Jembatan

5 0 0
                                    

"Jembatan"

Oleh Encik Wanda Halizah (todayis.wanda)

*** 

Di tatapnya sinar matahari yang mulai habis di lahap awan ujung sana, nafasnya bertabrakan keluar dengan angin yang menampar wajahnya, matanya sendu menatap air yang menghampar luas di bawahnya. Ia berada di atas jembatan saat ini, tangannya mulai meraih besi pembatas jembatan dan kakinya menyusul naik. Perlahan namun pasti, ia sudah naik satu besi dan tinggal sedikit lagi.

"Kamu mau apa?" suara itu berasal dari arah belakang, ia mengernyit dan langsung menoleh ke asal suara. Seorang gadis diatas sepeda berhenti dan melihatnya.

"Jangan ikut campur, pergi san-" niat hati ingin mengusir tapi kakinya tergelincir, matanya membelalak lebar serta tangannya mencoba menggapai.

Namun sayang, ia tetap terjatuh dan hal terakhir yang ia ingat adalah gadis itu buru buru turun dari sepeda.

Byuurr

Ia membuka matanya dan sudah berada di dalam air, nafasnya tercekat dan perlahan sulit. Sungai ini seolah tidak berujung sebab ia semakin turun ke bawah namun kakinya tidak kunjung menapak, dinginnya air mulai menusuk ke tulang tulang, rasanya ia akan mati perlahan. Namun ketika ia berkedip ke sekian kalinya, entah ia sudah mengalami halusinasi atau apa, samar samar ia melihat wajah gadis diatas sepeda tadi. Tetapi setelah itu, kesadarannya perlahan hilang.

~~~

"Uhuk uhuk uhukk" nafasnya berdesakan keluar bersama air, ia terengah-engah dan langsung bangkit. Kesadarannya telah pulih kembali, ketika ia menoleh ke sampingnya gadis itu pun tergeletak sembari menghela nafasnya.

"Kamu gak apa ap-"

"Kalau gila itu, ya ke rumah sakit jiwa. Jangan langsung berbuat nekad gini, bahayain orang tau gak?" gadis itu mengomel panjang lebar, ia mengernyit, "Eh...aku juga niatnya emang mau mati, kau aja yang ikut campur" merasa tidak terima tentu saja ia berbalik memarahi gadis itu lagi.

"Kamu pikir mati itu gampang, hah?" gadis itu bangkit dan menatapnya tajam, ia menggeram kesal sembari mengusap wajahnya, "Emangnya sebesar apa masalahmu sampai milih mau mati gini?" tanya gadis itu lagi.

Ia menghela nafasnya, "Aku pikir, dunia bakal baik baik aja walaupun aku gak disini" jawaban dari mulutnya menjelaskan semua alasan mengapa ia berbuat senekad ini.

"Kenapa? Kamu pikir, cuma kamu satu satunya orang yang susah dan gak bahagia di dunia ini?" gadis itu balik bertanya. Kepalanya mengangguk, namun gadis itu terkekeh pelan membuatnya penasaran, "Pemikiran kamu dangkal juga ya" gumam gadis itu.

"Gini ya...anu, siapa?"

"Anunya siapa?" beonya yang salah paham dengan ucapan gadis itu.

"Ihh bukan...maksudnya nama kamu, siapa?" gadis itu memperbaiki pertanyaannya.

Ia tersenyum, "aku Hilal" jawabnya sembari mengulurkan tangan, gadis itu menyambut uluran tangannya juga ikut tersenyum, "aku Rani" dan keduanya pun berkenalan.

Ia sempat memgernyit sebab tangan gadis ini sangat dingin, hal itu membuatnya merasa bersalah karenanya lah seorang gadis kedinginan malam malam begini.

"Kamu kedinginan?" tanpa sadar pertanyaan itu keluar begitu saja.

Gadis itu menggeleng, "Nggak, biasa aja" jawaban yang tidak di mengertinya lagi. Tapi Hilal berusaha tetap bertanggung jawab, meski dengan memberikan sweaternya yang sudah basah pada gadis itu, "Walaupun udah basah, pakai aja ya" ucapnya.

Rani, gadis itu tersenyum sembari mengangguk kan kepalanya. Gadis itu memakai sweater pemberiannya, "Terima kasih ya, Hilal" kata Rani.

"Oiya...aku mau kasih nasihat, boleh?" lalu Rani lanjut berbicara, Hilal mengangguk memperbolehkan, "Aku gak tau, seberat apa penderitaan yang kamu rasain, sampai harus memutuskan untuk bunuh diri" gadis itu memulai kalimatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antology Cerpen : ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang