Suasana di kelas XI IPA 6 sangat ricuh, semua siswa yang ada di kelas tampak sibuk dengan dunianya masing-masing, Doni--si ketua murid bilang hari ini mata pelajaran Fisika tidak ada dikarenakan gurunya sakit. Bagi kelas XI IPA 6, tentu saja berita ini adalah berita bagus, bisa terbebas dari penatnya pelajaran itu.
“Yaelah, suruh siapa ngajak duluan coba!” Safira tertawa puas melihat sahabatnya--Zidny harus melakukan tantangan dari hasil permainan truth or dare yang dimainkan bersama tiga temannya--Safira, Davina dan Anggita.
Waktu jamkos sangat membosankan kalau hanya diam saja, maka dari itu Zidny mengajak teman-temannya untuk bermain truth or dare. Tapi, karena botol yang diputar terus mengarah padanya, dan ia malas jika harus membuka semua rahasianya karena memilih truth, jadilah Zidny memilih dare, dan sekarang, ia terjebak atas pilihannya sendiri.
“Gita, Davina, kalian gak kasian nih sama gue?” Zidny memasang wajah melasnya, namun dua sahabatnya itul seakan berpihak pada Safira.
“Nikmatin aja Zid,” Gita tertawa kecil yang tentu saja dibalas tatapan malas oleh Zidny, “kata lo juga gitu kan?” lanjutnya.
“Daripada privasi lo kebuka semua kan? Lagian, tantangannya juga cukup menguntungkan kalo buat lo,” Davina tersenyum jahil, meskipun tahu temannya itu sangat kesal.
“Ya lo bayangin aja gue harus minta foto sama orang rese kayak dia! Ngadi-ngadi lo semua!” Zidny berdecak kesal.
“Rese-rese juga, endingnya lo pasti seneng!” Gita terkekeh geli.
Zidny memejamkan matanya menahan kesal. Meskipun sebenarnya ada sedikit rasa senang bila ia bisa melakukannya.
“Yee, gak bisa gitu lah! Gue gak mau tau ya, pokoknya pulang sekolah nanti, itu foto harus udah lo share di grup. Titik!” begitu Safira berucap demikian, Zidny langsung berdiri dari posisi duduknya dan keluar kelas sambil menghentakkan kakinya kesal.
“Ogahh!” tolaknya.
“Yaudah gue bocorin, nih sama dia!” teriakan Safira sontak membuat langkah Zidny terhenti.
Baru empat langkah, ia membalikkan badannya, “Fir, serius ga sih lo?” Zidny tampak merengut tak Terima. Safira hanya menaikan kedua bahunya tak mau tahu.
“Davina, anter ya? Fotoin doang...,” Akhirnya Zidny mengambil jalan tengah, mengajak teman sabangkunya itu sepertinya ide bagus, harga dirinya tidak akan terlalu anjlok.
Davina terlihat pasrah, “Iye Zid, buat lo apa yang enggak sih?” raut wajah Zidny seketika berbinar.
Tentu saja hal itu membuat Anggita dan Safira tertawa sangat puas, mereka tidak sabar untuk melihat foto hasil dari dare-nya itu.
Sejak kelas 11 semester awal, Zidny sepertinya menyukai seseorang. Awalnya ia pikir itu hanya rasa suka biasa, namun ternyata sudah lebih dari empat bulan, rasa itu masih sama. Beberapa waktu lalu, ia sempat browsing ke mbah Google, katanya jika menyukai seseorang lebih dari empat bulan, berarti itu sudah memasuki tahap mencintai. Entahlah, Zidny belum terlalu yakin, itu kan menurut artikel Google, tentu tidak bisa menebak perasaan seseorang.
Adnan Anaufal Mahardika, siswa SMA 68 juga, namun dia berada di kelas XI IPA 1 yang merupakan kelas unggulan, jauh berbeda dengan Zidny yang berada di kelas XI IPA 6. Adnan adalah orang yang Zidny sukai, agak kocak memang, menyukai seseorang yang bahkan kita hidup saja, sepertinya dia tidak tahu, mengobrol bersama saja, belum pernah, tapi mau bagaimana lagi? Ini kan menikmati masa SMA. Pikir Zidny.
Pelajaran terakhir sudah usai, semua siswa membereskan alat tulis mereka, keadaan di kelas dan di luar kelas terdengar lebih berisik.
“Dav, awas aja lo ninggalin gue. Nggak bakalan gue ngasih contekan lagi sama lo,” Zidny terlihat so' mengancam, padahal dirinya hanya takut jika malu sendiri, ha'.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Place
Novela JuvenilBanyak orang bilang, jika memendam sesuatu dalam waktu yang lama, sewaktu-waktu pasti akan meledak. Zidny rasa, pernyataan itu cukup pas dengan apa yang sedang dirasakannya saat ini; memendam perasaan kepada seseorang dalam waktu yang lama. Akankah...