tempat yang dituju. Dibawah banyak bodyguard yang kesana-kemari menjaga keamanan mansion.

Mobil sudah disiapkan oleh Xavier tak lupa juga membawa beberapa bodyguard. Venzo masuk kedalam mobil yang sama dengan Xavier lalu tanpa mengulur waktu langsung melajukan mobilnya ke tempat tujuan.

"Kau menangkap salah satunya atau dua-duanya Xav?" tanya Venzo di dalam mobil.

"Saya hanya menangkap salah satunya tuan," jawab Xavier.

"Wanita itu sudah membeli sianida dan diberikan kepada adiknya. Menurut penyelidikan wanita itu memanfaatkan adiknya untuk membunuh istri anda. Karena adiknya merupakan salah satu teman nona Zeleya di sekolah. Bernada dijanjikan kuliah hingga S3 oleh kakaknya jika ia berhasil menjalankan misi kakaknya." jelas Xavier.

Mobil Venzo melaju ke arah hutan dan tak lama terlihat bangunan yang tampak tua dari luar. Ya, itu adalah markas penyiksaan Venzo selain area bawah tanah di mansionnya. Disini ia bebas melampiaskan apapun tanpa rasa khawatir.

Karena di mansion sudah ada Zeleya, Venzo takut perbuatannya akan di pergoki oleh Zeleya.

Setelah sampai Venzo dengan segera masuk ke dalam markas, di dalam hanya ada lorong-lorong yang menuju ruangan rahasia.

Venzo berjalan ke salah satu ruangan di mana letak mainannya berada.

Terlihat seorang wanita sedang di gantung dengan rantai seperti huruf X, tubuhnya lemas tak bisa memberontak.

Langkah kaki Venzo masuk ke pendengaran wanita itu, ia menatap siapa yang datang.

"Tu-tuan Venzo," ucapnya terbata-bata.

Tanpa menunggu apapun, Venzo mengambil katana yang sudah di sediakan.

Berjalan mendekati wanita itu dan langsung memotong tangan kanannya.

"Arghh," teriak Adzkia kaget sekaligus kesakitan.

Darah muncrat mengenai tubuh Venzo.

"Tak akan aku biarkan siapapun mengganggu rumah tanggaku, tidak ada belas kasihan untuk wanita manapun. Kelembutanku hanya untuk istriku," gumam kecil Venzo menatap tajam Adzkia.

"A-apa sa-salah say--" ucap Adzkia terpotong.

Venzo kembali menggunakan katananya untuk memotong kaki Adzkia. "LANCANG, SIAPA YANG MENYURUHMU BERBICARA."

"ARGHH," teriak Adzkia menggema, tubuhnya tak utuh lagi ia hanya bisa meneteskan air mata sembari menunggu ajalnya.

"Dia bukan manusia, dia adalah iblis," batin Adzkia penuh penyesalan. Ia tak bodoh dan menyadari bahwa Venzo memang mengetahui rencana busuknya.

Venzo berjalan mengambil tangan dan kaki Adzkia yang terpotong. Pria itu memotong tangan dan kaki Adzkia seperti daging di depan Adzkia yang sekarat.

Adzkia merasa ngilu melihat bagian tubuhnya sendiri di potong seperti daging. Wanita itu sudah tak kuat berbicara. Wanita itu tidak pernah berfikir akan berakhir seperti ini.

Padahal rencananya belum terlaksana tapi ia sudah menanggung akibatnya.

Venzo membabi buta memutilasi tangan dan kaki Adzkia. Pria itu meluapkan emosinya.

Setelahnya ia memandang kembali Adzkia yang mulai kehilangan kesadaran karena darah yang terus mengucur deras dari tubuhnya.

Tetapi melihat Adzkia dengan kondisi mengenaskan seperti itu semakin membuat amarah Venzo memuncak. Ia kembali mengarahkan katanya untuk memotong leher Adzkia.

"Srek" katanya itu memisahkan kepala dan tubuh Adzkia. Kepala Adzkia menggelinding dengan mata yang sedikit terbuka.

Venzo bahkan tak membiarkan Adzkia untuk mengutarakan pesan terakhirnya.

Melihat Adzkia yang sudah tak bernyawa membuat Venzo belum puas juga. Ia mengambil pistolnya dan menembak babi buta kepala Adzkia, hingga otaknya berceceran.

"Tidak ada ampun bagi siapapun," gumam kecil Venzo.

Pakaian yang di kenakan Venzo berlumuran dengan darah. Sedari tadi Xavier hanya menunduk, ia membiarkan tuannya ini melampiaskan segalanya.

"Xavier, suruh chef memasak tubuh wanita itu yang masih tergantung. Jadikan steak atau makanan apapun dan kirimkan kepada adiknya," titah Venzo dengan deru nafas yang belum teratur.

"Baik tuan," jawab Xavier patuh.

Setelah itu Venzo melangkahkan kakinya untuk meninggalkan markas.

Venzo mengendarai mobil sendiri menuju hotel. Ia akan membersihkan diri di hotel itu dan setelahnya baru kembali pulang dengan badan yang sudah bersih dan wangi.

Pagi-pagi sekali Bernada mendapatkan sebuah paket makanan yang sudah ada di depan pintu rumahnya.

Setelah ia membukanya tidak ada yang mencurigakan hanya paket berisi beberapa Hamburger dengan kertas catatan kecil di dalamnya.

Bernada mengerutkan dahinya lalu membacanya, "Selanjutnya adalah anda."

Bernada benar-benar tidak mengerti maksud dari catatan singkat itu. Ia mengedikkan bahunya bodoamat dan membawa hamburger itu masuk kedalam rumah dan memakannya tanpa curiga.

Tanpa ia sadari daging hamburger itu adalah daging kakaknya sendiri yang telah tiada, ia merasakan bahwa daging itu tidak terasa aneh bahkan ia mengakui lumayan enak.

To Be Continued

Gus MAFIA | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang