Bab 1

4 2 0
                                    

Bab 1.


Ini bukan pertamakalinya aku berurusan dengan polisi. Sejak berumur tiga belas tahun aku sudah pernah masuk sell dan dibuat babak belur oleh polisi karena telah nekat melakukan percobaan membunuh seorang kepala desa. Malam hari, ketika semua orang sudah lelap dalam mimpi indah, kucongkel jendela kamarnya dengan pisau yang sudah kuasah selama dua jam lamanya.

Nahas, malam itu nasib sial berpihak padaku. Bukan kepala desa yang kudapati di balik selimut itu. Melainkan seorang laki-laki lain selingkuhan istrinya, ternyata targetku sedang keluar kota. Aku bimbang mau berbuat apa, laki-laki itu jauh lebih kuat dari kepala desa berperut buncit seperti hamil tua berumur 60an tahun itu yang kupastikan bisa kuringkus hanya dengan sekali sabet. Tinju besarnya langsung memukuliku sampai pingsan lalu kabur entah ke mana. Dua jam kemudian aku mendapati diriku sudah tergeletak di dalam sell setelah disiram air oleh polisi.

Tapi itu hanya masa lalu, aku sudah menghabisinya dua bulan lalu, ini kehidupanku yang sekarang. Aku sudah resmi menjadi warga lapas yang paling ditakuti seluruh penjahat di negeri ini. Aku menyebutnya “Pulau Kematian”.

Baru sebulan yang lalu aku diseret ke sini, setelah satu bulan sebelumnya sibuk menjalani sidang atas semua tuntutan perbuatan demi perbuatan yang telah kuperbuat.
Aku ditangkap saat sedang bersantai di sebuah hotel sembari menghitung uang kepala desa yang kuambil dari dalam brankasnya setelah kuhabisi nyawanya sekeluarga.

“Bang, ada anak baru. Baru masuk tadi pagi!”
“Berapa orang? Apa kasusnya?”
“Lima orang. Memerkosa lima belas wanita, semuanya mereka bunuh.”
“Di ruangan berapa mereka?”
“Blok lima sel nomor tujuh.”
“Pastikan nyawa mereka sisa di kerongkongan sebelum matahari terbenam!”
“Baik, Bang!”

Inilah aku penguasa dalam lapas, semua tahanan adalah kacungku. Bahkan hampir seluruh petugas di sini juga takut menatapku. Tidak ada kompromi bagiku untuk kasus pemerkosaan, itu lebih hewan dari pada binatang yang mengawini ibunya sendiri.
Lapas ini kekuasaanku sepenuhnya, bukan artian aku bebas sebebasnya. Aku seperti tamu VIP yang punya beberapa akses yang tidak bisa dipakai tahanan lain di dalamnya seperti narkoba, seks, dan minum-minum. Memang aneh, sulit dipercaya tapi kenyataannya seperti itu. Sungguh! di tempat yang katanya, semua tahanannya sudah bau mayat ini mudah sekali bagiku untuk mendatangkan semua barang jadah itu. Sekalipun itu balik beton-beton dan kerangkeng besi ini yanh benar-benar ketat ini.

Minggu pertama aku masih sempat ditempatkan pada penjara terpisah, gelap, pengap tanpa cahaya. Namun, sekotor-kotornya bangkai busuk dan comberan ada yang lebih kotor lagi yaitu, manusia. Percaya atau tidak, aku berhasil menyuap Kepala Lapas dan jajarannya dengan uang bernilai lebih dari dua tahun gaji mereka dan berkilo-kilo narkoba yang aku punya di suatu tempat di sebuah rumah mewah di pulau pribadi nan rahasia yang kumiliki dari hasil perampokanku selama bertahun-tahun.

Awalnya tak ada yang mempercayaiku, mereka bahkan hendak menyiksaku tetapi hanya butuh sedetik saja untuk membuat mereka percaya. Aku mempertaruhkan diriku rela dipukuli sampai mati bilamana berbohong, padahal ini adalah cara yang sama dan sering kupakai untuk mengakali oknum petugas nakal di penjara-penjara kecil sebelumnya. Iseng-iseng salah satu sipir nakal berpangkat tinggi segera meminjamiku telepon genggam dan setelah aku menyambungkannya dengan anak buahku di tempat lain maka tanpa banyak tetek bengek semua beres. Dugaanku tidak pernah salah kalau negeri ini memang dipenuhi dengan tikus yang lebih rakus dari tikus yang tinggal di dalam got dan selokan kotor itu.

Tak lebih dari setengah jam, sebuah kotak besar berisi uang jutaan dolar dan berkilo-kilo barang haram itu datang ke pintu rumah yang disebutkan padaku Kepala Lapas itu. Kukatakan itu hanya DP, bila memindahkanku ke ruangan yang lebih baik, akan kutambahkan lagi yang lebih banyak. Maka seketika aku sudah memiliki jeruji beralaskan berdipan dengan tikar tipis dan berlampu terang. Tapi tetaplah juga para tikus itu tidak memberiku banyak keluasan. Jika aku ingin sebatang rokok maka aku harus meminjam telepon mereka menghubungi lagi orangku di luar sana, mengantar lima ratus gram sabu-sabu ke alamat yang disebutkan Kepala Lapas. Dan kalau mau seks, di dalam sell ini maka perempuan itu harus kutukar dengan satu kilogram sabu-sabu, dan kalau aku ingin menghisap narkoba maka satu gram untukku ditukar dengan satu kilogram untuk mereka.
Sekalipun aku sudah banyak berkorban, sayangnya mereka tetap diam saat kutanya, apakah aku bisa bebas dengan sogokan yang lebih besar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LAPAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang