Kencan Selamanya

4 1 0
                                    

"Kencan Selamanya"

Encik Wanda Halizah (todayis.wanda)

"Kamu terlihat cantik."

Pujian itu berasal dari seorang pria yang melihat seorang wanita di hadapannya yang sedang menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Wanita itu malu-malu karena pujian. Merasa gayung tersambut, pria itu berjalan mendekati wanita tersebut.

"Siapa namamu?" tanya pria itu.

"Arin," jawabnya yang masih nampak tersipu malu.

Pria tadi tersenyum sembari mengulurkan tangannya, "Saya Bagas," ucapnya yang bergantian memperkenalkan diri, ketika tangan Arin menjabat tangannya, wajah Bagas tampak senang.

"Sudah berapa kali saya lihat, kamu memperhatikan dan mengikuti saya. Benar, 'kan?" Arin beralih memberinya pertanyaan, Bagas terdiam sejenak kemudian mengusap dagunya.

"Maafkan saya jika itu membuat tak nyaman," jawab Bagas.

"Tak apa, saya pikir kamu bukan orang jahat," sahutnya sembari berjalan.

"Jika boleh, berkencanlah dengan saya," Arin terkejut dengan sosok Bagas yang langsung tembak.

Arin menoleh ke samping dan melihat wajah Bagas, "Kamu tipe orang yang tergesa ya," ucapnya sembari tersenyum. Sementara Bagas hanya terkekeh pelan mendengar kesan pertama wanita itu padanya.

"Maaf, tapi bagi saya ini sudah tahap yang ke sekian."

"Aaa ... termasuk tahap ke sekian mengikuti saya?" celetuk wanita itu. Bagas mengangguk, membenarkan asumsi wanita itu.

Bagas menatap wajah wanita itu cukup lama, ia menghentikan langkahnya sementara wanita tersebut terus berjalan.

"Berkencanlah tiga kali dengan saya," katanya setengah teriak, wanita itu berbalik.

"Setelah tiga kali, kalau kamu tetap tidak menyukai saya. Tak apa, saya akan menyerah," lanjutnya lagi.

Wanita itu sejenak terdiam sembari terus menatap wajah lelaki itu, lalu tanpa di sangka, senyum mengembang di wajah gadis itu. Kemudian menganggukkan kepalanya.

***

Satu minggu setelahnya, wanita itu menepati janji berkencan dengan Bagas, menunggu di depan halte bus dengan mengenakan baju kemeja putih serta rok berwarna cokelat gelap dan sepatu hak tinggi berwarna hitam. Wanita itu duduk sembari menunggu Bagas.

Tidak lama kemudian, Bagas sampai bersama bus pertama yang datang sore itu, tidak ada janji dan sepakat, baju yang dikenakan Bagas hampir berwarna senada dengan Arin. Bagas meminta maaf karena ia terlambat kemudian mengajak Arin pergi berjalan kaki.

Sore ini, mereka berada di taman dan duduk di bawah pohon tepatnya di pinggir danau, Bagas membawa semua bekal di dalam keranjangnya dan tikar untuk alas duduk mereka.

Tidak disangka, bekal yang disiapkan tersebut adalah buatan Bagas sendiri katanya. Ketika Arin mencoba sesuap, makanan itu benar-benar terasa seperti masakan rumahan, rasanya enak sekali dan membuatnya ingin makan lagi.

Bagas melihat ke arah Arin, tatapannya menyiratkan sesuatu yang tidak Arin ketahui maksudnya, sama seperti kemarin. Hari ini, Arin merasa kencan pertama yang menyenangkan, meski usianya tidak terbilang muda untuk menikmati kencan seperti ini, tapi model kencan klise begini sudah lama ia inginkan.

"Hari ini kamu cantik, sama seperti kemarin," puji Bagas.

Bagas pandai menyenangkan hatinya, meski Arin berusaha agar tidak terlalu nampak jelas bahwa ia senang, tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa Bagas sudah berhasil membuatnya nyaman pada kencan pertama.

Tak tanggung-tanggung, pria itu juga membawa sebuket bunga kesukaannya, Arin sempat mengernyit karena Bagas tahu apa saja yang ia sukai, meski ia tidak bisa curiga karena itu bisa saja hanya kebetulan.

***

Hari ini ada janji kencan yang ke dua, Bagas lebih dulu sampai. Janji temu kencan adalah di perpustakaan daerah, tentu saja ini bukan pilihan Bagas, tapi Arin yang memintanya. Saat terakhir kali mereka bertemu minggu lalu, Arin meminta untuk bertemu di sini. Meski kencan di perpustakaan bukanlah sesuatu yang ia rencanakan, tapi Bagas mengiyakan permintaannya.

Sedikit lebih lambat dari waktu yang di janjikan, tapi Arin tetap menepati janji. Wanita itu turun dari bajaj, Bagas terdiam sejenak melihat penampilan Arin, wanita itu menjinjing beberapa buku. Baju yang digunakannya hari ini senada dengan baju Arin, ia tersenyum karena tidak salah memilih baju.

Sementara Arin berhenti tepat di depan pintu masuk, wanita itu melihat penampilan Bagas atas bawah kemudian melihat ke arah bajunya sendiri. Arin memiringkan kepalanya, "Sepertinya selera baju kita sama," ucapnya kemudian.

Bagas mengangguk, keduanya masuk ke dalam perpustakaan. Bagas memilih sebuah buku dan memberinya kepada Arin.

"Membaca buku romantis, kamu suka genre ini 'kan?" tebakan Bagas tepat sasaran begitu gadis tersebut mengangguk dan tersenyum.

"Semua gadis suka romantis," gumamnya pelan.

Setelah itu tak ada kata di antara keduanya, Bagas memperhatikan sepanjang waktu Arin membaca dan tak jarang ia tersenyum setelahnya. Arin yang akhirnya menyadari pun melirik Bagas.

"Suka sekali sama saya ya?" niat Arin hendak menyindir.

"Hehehe, iya," namun malah berbalik dirinya yang tersipu, karena pria itu terlalu jujur.

Arin buru-buru mengalihkan pandangannya, sementara Bagas yang tiba-tiba dapat ide menuliskan sesuatu di bagian buku agenda yang dibawa Arin. Lalu di tunjukkannya kepada Arin. Setelah membacanya, Arin nampak kurang setuju, namun ekspresi wajah Bagas yang memelas membuatnya menghela nafas, entah mengapa pula ia tidak bisa menolak. Sementara permintaan pria itu tidak terlalu sulit, Arin nampak menimbang-nimbang, lalu setelah itu ia menganggukkan kepalanya.

Bagas terlihat sangat senang, sedangkan Arin kembali lanjut membaca.
"Kencan terakhir, Cafe Dansa, pukul 19.00. Berdandanlah."

***

Lama sudah Bagas menunggu, ia tiba hampir satu jam yang lalu. Dari mulai duduk, berdiri hingga bersandar di pintu Cafe, tapi Arin belum kunjung datang. Di tatapnya nanar jam yang mulai menunjukkan pukul 9, pertanda sudah hampir 2 jam pula ia menunggu.

Hujan mengguyur Ibukota, hawa dingin mulai menyerang tubuhnya, ia tetap menunggu di depan pintu Cafe, namun Arin masih saja tidak datang. Satu alasan yang sedari tadi ia coba terus tepiskan, alasan yang sudah ia duga dari hari sebelumnya. Hanya saja ia tidak menyangka benar-benar terjadi padanya.

Beberapa hari kemudian, Bagas kembali ke taman, tempat awal ia bertemu Arin, wanita yang tak datang di hari terakhir berkencan. Di tempat ini wanita itu selalu ia temukan, hanya tempat ini yang tak pernah wanita itu lupakan, meski berkali-kali sudah ia mengamati.

Wanita itu nampak mengenakan pakaian yang sama seperti saat pertama kali mereka berjumpa, Bagas mulai berjalan mendekat, "Kamu terlihat cantik," ucap Bagas.

"Siapa namamu?" tanya Bagas lagi.

"Arin," jawabnya.

Bagas kembali tersenyum, "Saya Bagas," ia mengulurkan tangannya.

"Berkencanlah dengan saya," ia melewati fase yang bertele-tele, meski begitu wanita tersebut tetap tidak dapat menolaknya. Bagas mencoba tetap tersenyum, meski tiap kali wanita itu menolaknya tatapan mata Arin seperti melihat orang asing.

Bagas meneguk ludahnya, "Berkencanlah dengan saya, Rin. Kencan selama yang kita bisa," lanjutnya lagi, kali ini terdengar lirih. Meski wanita itu menatapnya bingung, namun hanya ia yang tahu kebenarannya. Bahwa wanita itu selalu melupakannya.

Sejak wanita itu pergi dari rumah 3 tahun yang lalu, wanita yang dicintainya itu melupakan semua tentangnya, bahkan melupakan fakta bahwa ia adalah suaminya dan menjalani hidup kejar-kejaran seperti orang asing sedang kasmaran seperti ini. Setiap harinya, berharap wanita itu akan mengingatnya suatu hari nanti.

~the end~

Antology Cerpen : ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang