Dengan rasa lelah yang menumpuk juga baju basah kuyup ia masuk ke rumahnya, di sana nampak sepi seperti biasanya. Bapak tak pernah pulang karena dinas di luar kota. Rendi menaruh tas dikamarnya, baju seragamnya yang basah itu ia simpan di mesin cuci kecil bertenaga tiga ratus lima puluh watt, ia menggantinya dengan kaos kesayangannya yang berwarna hitam.
"Oh iya!" Rendi hampir lupa ia membawa mainan di tasnya. Ia mengambil mainan itu dengan senyum yang lebar. Dengan segera ia menuju kamar adik perempuannya yang menggemaskan itu.
Dibukakan pintu itu dengan hati-hati sambil mengintip kedalam, apakah ada atau tidak adiknya itu.
"Hai Ren," Ucap Mamah dengan nada pelan.
Nampak mamah sedang menjaga adik dengan sangat hati-hati, ia tertidur pulas di kasurnya yang seprainya bewarna serba pink itu.
"Yah, adik tidur yah mah? Aku pengen banget ketemu dia yang lagi tidur pulas itu, apakah aku boleh mengelus adik ku?"
"Jangan," Ucap Mamahnya lembut.
"Kenapa aku gaboleh elus dia? Aku kan kakaknya mah?"
"Nanti bangun." Balas Mamahnya dengan senyum lebar dan lembut itu.
Rendi akhirnya hanya bisa berdiri menatap adiknya yang sedang tertidur pulas, adiknya itu masih berumur sekitar enam tahun, adik perempuan yang sangat Rendi sayangi dan lindungi.
Ia hanya menatap gerak perut adiknya dan mulut yang sedikit terbuka, pertanda dirinya sedang tertidur pulas.
"Ih Mah! Tapi aku mau ngelus dia." Rendi sungguh gemas dengan gelagat tidur adiknya itu.
"Enggak boleh sayang, dia lagi tidur pulas. Emang kenapa kamu bener-bener mau ngelus adikmu itu?"
"Yakan aku kakaknya, aku sayang banget sama dia, ngelihat ia tersenyum aja rasa lelah sehabis sekolah itu lega ... banget!"
Mamahnya hanya tersenyum sembari matanya berbinar, pertanda ada air di kelopaknya. Rendi menatap heran Mamahnya itu dengan perasaan bingung.
"Mah, maaf yah."
"Kenapa minta maaf?"
"Aku ngerasa belum bisa menjadi kakak yang benar-benar ngejaga adiknya. Aku belum bisa bahagiain dia, masih sering bikin nangis dia, kadang-kadang suka cuekin dia, juga sering bentak dia, dan juga Mamah yang sering marahin aku karena aku ngebuat dia nangis terus. Juga yang paling aku gabisa adalah membelikan dia boneka Pikachu dipojok toko blok B itu."
"Gapapa," Jawab Mamahnya lugas.
Air mata yang tadinya tertahan sekarang bergerak keluar dari mata Mamah.
"Mamah kok nangis?" Tanya Rendi Khawatir.
"Mamah nangis karena bangga sama kamu nak, mamah ga kecewa sama sekali sama sikap kamu sebagai kakak. Mamah yang seharusnya meminta maaf. Meminta maaf karena mamah selalu ngebebanin kamu, bandingin kamu dan maksa kamu untuk benar-benar jadi kakak yang baik untuk adikmu."
"Haha, iyah mah gapapa, udah tugas Rendi begini kok begini!" Nadanya bersemangat.
"Udah ah jangan nangis, pokoknya Rendi mau elus ade sambil ngasih boneka pikachu kecil ini."
"Jangan, nanti dia bangun," Ucap mamahnya sekali lagi.
"Ah gamasalah aku mau ngelus dia lembut kok!"
Rendi memaksa dan tak menghiraukan larangan mamahnya. Dan saat hendak menempelkan tangannya menuju puncak kepala adiknya, Rendi benar-benar terkejut. Tangannya tembus dari puncak kepala adiknya. Ia tertegun dan menatap Mamahnya secara tiba-tiba.
"Dua hari lalu. Kamu bertengkar hebat dengan mamah, karena ingin meminta uang untuk membelikan adikmu boneka yang ia mau, tapi kerasnya mamah meskipun mempunyai uang itu mamah gak memberi kamu uang. Dan naluri kamu sebagai kakak yang mau ngebahagiakan adikmu itu muncul."
"Kamu mencoba menjual handphone bekasmu dengan bernegosiasi di tempat dengan orang kenalan kamu di facebook. Dan sayangnya kamu malah dirampok oleh pihak pembeli, kamu tertusuk dibagian dada dan langsung terkapar."
"Cukup," Ucap Rendi mendiamkan ibunya. Ia memegang perutnya yang terasa basah dan ada lubang disana, ia tak berani melihat tangannya yang sudah pasti terselimuti darah. Rendi sekarang tak bisa lagi berkata-kata. Mamahnya yang tahu sejak awal bahwa Rendi yang ada dihadapannya ini sudah mati memilih diam karena menghargai arwah yang datang.
Adiknya terbangun tiba-tiba, memeluk mamahnya dan bertanya dimana kakaknya sekarang, ia rindu akan kakaknya yang sudah tak pulang lagi, adiknya menghapus air mata mamahnya yang terjatuh si pipinya. Antara mamah dan adik sekarang merindukan kehadiran kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
!Seribu Satu Coklat (On Going)
Short StoryBukan soal apa tentang siapa dan dimana letaknya. Hanya sekedar kehidupan yang penuh dengan lika-liku yang beragam. Maka semua kehidupan terangkum pada beberapa kisah yang tertulis.