1 | Alatus

30 3 0
                                    

Ketika tujuh lapis tanah mencuat dari empat arah, meratabumikan kejahatan di bumi teyvat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika tujuh lapis tanah mencuat dari empat arah, meratabumikan kejahatan di bumi teyvat. Namun masih ada jiwa dan mimpi-mimpi indah yang tersisa yang harus diantarkan pada langit cerah dan bersinar bersama bulan, yang harus diantarkan ke dunia yang lebih baik.

Maka dari itu diutus lah para Yaksha yang bertugas untuk mensucikan sisa-sisa residu jiwa yang jahat bak mimpi buruk dan membebaskan para jiwa pemimpi indah yang terjebak di seluruh belahan bumi, tugas mereka akan selesai seiring berjalannya waktu.

Satu hingga ribuan residu jiwa yang jahat akhirnya tersucikan, satu persatu pula para yaksha kembali untuk beristirahat.

Alatus Xiao, salah satu dari yaksha yang bertugas akhirnya selesai menyucikan daerah terakhir di dunia ini.

membungkuk, menaruh seluruh peralatan dan senjata yang ia gunakan dalam misinya di tanah. setelah hari dan malam yang memuakkan melihat banyaknya residu mimpi buruk—sekarang dia bisa istirahat, kan?

ditepuk tangannya empat kali dengan mata terpejam dan doa yang dia bisikkan dengan khusyuk, sebuah ritual untuk bisa terhubung langsung dengan dewa yang mengutusnya. namun nihil, sudah hampir setengah jam berlalu dan tak ada balasan dari dewa-nya.

membuka matanya perlahan dan memandang langit, sedikit heran mengapa sang dewa tak menjawab ritualnya seperti biasa? apakah tugasnya belum selesai?

" oh tuanku, tuan morax." Yaksha hijau itu kembali berbisik, mencoba untuk bisa terhubung dengan sang dewa. " apakah tugas saya masih belum selesai? berikan saya jawabannya, dan pasti akan saya tuntaskan hingga selesai."

bergeming, tak ada jawaban dan hanya ada angin yang mendesir menyadarkan sang yaksha dari harapan bahwa malam ini tugasnya sudah tuntas dijalankan.

menyadarkannya dengan kesunyian tanpa jawaban, dimana malam hari ini dan malam-malam berikutnya ia masih harus mencari mimpi indah ataupun mimpi buruk yang tersisa di kota terakhir— yang dimana sudah ia pastikan tak ada lagi yang tersisa selain rongsok dunia.

setelah satu jam dihabiskan untuk berdiam diri menunggu jawaban dari sang dewa, sang Yaksha akhirnya memilih untuk mendengar bisik angin— beranjak pergi dari tempatnya juga membawa kembali senjata dan peralatannya untuk kembali mengembara mencari apa yang belum dia antar ataupun sucikan dalam tugasnya.

berbalik menghadap gedung-gedung yang runtuh hanya menyisakan setengah dan kerangkanya, pemandangan yang sudah muak ia lihat. Apakah malam ini dia harus kembali menahan sakit di dadanya, menahan beban karma yang semakin lama semakin berat? sungguh, jika sang Yaksha boleh jujur— dia sudah tidak mau lagi.

tapi, jika tugasnya belum selesai ya bagaimana lagi?

" baiklah, mungkin tugasku belum selesai." ucap sang Yaksha menghela nafasnya pelan, digenggamnya erat tombak giok hijau yang menemaninya selama seratus tahun terakhir dalam misi dan begitu pula malam ini.

sang Yaksha, alatus Xiao— hanya berharap tugasnya akan segera tuntas secepatnya.

Kurang lebih sudah 3 jam lamanya sang Yaksha mengelilingi reruntuhan kota, memeriksa setiap ruang dan kamar yang tersisa dan bahkan sela-sela timbunan runtuh bangunan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kurang lebih sudah 3 jam lamanya sang Yaksha mengelilingi reruntuhan kota, memeriksa setiap ruang dan kamar yang tersisa dan bahkan sela-sela timbunan runtuh bangunan. memastikan benar-benar tidak ada yang terlewat, dan tak ada yang terlepas dari matanya.

Tetapi mata sang Yaksha mulai memburam bersama dengan kepalanya yang berdenyut dan tubuhnya yang melemas, keadaannya kini tak baik-baik saja karena karma yang diembannya setelah kian ratus tahun dalam bertugas. karma yang ia dapatkan dari mimpi-mimpi buruk, yang ia lakukan.

tetap memaksakan kakinya untuk terus melangkah menyusuri setiap jengkal runtuhan kota tersebut, dengan segala gelisah dan perasaan muak tak mengenakkan yang mencambuk dadanya— sang Yaksha berjalan seperti raga tak berjiwa.

pemikiran tentang perasaan hati terdalamnya mulai mencuat dalam kepalanya yang ikut memudar kesadarannya. kapan ini semua akan berakhir? dia sudah muak sendirian, dia sudah muak kesepian, dia sudah lelah untuk terus tegar.

kapan?

setidaknya sebelum sang Yaksha benar-benar tak sadarkan diri semalaman penuh di antara reruntuhan, ada yang membopongnya ke tempat yang lebih baik.

rasanya, seperti sedang bermimpi indah.

rasanya, seperti sedang bermimpi indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the sweet smell of that night's dream | xiaolumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang