"Oy, lo nggak bangun? Udah siang woy, kebo banget sih lo!"
Seorang lelaki berusia delapan belas tahun itu terus menggetuk pintu kamar milik seseorang, berusaha membanggunkan orang yang sudah dapat dipastikan sedang tertidur pulas, karna pukul setengah dua pagi, ia baru tidur setelah balapan motor.
Butuh waktu dua menit lamanya untuk membanggunkan Arka. Arka Stevan Fargaren--lelaki berusia delapan belas tahun yang merupakan kembaran Arva, juga ketua geng motor
RAIXGHEL.Sementara Arva. Arva Stevan Fargaren-wakil ketua geng motor milik kembarannya. Yang bernama RAIXGHEL.
Dulu Arka ingin menjadikan Arva sebagai ketua, namun Arva menolak, bahkan ia lebih memilih untuk menjadi anggota biasa.
Arva merasa Arka lah yang lebih pantas menjadi ketua, bukan hanya karna Arva merasa sang kakak lebih tua karna terlahir lebih dahulu dibanding dirinya, dan Arka lah yang membuat geng motor RAIXGHEL, tetapi juga Arka memiliki sikap tegas, dingin, juga baik dan kadang ia suka marah untuk hal-hal tertentu terutama yang ingin mencelakai sang adik, mambuat Arva semakin mendukung sang kakak untuk menjadi ketua.
Namun karna sang kakak yang terus memaksa, akhirnya, Arva pun menerima keputusan Arka yang menyuruh dirinya untuk menjadi wakil ketua geng motor RAIXGHEL.
Arka dan Arva bukanlah orang Indonesia, mereka berasal dari china, dan sudah berada di Indonesia selama hampir 3 tahun.
Tapi berbeda dengan Arka yang sudah hidup dari kecil di indonesia, tapi saat dia SD, dia dibawa oleh ibunya untuk tinggal di indonesia.
Mereka pindah ke Indonesia sejak mereka lulus Smp.
Arka dan Arva sangat pandai dalam berbagai bahasa, mereka bisa bahasa jepang, inggris, korea, juga indonesia dengan bagus.
Arva tersenyum malas ketika melihat pintu kamar yang terbuka, sudah ada Arka yang berdiri dari balik pintu dengan nyawa yang masih belum terkumpul punuh karna baru bangun dan mungkin masih setengah sadar.
"Apa?" tanya Arka malas
Mata yang masih menyipit, rambut yang berantakan, wajah yang terlihat sangat lesu tanpa ada rasa semangat untuk bangun dan beraktivitas, terpaksa harus membukakan pintu kamar untuk sang adik, yang terus mengetuk pintu kamarnya membuat dirinya terbangun dari tidur pulasnya.
Berbeda dengan Arva yang sudah siap dengan baju sekolah miliknya, juga dasi yang sudah terpasang rapi.
"Sekolah, tidur mulu, kek kebo," seloroh Arva dengan tatapan yang serius.
Bukannya menjawab Arka malah kembali masuk ke dalam kamar tanpa mempedulikan ucapan Arva.
Arva pun menyusul masuk kedalam kamar Arka.
Ya, mereka berbeda kamar. Namanya juga cowok, masa mau satu kamar. Apalagi sifat mereka yang bertolak belakang.
"Siap-siap sana, hampir jam setengah 6 ini, bego," ucap Arva saat melihat Arka yang kembali rebahan di atas kasur.
Arva menggelengkan kepala melihat sepatu yang tergeletak dilantai dan bukan di rak sepatu
"Gimana mau punya pacar, naruh sepatu aja gak bener," ucap Arva lalu menaruh sepatu Arka ditempat seharusnya."Nggak butuh."
"Yang bener?" tanya Arva mengoda.
"Serah."
"Mangkanya nyari, sikap lo itu nggak ada romantis-romantisnya, wajah lo aja datar terus, senyum kek, padahalkan Arka kakak gue yang beda lima menit dari gue gantengnya nggak bisa ngalahin gue," cibir Arva dengan percaya diri lalu tertawa.