1

2 0 0
                                    

Di ruangan yang bernuansa klasik terlihat Samudra yang sedang memainkan piano hingga menimbulkan irama nada yang terdengar merdu. tak berselang lama seorang pria berpakaian sweater putih dan celana hitam yang rapi menghampirinya dan membuatnya menghentikan aktivitasnya.

"kakak, malam ini upacara pengangkatanmu sebagai calon pewaris keluarga samahita, kuharap kau tidak melupakan itu". Ucap Ival Ryan Samahita, yang merupakan adik laki - laki Samudra.

"Bagaimana aku bisa lupa, Ibu dan Ayah bahkan sudah membicarakan hal itu saat usia ku baru 10 tahun". Jawab Samudra dengan menatap lurus kedepan.

"hemmm, baiklah aku tahu ini berat bagimu tapi aku yakin kau bisa mengatasinya". Ucap Ival memberi semangat.

"Berat tidak berat itu sudah menjadi tanggung jawab putra sulung". Jawab Samudra lalu meninggalkan Ival yang sedari tadi berdiri di belakangnya.

Ival menghela nafasnya pelan sembari menatap punggung sang kakak yang berjalan menjauh "Astaga, sangat acuh tak acuh".Batin Ival

-

-

Jauh di tengah hiruk piuknya kota ada sebuah toko bunga, terlihat seorang gadis yang tak lain adalah Lilian sedang menata bunga - bunga untuk di letakkan di depan tokonya, sudah menjadi tugasnya sebagai Putri sulung untuk melanjutkan bisnis orang tuannya yang telah meninggal.

"Hai cewe, bunga mawarnya berapaan tuh?". Tanya seorang pria dengan nada menggoda yang merupakan adik Lilian, Bastian.

Lilian hanya menoleh sinis dan malas menanggapi godaan dari adiknya dan lebih memilih melanjutkan aktivitasnya menata bunga.

"Cuek banget sih, Nih!". Goda Bastian sambil menyodorkan sebuah surat, Lilian mengerutkan keningnya kebingungan dari mana Bastian mendapatkan surat itu.

"Dapat dari mana ini?". Tanya Lilian sembari mengambil surat yang disodorkan Bastian.

"Ada paket yang dateng ke rumah, eh ternyata isinya surat, udah aku baca kita di undang ke acara pengangkatan pewaris keluarga Samahita, kakak aja ya yang dateng aku males banget kalau ginian". Jelas Bastian.

"Oh gitu, malam ini ya.. hemm". Ucap Lilian sembari membaca surat tersebut dengan menghela nafas pelan.

"Kenapa? kakak mau ga dateng? dateng aja toh itu yang ngundang kita keluarga Samahita". Jelas Bastian meyakinkan kakaknya agar datang di acara tersebut.

Lilian hanya menjawab dengan senyum tulus dan anggukan mengiyakan, rasanya tidak enak jika tidak mengadiri acara tersebut, bagaimanapun keluarga Samahita pernah membantu bisnis orang tuanya.

-

-

Waktu yang di tunggu - tunggu pun datang jam menunjukkan pukul 20.00, Samahita Ballroom pun sudah di penuhi oleh orang - orang yang datang dengan menggunakan pakaian terbaik mereka.

Lilian dengan gugup memasuki ruangan tersebut dengan memakai Dress bewarna sage green dengan  rambutnya yang di gerai sehingga menampakkan rambut hitamnya yang bergelombang.

Sembari menunggu acara di mulai Lilian pun memutuskan untuk berkeliling ballroom sembari melihat orang - orang yang sedang berbincang - bincang.

Tak lama Lilian pun memfokuskan pandangannya pada Samudra yang terlihat tampan dengan tuksedo hitam dan  sosok wanita yang berada di sampingnya memakai dress bewarna biru navy dengan rambut yang di gelung rapi, sedang memegang segelas bir dan mulai membuka suara.

"Selamat malam, terimakasih atas kehadiran kalian disini, keluarga Samahita sangat menghargai hal itu, tanpa bertele - tele disini saya Delana Ana Samahita istri dari mendiang suami saya Renald Samahita akan mengangkat putra sulung kami Samudra Cahya Samahita sebagai pemimpin keluarga besar kami yang bemarga Samahita, saya harap kalian menerima keputusan tersebut dan mendukungnya". Ucap Delana ibu Samudra dengan tegas dan lantang.

Delena pun mengangkat bir tersebut dan orang - orang pun mengikuti hal itu lalu tepuk tangan dan sorakan orang - orang memenuhi ballroom tersebut.

Ballroom tersebut kini memutar lagu yang cocok untuk berdansa, tak berselang lama para pasangan yang hadir kini mulai berdansa mengikuti alunan musik, berbeda dengan Lilian yang duduk di pinggir dan hanya melihat karena ia tidak mempunyai pasangan untuk diajak berdansa.

Samudra mengedarkan pandanganya dan menemukan Lilian yang duduk membawa segelas bir, karena penasaran ia pun menghapiri Lilian. tanpa basa basi ia pun menanyakan hal yang sedari tadi menganggu pikirannya.

"Jika boleh tahu, kau berasal dari keluarga mana ?". Tanya Samudra dengan entengnya. Lilian yang kaget pun langsung berdiri dan meletakkan bir nya di atas meja.

"Oh hai, aku bukan keluarga bangsawan, orang tuaku seorang pebisnis yang pernah keluargamu bantu, jadi itulah mengapa aku bisa sampai disini". Jelas Lilian, Samudra mengangguk mengisyaratkan jika ia mengerti.

"Kalau begitu siapa namamu?". Tanya Samudra menatap Lilian dengan intens. Lilian yang ditatap seperti itu seketika gugup.

"Emmmm, Lili.. aaa Lilian namaku Lilian". Jawab Lilian dengan kikuk. Samudra yang melihat itu hanya tersenyum tipis.

"Kulihat kau tidak berdansa, tidak ada pasangan? mau berdansa denganku?. Tanya Samudra membuat Lilian bingung untuk menjawabnya.

Tanpa aba - aba Samudra menarik pelan tangan Lilian untuk menuju lantai dansa dan bergabung dengan pasangan yang lain.

"Aku tidak pandai berdansa". Ucap Lilian sambil melihat kanan kirinya.

"Ikuti aku saja, tanganmu letakkan disini". Ucap Samudra sambil menarik tangan kiri Lilian dan meletakkan di bahu kanan Samudra. "Sekarang perhatikan gerak kakimu, ikuti gerak kakiku". Jelas Samudra membuat Lilian melihat ke bawah menselaraskan gerak kaki mereka. 

"Hei, tatap mataku jangan menatap ke kakiku terus menerus". Bisik Samudra tepat di telinga Lilian membuat tubuh Lilian menegang, dengan cepat Lilian mendongak dan bertebrakan dengan mata senduh milik Samudra.

Mereka berdansa seperti halnya dengan pasangan yang lain, tanpa mereka duga seorang wanita memantau kegiatan mereka dari lantai atas dan tersenyum tipis.

Malam itu mereka larut dengan kegiatan yang mereka lakukan hingga tak terasa jam menunjukkan pukul 22.00 yang mengharuskan semua tamu untuk meninggalkan ballroom samahita.

"Terimakasih Samudra untuk malam ini, aku pamit pulang". Ucap Lilian sebelum masuk ke mobilnya.

"Dengan senang hati, Lilian". Jawab Samudra dengan senyum tipis, sambil menahan pintu mobil agar tetap terbuka. Dengan sorot mata yang tidak merelakan dari masing - masing untuk pergi. Lilian pun masuk ke dalam mobil dengan pintu yang di tutup oleh Samudra.

Sebelum mobil itu melaju, Lilian membuka kaca mobil dan pandanganya langsung bertabrakan dengan sorot mata Samudra.

"Samudra".

"Lilian".

Kemudian mobil pun melaju meninggalkan ballroom Samahita.

-

-

Dari pertemuan singkat itulah kisah mereka dimulai.





Terimakasih telah membaca "About Us"

Saran, Kritik, dan Vote dari kalian sangat penulis hargai.

#Salam Hangat



About usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang