Pangeran

3 1 0
                                    

Moon mengurung diri di kamar, sejak pagi tadi ia tidak berniat melakukan apapun. Saat ini pikirannya tengah kacau. lagi pula dalam novel yang ia tulis, tokoh Moon memang lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian. Moon mengabaikan setiap panggilan dari luar kamar, entah itu pelayan yang ingin membersihkan kamarnya atau memanggilnya untuk makan bersama keluarga kerajaan. Namun tak sama sekali ia respon.

Gadis itu terlihat frustasi memikirkan kehidupannya di dunia nyata. Bagaimana? Apa yang terjadi dengannya di dunia sana? Apa ia sudah mati? Kenapa ia bisa sampai masuk ke dalam dunia novel karangannya? Apa tidak ada cara agar ia bisa kembali? Kenapa harus di hari ia akan mengirim naskahnya?

Moon menghela napas "ini gimana?" lirihnya, rasanya ingin menangis sejadi-jadinya. Tapi ia menahan. Menangis tak akan mengubah apapun. Ia harus melakukan sesuatu. ia tidak akan diam saja mengetahui dirinya akan berakhir dibunuh secara tragis oleh tokoh raja yang merupakan ayahnya.

"Apa bisa gue ngubah alur ceritanya? Gue gak mau mati" alibinya.

Hingga malam, gadis itu hanya diam di kamar menatapi pemandangan Halcyon di bawah sana. Pemandangan yang indah membuat perasaannya jauh lebih baik, kepalanya mulai mendingin.

Namun tiba-tiba Moon merasa dadanya sesak. Sangat sesak sampai air matanya jatuh begitu saja, padahal perasaannya sudah tidak seburuk tadi. Lalu kenapa ia menangis? Ia ingin mengusap air matanya, entah mengapa ia tak bisa menggerakkan tubuhnya.

Ada apa ini? Kini ia berdiri, tubuhnya bergerak dengan sendirinya. Berjalan menuju nakas di sisi kasur queen-sizenya. Tangan Moon meraih belatih yang entah sejak kapan ada di sana.

Seketika, Nara teringat adegan ini adalah prolog pembuka ceritanya. Ya, Moon berniat bunuh diri dengan belati itu.

Kakinya kembali melangkah menuju balkon kamarnya, gadis itu mulai mendekatkan mata pisau ke pergelangan tangannya.

Ya, cerita sudah di mulai...

***

Sama persis dengan cerita yang Nara tuliskan, kini Moon terbaring di atas kasurnya dengan pergelangan tangan yang terbalut perban akibat percobaan bunuh diri yang ia lakukan semalam. Untung saja pangeran Gasendra datang dan menghentikannya, walau sedikit terlambat karena pergelangan tangan Moon sudah teriris lumayan parah namun tidak mengenai urat nadinya. 

Saat itu...

Pangeran kerajaan Fastidious itu yang bersama keluarganya memenuhi undangan makan malam di kerajaan Halcyon. Setelah makan malam selesai, Pangeran Gasendra berjalan-jalan sebentar bersama Riana menglilingi halaman istana. Siapa sangka Gasendra, menangkap siluet gadis di atas sana. Tepatnya di lantai tiga istana. Gasendra memicingkan matanya "Moon?" ya, gadis yang sejak tadi tak menampakkan keberadaannya saat makan malam bersama. Karena kemampuannya merasakan sinyal bahaya, dengan cepat Gasendra melebarkan sayapnya membuat Riana terkejut.

"Pangeran, kau mau kemana?" panggil Riana yang tidak disahuti Gasendra yang kini terbang ke atas.
Jujur, Gasendra merasa risih dengan gadis cerewet seperti Riana.

Gasendra melesat cepat di depan Moon, merebut belati itu dari tangannya.

"Moon apa yang kau lakukan?" Tanya Gasendra begitu ia berhasil merebut belati itu. Moon nampak terkejut. Sesaat ia tersenyum "Gasendra, aku ingin mati"

"Kau gila?"

"Ya, aku gila"

"Kenapa? Apa masalahmu? Kenapa kau seperti ini?"

ya, memang selain penghuni kerajaan Halcyon, tidak ada yang tahu bahwa kematian sang Ratu Aura itu adalah perbuatan Raja sendiri. Semua mengira Ratu meninggal karena sakit seperti yang Raja katakan pada seluruh rakyatnya.

melihat raut khawatir Pangeran Gasendra membuat Moon sedikit merasa bahagia. Baru kali ini setelah sekian lama mengagumi pangeran secara diam-diam ia melihat raut itu dari sosok dingin Gasendra.

