iii). results

766 149 7
                                    

Tiga bulan, (Name) terjebak dengan segala keunikan pemikiran Sae, tetapi namanya waktu memang sering kali tak terasa. Sebab pekan depan, ujian akhir telah menanti.

Tadinya (Name) ingin agar Sae istirahat saja sepulang sekolah, tetapi determinasi yang dimiliki jejaka berwajah datar itu menolak mentah-mentah, ia minta diberikan latihan soal dari semua mata pelajaran. (Name) sendiri tak masalah bila harus mengajari Sae, jadilah kini mereka kembali berkutat dengan berbagai soal di perpustakaan.

“Hei.” Sae menyerahkan soal-soal yang sudah dikerjakan.

Dengan cermat dan cepat, (Name) memeriksa semuanya satu per satu. Perlahan, senyum lebar menghiasi wajah sang gadis. Setelah selesai, ia menatap Sae dengan wajah cerah. “Luar biasa, Sae!”

Netra Sae melebar, mulutnya terkunci rapat. Reaksi sang gadis yang terlihat begitu bahagia cukup membuatnya terkejut.

“Memang ... masih ada yang salah, tapi ini--” (Name) menarik napas sejenak, untuk menahan rasa bahagianya. “--aku yakin nilaimu masih aman!” pekik (Name).

Merasa rasa bahagia makin membuncah tak karuan dalam dada, (Name) menutupi wajahnya dengan kertas-kertas soal, masih dengan senyum lebar yang setia menghiasi wajah. Jerih payahnya mengajari sang jejaka tak sia-sia, dan hasilnya benar-benar jauh berbeda dari ekspektasinya, jelas saja kebahagiaan (Name) kini tak dapat dideskripsikan dengan kata-kata.

Kala gadis di depannya tengah berusaha untuk mengontrol emosinya, Sae masih terbengong-bengong.

“Kenapa ... sesenang itu?”

(Name) meletakkan kembali kertas-kertas soal yang menutupi wajahnya, mengambil napas banyak-banyak. “Pertama kali melihat nilaimu, yang pertama kali kupikirkan adalah, ‘anak ini tak terselamatkan lagi’.” Gadis itu dengan tanpa dosanya berkata. “Tapi Sae, ini ... dapat kupastikan nilainya di atas KKM, DAN!”

Refleks Sae memundurkan badannya saat (Name) mendadak berdiri sambil menggebrak meja dengan semangat.

“Nilainya bukan nilai pas-pasan! Aku yakin ini sekitar 85-95!” Sang gadis kembali duduk manis. “Bagiku ini sebuah prestasi! Karena tandanya aku berhasil mengajarimu dengan baik!”

“Lagi pula, aku sempat khawatir kamu tidak akan lulus, lho! Mengetahui ternyata kamu mampu mengerjakan ini dengan hasil yang baik, rasanya lega.”

Selama tiga bulan ini, Sae cukup sadar kalau sang gadis adalah tipe yang mudah mengatakan semua yang ia pikirkan. Terkadang memang bikin sakit hati, tetapi di sisi lain, ketulusan sang gadis jadi nampak, sebab yang sang gadis katakan menjadi murni, tanpa kebohongan.

“Aku tidak menyangka kau bakal sebahagia itu.” Akhirnya Sae menyahut. “Aku juga tidak pernah berpikir ... orang-orang sangat mengkhawatirkan diriku yang terancam tak lulus,” kekehnya pelan. Sae menatap (Name), tersenyum tipis. “Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku sampai segitunya, (Name).”

Sang gadis bagai terkena serangan kejutan. “WOAH??! Ini-- ini pertama kalinya kamu menyebut namaku!”

“Masa?”

“Iya!”

“Sebenarnya aku takut kau bakal gak nyaman kalau aku langsung sebut nama, tapi ... boleh 'kan, aku memanggilmu begitu?” Sang jejaka menutupi sebagian wajahnya, bentuk upaya menyembunyikan rona merah yang menjalar pada pipi.

Bagi sang gadis yang melihatnya, wajah Sae kini, jelas merupakan hal baru. Sebab selama tiga bulan yang sang jejaka tunjukkan hanya raut datar nan muramnya.

(Name) mengangguk semangat. “Kamu boleh panggil aku begitu, Sae.”

𝗟𝗨𝗖𝗞𝗬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang