A story by HasrianiHamz
🎀🎀🎀🎀🎀
"Iya, nda kemana-mana ji, saya di sini depan Alfamart yang tidak jauh dari cafe semalam," jedanya, mungkin ia mendengar lawan bicaranya dari seberang sana.
Mataku masih terus menatap lekat ke arah sosok itu, aku sedikit heran dengan dialeknya barusan. Bukankah dia orang Jawa, tetapi dia juga sepertinya bisa berbicara memakai dialek khas Sulawesi.
"Oke pale, jangan lama nah. Hapenya mi orang kupinjam ini, nasengngi matu elo'ka lariangngi hapena," katanya mengakhiri telepon dengan setengah berbisik, sambil melirik ke arahku.
Hah, itu tadi bahasa Bugis? Spontan aku dan kak Aira saling tatap. Meski tidak tahu arti dari yang diucapkannya barusan, tapi aku paham betul kalau yang tadi itu bahasa Bugis.
"Makasih, yo, Mbak," ucapnya seraya mengembalikan hp itu ke kak Aira.
"Iya, sama-sama," balas kak Aira, aku hanya tersenyum sedikit mengangguk.
Aku terus menatapnya, meneliti tampilan dari atas sampai bawah terlihat jaket dengan dalaman yang hanya memakai kaos oblong. Kepala yang ditutupi topi model orang luar, juga jeans yang dipadukan dengan sendal jepit. Sepertinya ia bukan orang biasa, meski tampilannya dipaksa untuk terlihat biasa-biasa saja.
"Oh iya, kenalin aku Rachmat."
"Aira," jawab kak Aira, lalu menyebutkan namaku juga, "yang ini namanya Arsyra."
"Aira," ulangnya sembari tersenyum. "Senang bertemu kalian, semoga kita bertemu lagi di kesempatan berikutnya," lanjutnya sebelum kami berdua memilih pergi.
Tiba di hotel masih dalam lift yang sama, hanya saja kak Aira lebih dulu sampai di kamarnya sementara kamarku memang berada di lantai paling atas.
"Kak Aira jalan-jalan ke kamarku, Kak."
Aku tersenyum melambaikan tangan sebelum pintu lift tertutup dan siap mengantarkanku ke kamar. Hanya berapa detik, kini aku sudah tiba di lantai atas. Keluar dari lift lalu berjalan beberapa langkah dan berbelok ke kiri sedikit untuk tiba di depan pintu kamar.
Sebelum membuka pintu, suara dering teleponku di dalam sana sudah terdengar begitu nyaring. Cepat-cepat aku membukanya langsung mencari keberadaan benda itu dan menjawab panggilan dari salah satu senior.
"Halo, Kak--"
"Dek, pulang kapan?"
Alisku mengerut, kenapa semua orang yang menelepon selalu menanyakan jadwal kepulanganku. Apa mereka sudah serindu itu? Hihi.
"Besok, Kak. Kenapa? Kak Adi sudah rindu?"
"Gak ada yang rindu, Dek, sumpah. Kebetuan aja kami ini ada di Balikpapan, besok baru balik biar kamu gak susah lagi cari mobil. Makanya sekalian nunggu kamu," jelas kak Adi.
Aku menggumam dalam diam, seperti itu rupanya hingga beberapa detik kemudian kak Adi bertanya lagi.
"Besok jam berapa pesawatnya?"
"Mungkin ba'da maghrib, Kak."
"Oke, ditunggu, Dek, yaa," katanya sebelum mengakhiri sambungan telepon.
•••_•••
Menjelang magrib, panitia sudah siap mengantarkan semua peserta yang akan pulang hari ini, salah satunya aku. Sudah berkemas sedari siang, takut jika sampai ada yang ketinggalan hingga berulang kali mengecek kamar dan seisinya untuk memastikan. Pukul enam kurang dua puluh menit, pintu kamar sudah diketuk oleh seseorang di luar sana. Aku bergegas membuka pintu sambil menarik koperku dan tersenyum, akhirnya hari ini aku akan pulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hukum dalam Rasa
Ficção AdolescenteBertemu dan terjebak bukanlah pilihan yg kurangkul, sebab selalu ada harap yg menyertai setiap langkah semakin rapat. ~ Arsyraina Bertemu lalu merindu, terasa sulit saat itu karena aku tak mudah melupakanmu. Meski pada sekian detik berikutnya, aku s...