"Iya. Nanti kalau udah selesai, gue ke kamar lu." Jawab Dika setelah mampu membersihkan isi kepalanya yang sudah mulai mengarah ke adegan yang tidak-tidak. Dia yang malu pada dirinya tidak berhenti memaki dalam hati.
"Jangan lama-lama." Kata Hans. Dia belum beranjak juga.
Karena temannya tidak bergerak sama sekali, Dika menoleh ke samping. Mata hazelnya melihat perasaan senang di wajah Hans yang kelihatannya tidak mengubah ekspresi. Ketika mata obsidian Hans bertemu dengan matanya, Dika merasa jantungnya berdetak tidak karuan. Gejala ini sudah berlangsung selama beberapa bulan. Karena itu, Dika semakin yakin kalau dia punya perasaan tidak biasa pada temannya ini.
"Kenapa lo belum pergi juga?" Tanya Dika.
"Gue tunggu." Jawab Hans singkat.
'Aduh, jangan ditungguin! Gue jadinya ngga bisa konsentrasi.' Keluh Dika dalam hati. Sayangnya dia tidak bisa mengucapkan itu. Kalau Hans balik bertanya kenapa dia tidak bisa konsentrasi, itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri. Tidak mungkin Dika bisa mengatakan kalau itu terjadi karena dia suka pada Hans.
"Gue kerjain entar aja." Kata Dika akhirnya. Karena tidak bisa berpikir, lebih baik mengikuti kemauan Hans saja.
Jawaban itu adalah jawaban yang ditunggu Hans. Diapun menarik tangannya dari pundak Dika kemudian membiarkan temannya membereskan barang-barang. Setelah Dika selesai, barulah mereka pindah kamar bersama-sama. Sesampainya di kamar, Hans malah tidak puas dan mengajak Dika bermain di ruang keluarga.
"Di sini lebih luas." Kata Hans sambil membuka laptop. Dika juga membuka laptop satunya yang dia pinjam dari temannya ini. Saking seringnya bermain bersama, Dika tidak pernah membawa apapun karena Hans selalu menyiapkan semuanya untuk dua orang. Dia juga bebas mengobrak-abrik kamar Hans dan menggunakan barang apapun yang dia suka. Itu termasuk semua action figure Hans yang tidak boleh disentuh orang lain dan juga ponselnya. Kalau dipikir-pikir, dia sebenarnya lebih dekat dengan Hans ketimbang semua cewek yang dipacari temannya itu. Dia tahu kalau dia tidak selayaknya berbangga akan hal ini. Namun, tetap saja dia merasa agak senang.
"Kalau kemaleman, nanti nginep di sini aja. Besok sabtu juga kan?" Kata Hans.
Sebelumnya Dika memang sering menginap namun dia tidak bisa melakukan itu lagi sejak menyadari perasaannya pada temannya ini. Membayangkan wajah terlelap Hans saja sudah menakutkan untuknya. Bisa-bisa dia melakukan hal yang akan merusak kepercayaan Hans padanya. Setelah itu, persahabatan mereka mungkin hancur.
"Gue perlu belajar buat ujian." Kata Dika yang sekarang punya banyak alasan untuk menghindar. Sebelum dia bisa melupakan perasaannya, dia tidak akan menyetujui hal-hal berbahaya. Dia harus kuat masalah ini.
Mendengar jawaban itu, Hans menghela nafas kecewa. Dia tidak bertanya apa-apa lagi dan langsung memulai gamenya.
Mereka bermain dengan serius di awal. Dika menggerakkan jemarinya dengan cepat untuk mengimbangi Hans yang sepertinya semakin lama semakin lihai. Sialnya, begitu mendengar suara rendah Hans karena proses pendewasaan, Dika kehilangan fokus.
"Ka, lo ke kiri, gue ke kanan." Kata Hans tenang. Namun Dika yang mendengarnya tidak bisa tenang.
Meskipun berusaha fokus sekuat tenaga, Dika tetap saja mengacaukan permainan mereka. Hasilnya, Hans perlu memperbaiki kecerobohan yang dibuat dan mereka kalah.
"Sorry." Kata Dika penuh penyesalan. Kian hari dia kian kacau karena menyembunyikan perasaannya terlalu lama.
"Ngga apa-apa. Bisa kita ulangi." Jawab Hans pengertian.
"Tapi ranking lo jadi turun." Dika masih merasa tidak enak.
"Ranking ngga penting. Yang penting gue main sama lo." Hans menyandarkan pundaknya lebih dekat. Dia memang terlihat tidak mempedulikan ranking itu dan lebih menyukai kebersamaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bikin Gue Jatuh Cinta
Teen FictionMenurut Dika, cinta itu ngga susah. Yang susah adalah jatuh cinta pada temen sendiri. Yang lebih susah kalau jatuh cinta pada teman yang playboy. Lebih susah lagi kalau teman itu playboy, sama-sama cowok, dan lengket banget. Itulah kenapa ketika suk...