Ia mengendap-endap memasuki pemakaman. Pikirannya sudah gelap. Seolah tak ada pilihan lagi.. Dia langsung menggali begitu menemukan makam yang ia cari. Cuaca buruk malam itu justru menguntungkannya: air hujan membuat tanah kian gembur. Oh apakah alam sedang memihak pada setan?
"Bayar hutangmu atau kami akan membunuhmu! Cuh!" suara berang itu terus terngiang. Semakin memacu tenaganya menggali.
"Haha! Yang benar saja, aku masih ingin menikmati masa muda!" tawanya menantang hujan.
Diraihnya jemari dari jasad yang kaku itu. Cincin di jari manis itu ditariknya pelan. Tapi rupanya sudah terlalu lekat. Ditariknya lagi dengan lebih kuat. Namun cincin harapan pelunas hutang itu masih belum mau terlepas.
"Maafkan aku bu..."
Crakk! Cangkulnya mengayun keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeritan Jakarta
HorrorSiapa yang bilang dinamisnya kehidupan metropolitan jauh dari ikhwal mistis? Ternyata banyak 'jeritan' yang terjepit diantara kesesakannya. Mereka yang resionalis dan tidak percaya, justru menjerit karenanya. Di kereta, kemacetan, antrean penumpang...