Case Inner Child (part 1)

61 2 0
                                    

Hari ini aku berangkat menuju kantor dengan berjalan kaki karena jaraknya memang tidak terlalu jauh dari kosan yang ku tempati.

Ku lihat beberapa orang dewasa berjalan cepat untuk mengantri agar tidak ketinggalan busway. Di sisi lain ada anak-anak sekolah yang berjalan bersama dengan tawa yang menghiasi mereka dan seorang anak kecil di rumah sederhana yang berhasil menarik perhatianku.

Anak kecil itu sedang menangis di teras halaman rumahnya dengan isakan yang tak mampu ku pahami. Namun semuanya tampak jelas saat sang ibu keluar membawa sapu lidi dan memukulnya di area paha dan betisnya.

Aku berhenti dan menyaksikan kejadian yang cukup miris bagiku itu, aku tak tahu masalah apa yang dilakukan anak kecil itu di waktu sepagi ini. Usianya pun terbilang masih sangat muda, kira-kira kelas 1 SD mungkin.

Hening.

Aku terdiam sesaat, mencoba menarik napas panjang yang membuat air mataku berhasil lolos terjatuh di pipi sebelah kanan. Aku bisa merasakan perasaan anak kecil itu, sebab 17 tahun yang lalu akulah yang berada di posisinya.

Ibu yang seharusnya menyayangi dan melindungi anaknya tidak menjadi sosok yang seperti itu, dia terlihat kejam dan menakutkan. Seringkali aku tak tahu apa kesalahanku hingga diperlakukan sekasar itu, apa ibu tidak bisa membuatku paham tentang kesalahan yang ku perbuat? Mengapa harus selalu menggunakan pukulan ? Bukan hanya fisikku yang terluka, tapi hatiku, hatiku jauh lebih tersiksa.

Aku tidak pernah bisa memahami istilah surga di telapak kaki ibu karena bagiku ibu terlihat seperti malaikat penjaga neraka. Sangat menakutkan. Hanya bentakan dan pukulan yang ku dapat sehari-hari. Aku tidak pernah terlihat benar di matanya, seakan semuanya salah. Cacian pun tak jarang ibu lontarkan kepadaku seperti perkataan "dasar anak tolol".

Di malam hari di saat semua orang terlelap, hal yang tak pernah absen ku lakukan adalah menangis dalam kegelapan, menahan isakan tangis sekuatnya agar tidak mengeluarkan suara. Bertanya pada diri ke mana harus ku adukan semuanya.

Terlebih lagi aku adalah seorang anak laki-laki yang tidak boleh terlihat lemah, tapi bagaimana jika sudah seperti ini. Aku tak memiliki tempat untuk berlindung walau aku sedang berada di dalam rumah.

Sering kali aku ingin melawan bahkan berniat untuk memukul ibu karena memperlakukanku seperti itu, tapi entah mengapa aku tak mampu melakukannya, aku tak bisa memukul seorang wanita, karena membuatku semakin merasa seperti seorang pecundang.

Sebenarnya aku tidak sendirian dengan perlakuaan orang tua seperti itu, aku memiliki teman di sekitar rumah yang seperti itu juga, namun mereka melampiaskan segala kemarahannya dengan minuman keras, rokok dan lem. Aku tidak ingin seperti mereka, karena akhir kehidupan yang mereka miliki kebanyakan sangat menyedihkan. Akhirnya ku habiskan waktuku untuk membaca lebih banyak buku dan berhasil seperti ini.

Walaupun sudah menjadi dewasa, melihat kejadian seperti itu membuat hatiku tetap merasa sakit. Sepertinya luka masa laluku belum cukup sembuh walaupun saat ini ibu sudah tidak pernah memukulku lagi.

Lalu bagaimana dengan ayahku ? Terakhir kali aku bertemu dengannya saat duduk di kelas 3 SD. Ayah bekerja sebagai TKI di negara Tiongkok. Katanya ayah bekerja untuk kami, untuk kebahagiaan kami. Tapi sebenarnya ada atau tidak ada ayah di rumah bagiku sama saja. Saat ayah pulang, kami tetap merasa renggang seakan ayah adalah sosok tamu dan orang lain, rumahku benar-benar terasa dingin. Hanya adik perempuanku yang berani berbicara dengannya.

Padahal sebenarnya aku sangat membutuhkan kehadiran ayah sebagai anak laki-laki, agar memiliki seseorang yang bisa menjadi panutanku untuk menjadi sosok lelaki yang baik dan benar.

Banyak hal yang ku lakukan sendirian agar bisa seperti sekarang ini, sebab diriku kehilangan sosok ayah di dunia kecil dan kehilangan peran ibu di hidupku.

Terasa menyedihkan.

Tampilan luarku mungkin baik-baik saja namun aku membenci perempuan, walaupun aku tidak memiliki kelainan seksual. Masa kecil itu membuatku takut untuk membentuk sebuah keluarga kecil di mana ada peran ayah dan ibu.

Meski aku sangat ingin untuk menikah. Aku tetap butuh waktu untuk bisa menenangkan diri, membuka hati dan melangkahkan kaki keluar dari sebuah trauma.

Aku takut jika pendampingku nanti bersikap seperti ibuku dan aku berlaku seperti ayahku. Masih ku usahakan untuk memperbaiki semua, walau lagi-lagi kulakukan sendirian.

Ku dekati anak kecil yang masih menangis kesakitan itu dan memeluknya, dia mungkin tak mengenalku tapi ku harap bisa sedikit mengobati luka hatinya dan luka hatiku juga.

Mozhi POV

Terima kasih Hooman karena sudah berjuang dengan sangat luar biasa hingga menjadi seseorang yang  tumbuh dengan pribadi yang hebat lagi baik.

Pasti sangat sulit berada dalam kondisi sendirian seperti itu. Terasa layaknya anak yatim piatu walau masih memiliki orang tua, sudah di dalam rumah tapi  terasa bukan rumah karena tidak ada kenyamanan di dalamnya.

Tidak ada tempat bernaung dan juga berbagi.   Kasih sayang ? Mungkin tak mampu dideskripsikan seperti apa bentuknya, sebab tak ada yang mau memberikan pemahaman.

Tapi tahukah Hooman, semua yang terjadi pada diri manusia entah itu terluka, sakit, sedih atau hancur merupakan cara Allah untuk menghapuskan dosa-dosanya.
" Tidaklah suatu musibah menimpa jasad seorang mukmin dan itu menyakitinya melainkan akan menghapuskan dosa-dosanya" (HR. Ahmad)

Dan ada juga satu hal besar yang menanti. Dalam Quran surah Az-Zumar ayat 10. Allah berfirman "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas".

- Dicukupkan Tanpa Batas - Mozhi ulang sekali lagi. Kebanyang nggak sih maknanya. Cukup tapi tanpa batas. Butuh perhatian memang untuk menelah maksud dari cukup tanpa batas. Karena kalau diistilakan cukup artinya hal yang mempunyai nilai yang terbatas. Tapi Allah mention kecukupan yang tak terbatas. Maka poin dari sabar itu nggk akan ada habisnya.

Kalau dipikir-pikir poin sabar sebanding dengan jackpot saat memenangkan permainan. Sekali berhasil keuntungan besar akan didapatkan. Tiba-tiba bisa mendadak kaya aja.

Namun, untuk ukuran manusia yang terkadang masih dibelenggu nafsu dan emosi, sabar adalah hal yang sulit di lakukan.

Tapi begitulah konsep mengumpulkan bekal akhirat. Semakin sulit keadaan semakin besar pula reward (hadiah) yang akan diterima. Sebab surga tidak semudah melakukan perbuatan dosa. Butuh jatuh bangun yang banyak dalam proses hingga berakhir  kembali ke pemilik jiwa dengan cara yang ihsan.

Tapi beruntunglah Hooman yang bisa bertahan sampai saat ini dan menjadikan dirinya lebih baik.

Setiap orang sedang berjuang melawan luka yang mereka miliki, kita hanya tak mampu melihatnya. Namun percayalah bahwa apapun yang terjadi kita bisa melewatinya dengan baik.

---------------—----—————————------------
Bersambung di buku yah 🥺 bentar lagi bukunya akan go publish nih 😁 pantengin di IG @mozhi.story yah !!

Jangan lupa vote dan komen yah kalau suka 🤗❤️

Follow ig @mozhi.story jg untuk postingan bermanfaat lainnya. Jangan lupa tag di status yah Hoomanie

THE BROKEN PERSONALITY (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang