ᴬ ᴰʳᵉᵃᵐ

229 38 3
                                    

Aku menjatuhkan diriku ke sofa. Helaan nafas lelah keluar dari lubang hidungku.

"Lagi-lagi salah paham" gumam ku.

Memiliki mata juling itu menyebalkan. Disaat kau melihat sebuah objek maka objek lain akan mengira kalau kau melihat mereka. Benar-benar menyebalkan. Terkadang aku membenci mata ini. Tapi, itu sama saja dengan mengejek ciptaan Tuhan.

"Baca Lookism aja deh. Biar stress hilang"

Aku membuka aplikasi Webtoon dan membaca salah satu komik action berjudul Lookism chapter 441. Air mata keluar kala aku membaca bagian dimana Jichang di dor si buntung.

"Kamu tega banget mas. Padahal kita baru aja kencan Minggu lalu༼⁠;⁠'⁠༎ຶ⁠ ⁠۝ ⁠༎ຶ⁠༽"

Aku selalu berpikir kalau aku bisa masuk kesana, aku bisa Harem gak ya? Tapi, memangnya ada yang mau dengan cewek buruk rupa seperti diriku?

Terkadang aku merasa iri pada Hyungseok. Padahal kami sama. Tapi, kenapa aku tidak seberuntung Hyungseok. Menyebalkan.

Ting tong

'siapa?'

Aku berjalan ke depan pintu. Sedikit mengintip di lubang pintu, takut-takut pembunuh yang menekan bel apartemenku.

".... Ternyata kurir" gumamku dengan helaan nafas lega.

Aku membuka pintu apartemen. Setelah melakukan transaksi dengan kurir aku menutup kembali pintu. Paket ku buka.

 Paket ku buka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yosh. Dengan begini orang-orang tidak akan tahu kalau mataku juling←(based on true story).

"(Name), kamu belanja online lagi?"

Ah, ibu.

"Jangan sering belanja online. Uangnya mending kamu tabung untuk beli sepatu kamu"

Aku..... Tidak tahu harus membalas bagaimana. Kalau dipikir-pikir lagi, sepatuku juga sudah bolong. Padahalkan uang tabungan itu untuk bayar les komputer.

Tidak adil. Adik dan ayah saja dibelikan kebutuhannya menggunakan uang ibu dan ayah. Sedangkan aku? Aku malah menggunakan uangku. Mana pakaian yang aku beli selalu terlihat jelek Dimata ibu. Menyebalkan. Padahal pakaian yang ku pilih sangat bagus. Tapi, ibu malah membelikanku pakaian yang alay. Katanya trend lah ini lah itu lah.

Ibu tidak mengerti aku. Dia bahkan tidak tahu apapun tentang diriku. Dia tidak tahu apapun. Keluargaku tidak tahu sedikitpun tentang diriku.

"Semoga ini terlihat bagus" ucapku sambil mengenakan kacamata yang baru ku beli.

Aku mengambil cermin kecil dan melihat diriku. Beneran bagus. Mataku juga jadi tidak kelihatan juling lagi. Ah, senangnya.

"Ah iya. (Name), beli kecap asin ke minimarket, gih"

Tch. Padahal aku lagi pengen santai-santai.

"Nih uangnya"

"Hmm..."

Menyebalkan.

....

"Totalnya jadi Rp.12.540"

Hah, gak ada sisanya. Padahal kan aku ingin roti.

"Silahkan datang lagi lain kali"

Pengen eskrim. Tapi gak ada duit lagi. Ish, kenapa kecap asin begitu mahal? Aku kan juga pengen jajan tahu!

"Moew!"

Aku berhenti berjalan saat ada kucing yang menghalangi jalanku. Alisku berkedut.

"Apa ini? Penjambretan versi kucing?"

Aku menghiraukan kucing itu dan kembali berjalan. Bisa kurasakan kalau kucing itu mengikutiku juga.

"Hei, jangan mengikutiku. Aku tidak punya makanan untukmu. Pergi sana"

"Meow~"

Kucing keras kepala. Haahh~ biarkan saja lah. Toh, nanti juga dia akan pergi.

"Kakak yang disana! Bisa ambilkan bolanya tidak?!"

Aku menatap anak-anak yang di lapang. Uhh.... Tatapan itu.... Itu, tatapan jijik, kan? Kalau aku tidak mengembalikan bolanya, nanti aku di cap orang jelek yang sombong. Aku gak mau. Tanganku mengambil bola itu dan melemparkannya pada mereka.

"Makasih kak!"

Aku mengangguk. Lantas pergi dari sana. Ibu menunggu di rumah. Samar-samar, aku mendengar suara anak-anak tadi.

"..... Kakak tadi, jelek banget ya....."

Ung....

Aku ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Ngomong-ngomong, aku tidak melihat Rika dari tadi. Dia kemana ya? Semoga dia cepat pulang sebelum malam.

*Kruyuuk

Kucing ini....

"Sudah kubilang aku gak punya makanan untukmu. Pergi sana. Cari orang yang lebih kaya dari aku. Mereka pasti akan memberikanmu makanan mahal yang berkualitas"

Benar. Orang miskin sepertiku, hanya akan membuatmu mati.

"Meow~"

Menyebalkan.

...

"Makan yang banyak ya" ucapku sambil mengelus kucing itu.

Jujur saja. Aku tidak berani menggendong kucing itu. Aku taku akan melukainya. Dan juga, aku takut dicakar olehnya....

"Wah, kakak dapat kucing ini darimana?!"

Dia adikku, Rika. Dia sangat berbeda denganku. Dia cantik, suka hewan, tapi tidak bisa memasak. Lagian, anak kelas 1 SD tidak diperbolehkan menyentuh alat-alat dapur tanpa pengawasan orang tua.

"Dia mengikutiku saat pulang dari minimarket"

"Begitu ya"

Dia memeluk kucing itu gemas. Melihatnya yang seperti ini membuat rasa lelahku terobati. Adikku benar-benar menggemaskan.

"Kakak..."

Aku tersadar dari lamunanku.
"Ya?"

"Kau harus bangun. Kakak tidak boleh terpaku pada masa lalu"

Aku tersenyum sendu.
"Kau benar. Tapi, aku tidak mau terbangun dari mimpi ini. Karena disini, aku bisa bertemu dengan kalian"

Aku tidak mau bangun. Karena, jika aku bangun, monster itu akan menyiksaku lagi. Aku, tidak mau menerima fakta kalau kalian sudah pergi. Aku tidak mau, menghadapi realita yang begitu memuakkan. Aku tidak mau.

.
.
.
.
.
.

"Kehidupan nyata itu menyebalkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kehidupan nyata itu menyebalkan. Makanya, aku tidak mau bangun dari mimpi yang indah ini"
-(Name)

𝐑𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐲 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang