Udara sejuk masuk dengan sopan kedalam tubuh mungil yang sudah dibalut oleh pakaian tebal, ayam tampak sibuk diluar sana sahut-menyahut membangunkan seisi bumi. Terdengar sayup kicau burung di atas sana bernyanyi riang dengan melodi yang diciptakannya.
" Berhati-hatilah Nak ! Jaga dirimu baik-baik dikota sana. Berilah Ibu kabar bahwa kau baik-baik saja di sana nantinya walaupun hanya sekali dalam sehari."
" Baik Bu, jaga kesehatan Ibu disini. Hanum, jaga diri mu dan Ibu baik-baik ya !" Ujar Ana kepada gadis kecil yang sedang menggunakan pakaian merah putih.
Hanum mengangguk, " kembalilah segera kak, karna nanti akan ada banyak hal yang ingin Aku ceritakan."
Ana tersenyum, " simpanlah dulu cerita mu dalam buku sebelum kakak pulang, berjanjilah untuk menjadi anak baik dan tidak nakal."
" Aku selalu baik, ya kan Bu?" Tanya Hanum.
Ibu mengangguk tersenyum melihat kedua putrinya.
Bandung, 14 Juni 2019. Gema Ananta pertama kali menginjak kan kaki ditanah kelahiran Alm. Sang Ayah. Setelah perpisahan yang dilaksanakan disekolahnya, Ana sudah berniat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dikotanya, Padang Pariaman. Namun dua Minggu setelah pelepasan siswa-siswi SMA Jaya Bakti Rumah milik peninggalan sang Ayah di sita oleh bank, ekonomi keluarga Ana sangat menurun drastis. Di sisi lain, lelaki yang menjadi cinta pertama seorang gadis berambut sebahu kecoklatan, pemilik mata dalam yang telah menjalin hubungan selama 2 tahun semesta menunjukkan bahwa Ia bukan yang terbaik. Aksa Bamantara seorang lelaki tangguh, yang disetiap katanya begitu menawan mengakhiri begitu saja suatu hubungan yang telah Ana dan Ia jaga selama itu.
" Mulai hari ini aku menyudahi hubungan kita, aku rasa lebih baik kita menjalani kehidupan sendiri-sendiri."
Ana mematung, ada banyak pertanyaan didalam kepalanya. Apa salah seorang gadis lugu itu yang mencintai lelaki nya dengan sangat?
" Wanita mana selain aku yang mengganggu pikiran mu?" Tanya Ana.
Aksa menggeleng, " tidak ada yang mengganggu, aku hanya ingin sendiri."
" Kau berbohong Aksa." Jawab Ana.
Aksa menatap Ana tajam, " kau menuduhku?"
" Tidak."
" Aku tidak bisa menjalani hubungan ini, semakin jauh nanti kau akan semakin tersakiti Ana. Aku menyayangimu sungguh, namun hanya sebatas adik. Aku menganggap kau adalah adik ku Ana dan itu semua tidak lebih." Jelas Aksa.
Ana tak bergeming, hubungan apa yang Ia jalani selama 2 tahun ini. Apakah waktu begitu singkat untuk memperjelas rasa yang selama ini sudah melekat? Apa yang salah dengan waktu sehingga cerita-cerita panjang menjadi singkat dalam waktu sekejap.
Ana menarik nafas panjang, " baiklah, terimakasih untuk rasa sayang mu selama ini, waktu memang penentu dari setiap kisah manusia. Semesta terkadang berpihak namun terkadang juga tidak, terimakasih telah meluangkan waktu mu selama 730 hari, meski terkadang kita hanya membicarakan tentang senja, laut, langit, danau dan... "
Aksa tampak terdiam menatap Ana, menunggu kelanjutan apa yang akan dikatakan oleh Ana.
Ana hening, perlahan menunduk menahan tangis. Ada hancur yang tak terlihat, ada retak yang tak berbunyi.
" Dan apa Ana?"
Ana memejamkan matanya sejenak, menarik nafas kembali " dan masa depan, yang pada akhirnya cerita yang kau dongeng kan itu akan berakhir didalam buku bukan pada kehidupan nyata dialam semesta."
" Maafkan, Aku tak ingin menyakiti mu lebih jauh. Hanya itu."
Ana hanya tersenyum hambar, " Aku permisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teduh dibawah cakrawala
أدب المراهقينLelaki itu kembali tertawa, " mengapa menyukai warna biru?" " Karna biru adalah langit, biru adalah laut, dan biru adalah Kau." " Aku?" Tanya Aksa. Ana mengangguk. " Mengapa Aku adalah biru?" " Karena Kau menenangkan."