Malam itu juga, Moon bertekad untuk terus mencintai Gasendra walau Gasendra tak mengetahuinya. Dan malam itu, seperti harapan baru bagi Moon. Ia tidak akan melakukan hal konyol seperti ini lagi.....

Demi Gasendra.

Sang Raja menatap putrinya yang terbaring dengan perasaan khawatir, namun Moon membalas tatapan itu dengan datar. Suasana terasa panas bagi Moon karena Raja Van, Vilia, dan Riana ada di kamarnya. Sementara keluarga pengeran Gasendra sudah pamit kembali beberapa menit lalu.

Sedari tadi Ratu Vilia dan Riana  menatap Moon sinis, Moon menyadarinya namun tak berniat meladeni.

"Kenapa kau melukai dirimu sendiri?" Tanya Raja Van yang tidak disahuti oleh Moon.

Tak mendapat jawaban, Raja Van hanya bisa menghela napasnya "Mau sampai kapan kau bersikap seperti ini padaku. Aku ini ayahmu" tutur Raja Van yang membuat Moon merasa darahnya mendidih. Dan entah kenapa Nara yang tak bisa apa-apa dalam tubuh Moon juga merasakan rasa kesal mendengarnya.

Moon terkekeh getir " Ayah? Ayah mana yang tega membunuh ibu dari anaknya sendiri?" untuk pertama kalinya Moon berbicara panjang menanggapi kalimat Raja Van. Dan perkataannya berhasil mengusik Lelaki yang mengaku sebagai ayahnya itu.

"Moon, jaga bicaramu!" bukan Van yang bicara, melainkan Vilia yang mengertaknya.

Moon hanya diam, ia tidak sanggup lagi untuk bicara. Ia rasa percuma berbicara panjang lebar dengan Raja Van yang bodoh dan meladeni Vilia.
Juga, hati Moon yang lembut tidak setega itu untuk mengeluarkan segala unek-unek yang mungkin akan menyakiti Raja Van begitu pun menyakiti dirinya sendiri. Sementara di dalam sana Nara kesal sendiri, berharap Moon mengatakan segala hal yang mengganggu hatinya selama ini.

Tunggu, kenapa Nara jadi begini? Bukankah ia sendiri yang membuat jalan ceritanya seperti inim? Membuat sang tokoh utama menjadi karakter yang lembut dan tipe pemendam?

"Kau sangat tidak sopan" tambah Riana membuat Nara kesal, ingin memaki namun ia tidak bisa. Ia sedang tidak bisa mengendalikan Raga Moon.

"Apa-apaan nih? Nj*ng, kenapa gue masuk ke raga Moon kalau gue gak di bisain ngendaliin tubuhnya? Terus kalau kayak gini gimana gue bisa ngubah alurnya. Bisa-bisa gue mati" Batin Nara

Moon masih dengan wajah datarnya, banyak kalimat yang tertahan. Tak bisa ia keluarkan.
"Tolong, aku ingin istirahat" kata Moon pada akhirnya.

Raja pun dengan perasaan yang sulit dijelaskan meninggalkan kamar Moon diikuti Vilia dan Riana.

Selang beberapa saat setelah kepergian Raja dan dua makhluk titisan setan itu, kini Nara sudah bisa mengendalikan Raga Moon.

"Apa bakal kayak gini terus? Gimana gue bisa ubah endingnya kalau gue gak bisa kendaliin Moon."

"Sial, bener-bener bakal mati di tangan Raja Van. terus kenapa gue kesel ya sama Moon yang cuman diam aja kayak gini padahal dikatain sama tu duo curut si Vilia sama Riana?"

"Gue harus muter otak nih, ya bener. kalau gue pengen bertahan hidup gue harus ubah alurnya"

"Tapi gimana?" Ia meremas kepalanya kuat, mencoba untuk berpikir.

"Pasti bisa!"

"Ya, gue harus bisa. Gue kan Groove Control Queen. Masa gak bisa sih"

"Akh! Stersss gue!!!"


***

yups, gimana guys ceritanya?
Seru gak?

Ya, seru gak seru harap Vote and Comment yah:)
Soalnya Author udah berusaha yang terbaik😅🤞

Moon & NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang