03. Laurel

854 144 4
                                    

         Sebuah mobil berhenti di sebuah rumah besar berwarna putih ketika senja menyapa. Dua orang penumpangnya keluar dengan tergesa-gesa. Raut wajah keduanya tidak dapat diartikan. Yang satu menggunakan setelan jas lengkap, dan satunya lagi berpakaian santai dengan menjinjing tas punggung ditangannya.

      “ Mama! Kami berdua pulang.” Ucap remaja berpakaian santai itu ketika sudah berada didalam rumah.

      “ Kalian berdua, kalau sudah masuk kerumah, jangan teriak-teriak. Setidaknya ucap permisi, rumah kita bukan hutan.” Tegur Risya kepada kedua putranya, tanpa menoleh dan tetap meracik tehnya.

      “ Ma! Setelah Mama kasih kabar seburuk itu, Mama masih bisa duduk santai gini? Ma, adik kita meninggal! Aku butuh penjelasan dari Mama, kenapa adikku bisa meninggal.” Risya tersenyum dalam hati, ketika melirik wajah frustasi kedua putranya.

       “ Kamu tahu sendiri kan, kalau adik kamu suka tawuran.” Jawab Risya dengan nada datar.

       “ Harusnya Mama kasih tau dia soal resiko atas aktivitas berbahaya dia.”

       “ Jayden, kamu pikir selama ini Mama ngapain aja? Adik kamu itu ditembak! Ditembak oleh rival perusahaan yang kamu dan papa kamu bangun! Mama gak bisa apa-apa.” Risya mati-matian menahan tawa saat mengerjai anak-anaknya.

      “ Kalian juga gak ada disini waktu itu. Jayden, Raides, kalau kalian pulang cuma mau nyalahin Mama. Pergi jauh-jauh sana!” Jayden dan Raides saling pandang melihat reaksi ibunya.

      “ Ma, gak gitu---”

      “ Sore menjelang malam, Mama. Aku pulang sama Kak Raden.” Tiba-tiba suara familiar itu berkumandang.

      “ Kalian berdua, dengar, begitu cara menyapa Mama yang benar.” Ucap Risya, meninggalkan kedua putranya yang kebingungan.

      “ Sore anak Mama. Darimana aja sih, hmm? Raden juga, adiknya baru pulih malah diajak pulang sore.” Kedua remaja SMA itu tersenyum melihat sambutan sang Mama.

      “ Tadi Ray maksa mau nonton Kakak main basket. Yaudah, daripada nangis, Kakak ajak aja.” Risya mengangguk lalu mengusap surai Raden dan Rayden.

      “ Terus, Ray aman kan disekolah?” Tanya Risya.

      “ Aman, Ma. Dari kemarin belum ada kasus Ray bolos atau bikin ribut sih.” Jawab Raden.

      “ Yaudah kalau gitu. Kalian mandi terus ganti baju.” Keduanya mengangguk mendengar ucapan Risya.

      “ Mereka siapa, Ma?” Tanya Rayden ketika menyadari dua orang yang baru pertama kali ia lihat.

     “ Mama juga gak kenal sayang.” Gurau Risya.

      “ Kalau gak kenal, kenapa bisa masuk kerumah? Mereka nyelonong yah?” Tanya Rayden.

      “ Iya, mana tadi masuknya teriak-teriak kayak monyet. Memangnya ini hutan apa.” Jayden dan Raides semakin meradang, ada dengan keluarganya?

      “ Ma, bentar. Ini maksud Mama gimana? Raides gak ngerti.” Tanya Raides.

      “ Makanya, kalau Mama telepon itu dijawab! Setelah Mama kasih kabar adik kalian, malah susah dihubungi! Pulang-pulang itu harusnya salam, bukan teriak-teriak gak jelas kayak dihutan.” Semprot Risya dengan galak.

      “ Mama, kalau kita berdua gak bisa ditelepon, minimal tinggalin chat.” Protes Raides.

      “ Kalian blokir nomor Mama atau kalian arsip, hah? Jangankan dibalas, dibaca aja ngga. Ponsel udah smart, otak kalian aja yang kurang smart.” Balas Risya.

HeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang